Kita Butuh Bahagia Bukan Sekedar Senang


Oleh : Imam Nawawi 

APAKAH susah dan senang itu ada dalam kehidupan dunia ini? Sebuah pertanyaan sederhana tentunya. Tetapi, adakah nikmat hidup yang lebih luar biasa yang bisa manusia dapatkan selain melalui perjuangan?

Dalam satu sesi taushiyahnya, Ustadz Abdullah Said berkata, “Tanya dan silakan bandingkan. Mana yang lebih bahagia orang yang baru pulang dari luar negeri dibandingkan dengan orang yang malamnya digunakan untuk Tahajjud!”

Dalam kata yang lain, hidup nikmat itu tidak bisa diperoleh dengan sensasi, gengsi apalagi sekedar mimpi. Kalau bicara senang, binatang sudah cukup senang. Itulah mengapa tak ada air mata dalam kehidupan ayam, kambing, dan yang lainnya. Dan, kalau sebagai manusia yang dikejar sebatas kesenangan, Allah sebut orang-orang seperti itu “kal an-‘am” (seperti binatang ternak).

Dengan demikian, orientasi hidup manusia sejatinya bukan pada kesenangan apa yang diperoleh tapi perjuangan (jihad) seperti apa yang ditempuh. Tanpa perjuangan menuju jalan Allah, sungguh kebahagiaan tidak akan benar-benar bisa didapatkan.

Ø£َÙ…ْ Ø­َسِبْتُÙ…ْ Ø£َÙ†ْ تَدْØ®ُÙ„ُوا الْجَÙ†َّØ©َ ÙˆَÙ„َÙ…َّا ÙŠَعْÙ„َÙ…ِ اللَّÙ‡ُ الَّØ°ِينَ جَاهَدُوا Ù…ِÙ†ْÙƒُÙ…ْ ÙˆَÙŠَعْÙ„َÙ…َ الصَّابِرِينَ

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk Surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad (berjuang) di antara kamu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 142).

Surga adalah puncak kebahagiaan. Dalam tafsirnya Ibn Katsir menjelaskan, “Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk surga, padahal kalian belum diuji dengan peperangan dan berbagai penderitaan.”

Rasulullah bukan tidak sedih ketika sang putri, Fatimah Az-Zahrah kedua tangannya melepuh karena setiap hari menggiling gandum. Beliau sadar itu berat bagi putri kesayangannya. Akan tetapi itu harus dijalani sebagai bekal mendapatkan kebahagiaan.

Suatu waktu Nabi malah mencium tangan orang biasa dalam status sosial, bahkan seorang pembelah batu yang hasil kerjanya dijual di pasar. Tangan kasar itu dicium oleh Nabi karena perjuangannya mendapatkan rezeki yang halal.

Jadi, jihad itu sangat luas, perjuangan itu bisa apapun, asalkan demi menjaga kemuliaan diri di hadapan Allah, sekalipun itu berat, itulah perjuangan yang harus dilakukan dan diupayakan sepanjang hayat.

Konkretnya kita bisa belajar banyak dari kehidupan Amirul Mukminin, Umar bin Khathab. Sosok pemimpin umat yang meskipun kekuasaannya terus meluas, panglima, gubernur, dan pasukannya gagah berani dalam medan jihad, beliau membuat banyak pihak musuh heran sekaligus kagum.

Bukan karena busananya yang mewah dan malah, tetapi karena saat ditemui ternyata sang Amirul Mukminin adanya nyaris selalu di bawah pohon kurma sedang rebahan tanpa pengawal dan pengamanan.

Dalam kata yang lain, ada kah manusia di muka bumi ini, terutama di era sekarang yang kebahagiaannya selevel dengan kebahagiaan Umar bin Khathab radhiyallahu ‘ahnu?. Jadi, kalau jiwa seseorang memang ingin bahagia, bukan hawa nafsu yang dia umbar. Tetapi penempaan diri, sabar, tawakkal, dan terus berharap hanya kepada Allah.

Kata Ustadz Abdullah Said kalau benar ingin bahagia dan sabar dalam perjuangan meraih kebahagiaan, mulailah dengan memperbaiki kualitas syahadat (halaman 29).

Kalau syahadat beres, insya Allah apapun perintah Allah mudah dijalankan. Jika tidak maka syahadatnya impoten (halaman 30). Apa yang bisa diraih oleh orang yang tidak punya kekuatan untuk berjuang?

IMAM NAWAWI, Ketua Pemuda Hidayatullah

Powered by Blogger.
close