Agar Masalah Tidak Lagi Menjadi Masalah


Oleh : Jamil Azzaini

Dua puluh tahun yang lalu, saya pernah mengalami masalah yang datang bertubi-tubi tiada henti. Bisnis bangkut, istri dirawat di ruang ICU, debt collector yang sering meneror dan derita-derita lainnya. Fakta ini membuat saya tertekan, stres dan terkadang mengalami kebingungan yang tiada ujung pangkalnya.

Saat saya mengadu ke mentor saya, ia hanya berkata “Setiap masalah tidak bisa diselesaikan. Jangan fokus menyelesaikan masalah, buat dirimu bertumbuh jauh lebih besar dan lebih kuat maka masalahmu menjadi tidak relevan.” Ia menambahkan dengan membuat analogi “bagi anak di bawah usia tiga tahun, membawa tas laptop itu berat. Namun bagi kita, membawa tas laptop itu ringan. Mengapa? Karena kita sudah jauh lebih besar dibandingkan tas laptop tersebut. Tas laptop sudah tidak menjadi masalah lagi bagi kita, sudah tidak relevan.”

Sejak itu, saya pun mencari tahu, bagaimana caranya agar kita bisa tumbuh lebih kuat dan lebih besar agar berbagai masalah yang kita hadapi menjadi tidak relevan lagi. Kita bisa menikmati hidup karena masalah sudah tidak lagi mendikte kehidupan kita.

Berdasarkan pengalaman pribadi saya dan juga pengalaman saya memberikan treatment kepada banyak orang serta diskusi saya dengan sahabat dan guru saya mas Ahmad Faiz Zainuddin usai ia belajar keliling dunia, maka menurut saya, ada tiga langkah yang perlu kita lakukan agar kita bisa tumbuh lebih cepat dan kuat. Mau tahu? Berikut penjelasannya.

Pertama, Menggunakan “What If” Question (Bagaimana Jika?). Saat saya mau keluar dari Dompet Dhuafa (DD) Republika dan berganti profesi menjadi Inspirator pada tahun 2004, saya mengajukan pertanyaan ini. Bagaimana jika saya keluar dari DD Republika? Bagaimana jika saya ditolak pasar? Bagaimana jika latar belakang pendidikan Inspirator haruslah Psikologi?

Begitu pula saat saya menyiapkan pensiun dini dari CEO Kubik Leadership, dua tahun sebelum pensiun, saya sudah mengajukan pertanyaan “Bagaimana jika saya pensiun dari CEO Kubik Leadership? Bagaimana jika penghasilan tetap saya berkurang? Bagaimana jika ilmu-ilmu saya sudah tidak relevan dengan kebutuhan client? Dengan mengajukan pertanyaan Bagaimana Jika…? Saya lebih siap menghadapi apa yang terjadi.

Kedua, Terus bertumbuh. Awal dari perilaku kita adalah mindset, maka kita perlu memiliki Growth Mindset. Anda bisa memperdalam tentang Growth Mindset dengan membaca buku karya Carol Dweck yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Tidak cukup mindset, sikap dan perilaku kita pun perlu terus bertumbuh. Kita perlu secara berkala menghilangkan dan mengurangi hal-hal yang tidak perlu, meningkatkan yang sudah menjadi kelebihan kita dan selalu menciptakan hal-hal baru.

Keahlian pun perlu ditingkatkan bahkan kita perlu terus menambah keahlian baru yang relevan dengan kebutuhan kini dan masa depan. Jangan pernah berhenti belajar. Dengan ini, kita terus bertumbuh.

Ketiga, Fokus kepada kelebihan dan peluang masa depan. Bila kita fokus kepada kelebihan dan kekuatan, yang ada dalam diri kita adalah rasa syukur yang berlimpah. Dan rasa syukur ini akan mengundang banyak kebaikan lainnya mendekat kepada kita. Selain kita fokus kepada kehidupan saat ini, kita pun perlu memikirkan berbagai peluang yang ada dimasa depan. Hal ini akan membuat kita selalu siap dengan apapun perkembangan yang terjadi di masa yang akan datang. Hal ini sejalan dengan pendapat David L Cooperrider & Diana Whitney yang dituangkan dalam bukunya Appreciative Inquiry: A Positive Revolution in Change.

Nah, apabila Anda masih sering merasa menghadapi masalah yang datang silih berganti, saatnya Anda melakukan tiga hal tersebut di atas agar masalah menjadi tidak relevan lagi bagi Anda. Selamat mencoba.

Jamil Azzaini, Penulis Buku dan Motivator Sukses Mulia

Sumber : www.jamilazzaini.com

Powered by Blogger.
close