Sebuah Cita-cita Emas

Oleh : Albarrahman

Kembali menyapa sahabat pena lagi, melewati masa pandemi tidak akan pernah menghalangi kita semua berjuang dan terus menanamkan cita-cita kepada pendidik. Selama dua tahun berkiprah mengajarkan anak-anak Sekolah Dasar selalu saya tanamkan cita-cita mulia sebelum membuka atau pun menutup pertemuan di kelas. Ya memang mereka masih anak SD tapi kita percaya mereka adalah pemilik saham kepemimpin untuk masa 20, 30 atau 40 tahun mendatang. Yuk semai benih cita-cita mulia ke mereka.

Mari melompat ke sejarah, masih ingatkah kita pada masa rainance atau masa pencerahan di Eropa kala bangsa itu masih gelap bahkan belum mengenal sebuah peradaban maju dengan budaya ilmu pengetahuan yang kuat. Nah, teramat banyak ilmuan muslim menyumbangkan kemajuan dan budaya ilmu bagi peradaban kala itu dan hingga kini masih bisa dirasakan sumbangsih mereka.

Ilmuan Islam turut mempelopori pelita peradaban kemajuan zaman. Paling populer di dunia sains kita kenal Aviciena dalam sebutan Eropa yang lebih lazim umat muslim mengenalnya Ibnu Sina nama sesungguhnya dari sang bapak peradaban ilmu kedokteran ini. Lalu, tak kalah penting ada nama Ibnu Khaldun seorang tokoh muslim abad pertengahan yang berhasil menyumbang pemikiran besar dalam ilmu sejarah dan sosial peradaban sejarah bangsa, teori dan gagasannya masih relevan hingga hari ini. Karya melegenda beliau berjudul Muqaddimah.

Menyajikan hal di atas adalah bentuk teladan besar, selanjutnya kita bisa melihat bagaimana Sulthan Al Fatih mendapat pendidikan dari Ayah dan Gurunya tentang arti sebah cita-cita dan tentu dengan Tsiqah keilmuan yang mendalam pula. Saat usia emasnya tepat kisaran 6-7, suatu hari dari kejauhan tembok Konstantinopel. Ayah dari Al Fatih kecil menunjuk dari kejauhan dan berkata, “kelak... taklukan dan jadilah engkau anakku sebaik-baik pemimpin yang memimpin pasukukan terbaik”. Inilah sekelumit cuplikan dialog yang sangat familiar dalam sejarah yang kita kenal.

Hal berharg dari dialog tentang arti sebuah cita-cita yang ditanmkan kepada generasi penerus meski berusia masih sangat belia. Tentu hal ini akan sangat melekat di benak mereka, layaknya kisah Al Fatih ini di masa golden Agen-nya lalu cita-cita itu kuat tertanam dalam sanubarinya.

Secara saintifik ini bisa dibktikan, semisal jika kita ingat lagi bahwa surah Al-Qur’an yang dihafalkan sejak kecil itu sangat kuat melekat dalam hafalan. Begitupun dengan cita-cita dan cinta yang ditanamkan sejak kecil akan kejayaan dan kemenangan dalam arti yang sesungguhnya. Maka hal
tersebut akan termat membekas dan menjadi ruh kuat bag jiwa.

Tanpa harus menyalahkan keadaan dan sulitnya kondisi saat ini, mari meyalakan cerahnya peradaban dengan menanamkan cita-cita luhur pada generasi penurus! Kita menantikan Aviciena baru, Ibnu Khaldun milenial dan sosok kuat layaknya Al Fatih. Dan harapan besar itu ada di generasi penerus.

Akhirnya sebagai penetup,
Kala mentari berufuk dari timur nun jauh
Tolong kembalikan segala hujjah
Betapa kami ingin menyemai cita-cita

Kami tak ingin hanya berlabu di sejarah
Tentang masa yang pernah jaya
Berjuang lalu merayakan cinta berbalut cita-cita

Yogyakarta, tertanggal cita-cita yang membara

Albarrahman, Pendidik dan Penikmat Sejarah, tinggal di Yogyakarta
Powered by Blogger.
close