Ketika Hasan Al-Bashri 'Mendemo' Pemimpin Zholim
By: Khairul Hibri
Hasan Al-Bashri termasuk dari segelintir ulama yang berani menyuarakan kebenaran di zamannya, terutama di depan pemimpin yang dinilai lalim, meski untuk itu nyawa menjadi taruhannya.
Saban hari, Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi, pemimpin lalim yang berkuasa di Irak, merancang mega proyek; pembangunan istana yang megah untuk dirinya di kota Wasit. Selesai pembangunan, ia pun mengundang para khalayak ke istana tersebut guna melihat-lihat kemegahan istana barunya serta meminta kepada mereka untuk didoakan.
Mendengar informasi tentang perkumpulan itu, Hasan Al-Bashri tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menyampaikan nasehat-nasehat serta teguran langsung kepada sang pemimpin. Di tengah-tengah kerumunan itu sang Imam berdiri dan menyampaikan khuthbahnya. Di antara poin yang disampaikan;
“Kita mengetahui apa yang dibangun oleh manusia yang paling kejam. Dan kita dapati Fir’aun yang membangun istana yang lebih besar dan lebih megah dari pada bangunan ini. Namun kemudian Allah membinasakan Fir’aun beserta apa yang dibangunnya. Andai saja Hajjaj sadar bahwa penghuni langit telah membencinya dan penduduk bumi telah memperdayakannya…”
Kritik dan kecaman terhadap kepemimpinan Hajjaj terus disampaikan oleh Hasan al-Basyri dalam khuthbahnya, hingga terdapat beberapa orang mengkhawatirkan keselamatan sang Imam dan memintanya menyukupi khuthbah.
“Wahai saudaraku, Allah SWT telah mengambil sumpah dari ulama agar menyampaikan kebenaran kepada manusia dan tak boleh menyembunyikannya,” balas sang Imam.
Benar saja. Ketika berita tentang khuthbah Hasan Al-Bashri sampai kepada Hajjaj, ia murka luar biasa. Keesokan harinya, ia kumpulkan para pejabatnya dengan memendam amarah. Kemudian di hadapan mereka ia luapkan ;
“Celakalah kalian ! seorang dari budak-budak Basrah itu memaki-maki kita dengan seenaknya dan tak seorangpun dari kalian yang kuasa mencegah dan menjawabnya. Demi Allah, akan kuminumkan darahnya kepada kalian, wahai para pengecut!,” ucapnya kasar.
Tak lama berselang, pemimpin zholim inipun mengeluarkan titah kepada pengawalnya untuk bersegera menyiapkan pedang serta algojonya dan menyuruh prajurit yang lain untuk menangkap Hasan-Al-Bashri.
Hasan Al-Bashri pun digelandang untuk menghadap sang penguasa; Hajjaj. Semua mata mengarah kepadanya dengan hati berdebar-debar, menanti vonis yang akan dijatuhkan kepada sang Imam.
Begitu kedua sorot mata Hasan Al-Bashri tertuju pada seorang algojo bersama pedang terhunus yang berdiri tepat di tempat eksekusi hukuman mati, Hasan Al-Bahsri nampak menggerak-gerakkan bibirnya, seakan tengah membaca sesuatu. Lalu, ia pun berjalan mendekati Hajjaj dengan ketabahan seorang mukmin, kewibawaan seorang muslim dan kehormatan seorang dai di jalan Allah.
Melihat ketegaran yang diperlihatkan oleh Hasan Al-Bashri, entah pergolakan apa yang terjadi dalam diri Hajjaj, mentalnya tiba-tiba menjadi ciut, terpengaruh oleh wibawa yang terpancar dalam diri Hasan Al-Bashri. Ia justru berkata kepada beliau dengan nada ramah; “Silakan duduk di sini, wahai Abu Sa’id, silakan,” tuturnya mempersilakan sang imam duduk dikursinya.
Semua hadirin terheran-heran dengan peristiwa yang mereka lihat. Selanjutnya, ketika sang Imam telah duduk di kursi, Hajjaj lalu menoleh kepadanya, seraya menanyakan berbagai masalah agama, dan dijawab oleh Hasan Al-Bashri dengan jawaban-jawaban yang menarik serta mencerminkan akan pengetahuannya yang luas.
Merasa cukup dengan hajatnya, Hajjaj berkata kepada sang Imam, “Wahai Abu Sa’id, Anda benar-benar tokoh ulama yang benar-benar hebat.” Hajjaj kemudian menyemprotkan minyak ke jenggot Al-Bashri, lalu diantarkan sampai di depan pintu.
Sesampainya di luar istana, pengawal yang mengikuti Hasan Al-Bahsri berkata; “Wahai Abu Sa’id, sesungguhnya Hajjaj memanggil Anda dengan keperluan yang lain. ketika Anda masuk dan melihat algojo dengan pedang terhunusnya, saya melihat Anda membaca sesuatu. Apa sebenarnya yang Anda lakukan ketika itu,” selidik si pengawal penuh penasaran.
Beliaupun membongkarnya; (Aku berdoa) “Wahai Yang Maha Melindungi dan tempatku bersandar dalam kesulitan, jadikanlah amarahnya (Hajjaj) menjadi dingin dan menjadi keselamatan bagiku sebagaimana Engkau jadikan api menjadi dingin dan keselamatan bagi Ibrahim,” pungkas beliau.
Khairul Hibri, Wartawan Hidayatullah
Sumber FB Khairul Hibri
Post a Comment