Setiap Ibu Berhak Memiliki Anak yang Sangat Mulia⁣


Oleh: Mohammad Fauzil Adhim⁣

Dia tidak yatim. Tetapi ayahnya berangkat ke medan jihad fii sabiliLlah ketika ia masih dalam kandungan. Ayahnya terhalang untuk segera kembali ke Madinah. Tidak tanggung-tanggung. Bukan setahun, bukan dua tahun. Tetapi berpuluh tahun. Satu rentang waktu yang cukup untuk mengantarkan Rabi’ah Ar-Rayyi ibn Al-Farrukh tumbuh menjadi sosok manusia dewasa tanpa kehadiran seorang ayah. Meskipun ayahnya ghaib alias tidak hadir dalam proses tumbuh kembangnya (fatherless), Rabi’ah Ar-Rayyi ibn Al-Farrukh tumbuh menjadi pribadi yang sangat matang, kokoh dan memiliki ilmu sangat tinggi. Dialah ulama hadis terbaik di kalangan tabi’in. Di antara yang berguru kepadanya adalah Imam Malik, guru dari Imam Syafi’i.⁣
Sebuah pelajaran, fatherless tidak menghalangi Rabi’ah Ar-Rayyi menjadi pribadi yang agung, sosok dermawan yang sangat berilmu. Single parent tetap memiliki hak untuk membesarkan anaknya menjadi pribadi yang hebat.⁣
Berbeda dengan Rabi’ah Ar-Ra’yi ibn Al-Farrukh, pada generasi berikutnya kita menjumpai sosok yang juga ahli hadis. Ia digelari Amirul Mukminin fil Hadis disebabkan kepakarannya dalam bidang hadis yang tidak tertandingi oleh ulama manapun di muka bumi pada saat itu. Ia masih sempat bertemu ayahnya, memperoleh didikannya, tetapi ayahnya wafat di saat ia masih kecil. Selanjutnya ia dididik oleh ibunya hingga ia baligh dan bahkan sampai umur dewasa.⁣
Ketika Sufyan Ats-Tsauri telah dewasa sedangkan ia masih menuntut ilmu, maka ibunya menyuruh menyuruh untuk terus mendalami ilmu hadis. Ibunya menyatakan akan membiayai sepenuhnya, padahal beliau termasuk orang yang sangat miskin. Ibunya memperoleh penghasilan dari upah memintal benang. Ini semua sekaligus menunjukkan bahwa membiayai mukallaf bukanlah kezaliman. Sungguh, sebaik-baik generasi adalah sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in. Dan Sufyan Ats-Tsauri termasuk yang terbaik dari generasi terbaik, yakni generasi tabi’ut tabi’in.⁣
Ibunya berkata, “Wahai Sufyan anakku, belajarlah. Aku yang akan menanggungmu dengan usaha memintalku”. ⁣
“Anakku, jika engkau menulis 10 huruf, lihatlah! Apakah kau jumpai dalam dirimu bertambah rasa takutmu (kepada Allah), kelemah-lembutanmu, dan ketenanganmu? Jika tidak kau dapati hal itu, ketahuilah ilmu yang kau catat berakibat buruk bagimu. Ia tidak bermanfaat bagimu.”⁣
Sekali lagi sebuah pelajaran bahwa setiap ibu berhak untuk memiliki anak yang hebat, bahkan paling hebat di antara orang-orang hebat, meskipun ia sendirian mendidik anaknya. Ia single parent. Pada saat yang sama ia adalah pelajaran bahwa setiap anak berhak untuk meraih kemuliaan yang besar dan derajat yang tinggi, meskipun hampir-hampir tidak merasakan kasih-sayang serta pendidikan dari ayahnya.⁣
Apakah kehadiran ayah tidak penting? Sangat penting. Tetapi jika ayahnya sudah tiada, maka tidak perlu membuatkan patung ayah di rumah agar kehadirannya terasa nyata. Sebaliknya meskipun ayahnya hidup, tidak ghaib (ada tetapi tidak jelas dimana atau ada tetapi praktis tidak hadir dalam kehidupan anak), bahkan bisa lebih buruk manakala ayahnya bukan saja rusak. Lebih dari itu merusak.⁣
***⁣
Memenuhi permintaan pembaca di media sosial, saya tulis sekedar contoh sederhana mengenai orang-orang hebat yang tumbuh tanpa kehadiran ayah. Fatherless. Contoh lain? Masih sangat banyak; di masa itu hingga masa-masa berikutnya yang amat jauh.⁣
Semoga bermanfaat dan barakah.

Mohammad Fauzil Adhim⁣, Penulis Buku-buku Parenting dan Pernikahan
Powered by Blogger.
close