Karena Cinta

Oleh : Jamil Azzaini

Ada yang bertanya kepada saya “pak boleh tahu, bagaimana agar saat kita menjadi pemimpin, selain kita mendapat cinta dari anggota tim, kita juga mendapat cinta dari Tuhan kita?” Pertanyaan ini mengingatkan saya kepada penjelasan salah satu guru spiritual saya. Saat menjelaskan tentang hal ini, ia mengandaikan kita punya tiga orang anak, sebut saja namanya Juni, Juli dan Agus.

Si Juni hobinya hanya meminta kepada orang tuanya tetapi tidak mau bekerja. Si Juli mau mengerjakan sesuatu apabila ada imbalannya, dengan kata lain si Juli sering berkata “saya dapat apa?” Sementara si Agus, saat diminta tolong atau disuruh oleh orang tuanya selalu mengerjakan dengan sebaik-baiknya penuh suka cita, jauh dari keluhan.

Saat ditanya kepada Agus “mengapa kamu tidak meminta sesuatu kepada orang tuamu?” Si Agus menjawab “orang tuaku sudah memberikan begitu banyak nikmat sejak saya dalam kandungan hingga sekarang, malu ah kalau saya banyak menuntut kepada mereka.”

Apabila Anda orang tua dari Juni, Juli dan Agus, mana kira-kira diantara ketiga anak tersebut yang paling Anda cintai? Saya yakin sebagian besar Anda menjawab sama seperti saya, memilih Agus. Dan bila Agus meminta sesuatu pasti dengan suka cita kita akan memberikan kepadanya.

Meski tidak bisa disamakan, tetapi begitu pula cara Allah swt mencintai hamba-Nya. Si Juni mewakil sosok seseorang yang mendapat banyak nikmat dari Allah swt namun enggan beribadah kepada-Nya. Ia sudah diberi berlimpah nikmat berupa kehidupan, oksigen gratis, panca indera cuma-cuma, dan berbagai nikmat lainnya. Namun saat diminta mengingat-Nya termasuk beribadah kepada-Nya, ia berpaling.

Sementara si Juli mewakili sosok seseorang yang “transaksional” melakukan ibadah karena mendapat imbalan. Sholat dhuha karena ingin mendapat rezeki. Sedekah supaya rezekinya berlimpah, hormat ke orang tuanya agar bisnisnya lancar dan lain sebagainya. Dorongan utama melakukan sesuatu karena imbalan, baik itu imbalan di dunia maupun imbalan berupa pahala dan sejenisnya.

Sementara Agus, mewakili sosok seseorang yang melakukan sesuatu karena cintanya kepada Allah swt. Tugasnya sebagai hamba menjalankan semua yang diperintahkan-Nya dan menjauhi segala yang dilarang-Nya dengan penuh suka cita, minim keluhan dan minim penyangkalan. Dia menikmati prosesnya, dia sangat mensyukuri berbagai nikmat yang pernah didapatnya. Dia melakukan sesuatu hanya semata-mata mengharap cinta dan ridho dari sang Maha.

Bila kita refleksikan kepada diri kita, kira-kira kita termasuk yang mana, Juni, Julia atau Agus? Dan semoga kita termasuk seseorang yang terus berusaha menjadi seperti Agus. 

Setuju?

Sumber : www.jamilazzaini.com

Powered by Blogger.
close