Surat Bocah Kelas 4 SD kepada Jendral A.H. Nasution

Oleh : Masykur Suyuti

Maafkan, Tuan Jenderal
.
Dulu pernah ada bocah SD yang usil. Dia iseng berkirim surat padamu. Entah siapa yang menyuruhnya dan apa yang ditulisnya. Dia sendiri mengaku tak ingat lagi, Tuan Jenderal
.
Surat itu jelas tak penting untukmu. Namanya juga anak-anak. Polos. Sama dengan lainnya. Dia mengaku masih kelas IV SD waktu itu. Tapi sungguh berani kirim surat kepadamu, Tuan Jenderal
.
Maafkan, Tuan Jenderal
.
Kalau surat itu sudah mengganggumu. Sungguh tak pantas. Sepucuk surat bocah SD telah menyela kesibukanmu yang tentu padat. Mengusik ketenanganmu di masa purnamu, Tuan Jenderal
.
Namun kekhawatiran bocah SD itu meleset. Rupanya tuan begitu peduli terhadap orang lain. Bahkan kepada anak SD sekalipun. Terbukti engkau sudi membalas surat. Lengkap dengan tanda tanganmu, Tuan Jenderal
.
Maafkan, Tuan Jenderal
.
Bocah itu bukan main girangnya. Begitu dia ceritakan pada teman-temannya. Termasuk kepada kakak-kakaknya. Juga kedua orangtuanya, waktu itu. Dia sangat senang dengan tibanya surat balasanmu, Jenderal
.
Kiriman foto tuan lalu disimpannya baik-baik di album kenangannya. Iya, ada dua foto waktu itu. Satu foto tertulis Mei 1965, ada foto Ade Irma Suryani di situ. Berarti empat bulan sebelum kejadian kelam itu. Satu lagi, sepertinya foto baru (Des 1988). Ubanmu sudah tampak penuh memutih di foto, Tuan Jenderal
.
Dua foto itu, masing-masing kamu bubuhi tandatangan di atasnya. Tapi terus terang hati bocah SD itu kadang ikut sedih. Di situ ada wajah Ade Irma Suryani, putri kesayanganmu. Rahimahallah. Dia tersenyum manis di foto. Tentu sedih mengenangnya, Tuan Jenderal
.
Maafkan, Tuan Jenderal
.
Surat bersejarah itu akhirnya ketemu lagi. Iya terus terang kertas  penuh kenangan tersebut pernah hilang. Bertahun-tahun lamanya. Sampai tetiba, Syawal 1441 ini ketemu lagi. Sebuah amplop putih dan selembar isi surat di dalamnya. Terselip rapi di sela tumpukan buku-buku di rumah.
.
Di sudut kiri atas, tertulis nama lengkapmu tuan. A.H Nasution (Jenderal TNI Purn.) Juga alamat lengkapmu. Tertulis. Jalan Teuku Umar No. 40 Jakarta Pusat
.
Di bagian tengah amplop. Dan ini yang bikin bocah SD itu selalu senang. Di sana namanya diketik rapi. Tertulis. Kepada ananda Masykur Suyuti. Jl. Taraweang 21 Kompleks Tonasa II Bungoro, Pangkep (Sulsel).
.
Maafkan, Tuan Jenderal
.
Surat itu kini disimpan kembali oleh bocah SD itu. Isinya dibacanya baik-baik lagi. Dalam surat itu tertanggal 23 Januari 1989. Aduhai. Keberuntungan apalagi ini. Itukan berarti sehari setelah tanggal dan bulan kelahiran anak kecil itu?
.
Ah pastinya bukan itu yang penting. Tuan Jenderal tentu punya maksud yang lebih hebat. Setidaknya memberi pelajaran emas kepada bocah SD. Bahwa masa depan dan pertolongan Allah sangat dekat. Asal keyakinannya benar-benar kokoh. Asal dia rajin ibadah dan menjaga akhlaknya selalu.
.
Maafkan, Tuan Jenderal
.
Mungkin anak SD Tonasa itu sudah berpuluh kali menonton film kekejaman Partai Komunis Indonesia (PKI). Juga sudah membaca tulisan-tulisan berserak tentang Pancasila yang tuan pernah perjuangkan. 
.
Tetapi hingga sekarang, bocah tersebut seperti masih ragu. Apakah pernah ia berkorban untuk keselamatan bangsanya? Khidmat apa yang sudah dibaktikan bagi para pahalawan tersebut?
.
Maafkan, Tuan Jenderal
.
Kadang, kami pun mengaku cinta kepada Pancasila. Juga mengaku sayang kepada sesama anak bangsa Indonesia. Selalu ribut soal bangga jadi anak Indonesia. Tapi, soal bukti yang riil, kami persis sama dengan bocah SD itu. Tak tahu mau jawab apa padamu, Tuan Jenderal
.
Senin, 1 Juni 2020
Masykur Suyuti, Wartawan Hidayatullah dan Penulis


Powered by Blogger.
close