Smart Phone, Smart Muslimah


Oleh: Khairul Hibri

Smart phone telah menjadi bagian kehidupan manusia modern saat ini, tak terkecuali bagi kaum wanita/muslimah. Jangankan kawasan perkotaan. Di pedesaan pun menjamur. Banyak ibu-ibu dan pemudi yang menggunakan gawai. Mudah sekali ditemukan. Di jalan umum, tempat keramaian, ataupun di emperan rumah, sambil mengawasi anak kecilnya yang tengah bermain.

Seperti  sebutannya; smart phone (telepon cerdas/pintar), seharusnya alat ini mampu mengantarkan pemiliknya menjadi sosok-sosok yang cerdas. Bila ia berada di bawah kendali seorang muslimah, maka dengannya muslimah kudu memanfaatkannya untuk menambah kecerdasan diri.

Bukan sebaliknya. Alat komunikasi yang dimiliki kadung cerdas. Tapi yang punya, masih tetap gitu-gitu saja. Bahkan cenderung dibodohi, karena senang mengonsumsi dan mendistribusikan hal-hal yang berunsur hoaks.

Ragam Kecerdasan

Lalu, kecerdasan apa sajakah yang bisa diasah melalui smart phone ini?

Banyak sekali. Tapi dalam catatan singkat ini, penulis mengerucutkan kepada tiga hal saja, yang penulis anggap cukup mendasar.

Pertama, meningkatkan kecerdasan spiritualitas dan intelektualitas muslimah. Untuk mengawali kupasan ini, penulis akan menarik pengalaman pada tahun 2000-an. Saat itu ada seorang sahabat bertutur tentang delimatika seorang muslimah, yang ingin mendalami ilmu Bahasa Arab secara privat.

Persoalannya, gurunya seorang ikhwan (pria). Sebab mencari seorang akhwat (perempuan), akunya sulit. Khawatir menjadi fitnah dan omongan tetangga, akhirnya akhwat dan teman itupun memutuskan untuk mengakhiri les privat Bahasa Arab itu. Meski sejatinya si akhwat

Kok sulit sekali, yah, kalau akhwat mau belajar secara privat,” curhatnya.

Kenapa bisa terjadi demikian? Dimaklumi saat itu smart phone belum semarak seperti saat ini. Untuk konteks kekinian, tidak ada lagi persoalan bagi para muslimah untuk mendalami ilmu-ilmu agama.

Banyak sekali ustadz yang pengetahuan keagamaannya mendalam, memiliki akun media sosial atau chanel youtube. Seperti Ust. Abdul Shomad, Ust. Adi Hidayat, AA Gym, dan sebagainya. Tinggal klik. Sesuka hati.  Pilih tema tertentu yang disukai. Ada akidah, akhlak, sejarah, fiqih, bahasa. Bahkan qiraa’ah  juga ada.

Apalagi di era pandemi ini. Banyak sekali seminar (webinar) atau pun sekolah-sekolah online, baik yang diselenggarakan oleh individu maupun instansi resmi. Semua ini peluang untuk membuka wawasan yang lebih luas lagi.

Bekal ilmu agar menjadi smart muslimah era modern ini sangatlah penting. Karena wasilah ilmu, sebagaimana yang diungkap oleh Imam Syfai’i, akan mengarahkan pemiliknya kepada jalan yang benar. Nuurullah (cahaya Allah SWT). Lebih dari itu, di tangan kaum wanita ini pula diserahkan kepengasuhan generasi-generasi Muslim mendatang.

Terbayang, bagaimana runyamnya generasi masa depan, bila sang ibu, lebih suka ber-selfie dan ber-Tik Tok-ria, ketimbang mendengarkan hal-hal yang positif, yang bisa membangun kecerdasan otak dan  jiwa. Anak akan meniru. Akhirnya lahirlah generasi-generasi lemah yang lebih suka narsis di media sosial, dan abai menghadiri majelis ilmu. Na’udzubillah min dzalik.

Jenis cerdas yang kedua; cerdas ekonomi. Sebelum era smart phone berkembang pesat, kaum wanita dituntut untuk keluar rumah manakala ingin bekerja. Tak ayal, keluarga terutama anak harus ditinggal. Atau dititipkan ke ibu asuh, atau ke tempat penitipan anak.

Era kekinian, sistem kerja kaum wanita seperti itu seharusnya tidak mendominasi lagi. Sebab, bila tujuannya untuk mendapatkan penghasilan. Maka dengan bermodal smart phone di tangan, sudah bisa membangun bisnis dari rumah.

Baca juga: Sayyidah Aisyah: Muslimah Intelek dan Kritis

Pilihannya pun banyak. Bisa dengan mengembangkan skil melalui pelatihan-pelatihan gratis di internet, kemudian dipasarkan. Atau membuka pasar on line. Tidak punya modal banyak, bisa dirintis dengan berperan  menjualkan barang orang lain (reseller/dropship).

Banyak sekali jutawan yang lahir dari bisnis online ini. Pangsa pasarnya sangat besar dan luas. Setali tiga uang. Berlimpah juga sosok-sosok mendadak kreatif gegara smart phone. Misal, keponakan  saya di kampung. Tetiba pandai sekali membuat kue dan memasarkan di daerah sekitar. Laris manis. Padahal mengakunya tidak bisa memasak. Diselidiki, ternyata ilmunya dari internet.

Efek positif yang akan didapat dengan menekuni dunia ini, selain peruntungan ekonomi, juga akan meminimalisir muslimah meninggalkan rumah/keluarga. Dengan demikian, rezeki lancar, keluargapun tidak ambyar. Karena tetap bisa berperan sebagai istri dan ibu secara maksimal di rumah. Insya Allah.

Selanjutnya, kecerdasan yang terakhir; menemukan komunitas nan baik yang senantiasa mengingatkan kepada ketaatan. Bila mendapati, ini adalah anugerah terbesar bagi seseorang. Karena bagaimanapun juga, sebagai orang beriman, butuh asupan ruhani, sehingga tetap bisa istiqomah meniti jalan Allah SWT. Sebab, sifat dasar dari iman; bertambah dan berkurang. “Khairul ash-haabi man yadullu ‘ala al-khairi (sebaik-baik teman adalah yang mengarahkan kepada kebaikan)”

Lebih dari itu. Mereka yang bersahabat dalam ketaatan, akan mendapatkan rahmat dari Allah SWT. Dan kelak di hari akhirat, berpeluang memperoleh naungan langsung dari Allah SWT, di mana tidak ada naungan selain dari naungan-Nya (Riwayat Bukhari dan Muslim).

Dalam konteks media sosial, banyak sekali komunitas yang terhimpun di dalam grup-grup. Baik itu FacebookWhatAppInstagram, dan lain-lainnya. Termasuk juga majelis-majelis ilmu online. Ada yang gratis. Adapula yang berbayar. Tinggal pilih. Cari yang sesuai dengan  keinginan. Kalau tidak sesuai dengan yang diharapkan, tinggal pamit undur diri, kemudian cari komunitas lain.

Seiring dengan menemukan komunitas salihah itu tadi, setali tiga uang, akan mendapatkan tempat curhat yang tepat. Amati sosok-sosok yang kiranya bisa menjadi tumpuan mencurahkan isi hati. Pastikan dia bisa menjaga rahasia. Dengan demikian, terurailah persoalan, tanpa harus terpublikasikan kepada khalayak.

Berbeda sekali bila meluapkannya di beranda medsos. Terkadang bukan solusi yang didapat. Malah cibiran dari teman-teman media sosial. Hal buruknya, urusan privasi menjadi santapan publik.

Jadi, ayo berusaha cerdaskan diri (be smart) dengan wasilah smart phone di genggaman. Insya Allah, status smart muslimah yang disayangi Allah SWT dan Rasul-Nya pun akan diraih. Allahumma aamiin.

*Pengasuh Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman al-Hakim (STAIL), Surabaya

Sumber : www.hidayatullah.com

Powered by Blogger.
close