Pendidikan Guru Keluarga, Langkah Strategis Kebangkitan Umat Islam Indonesia


Oleh: Dr. Adian Husaini

(Ketua Program Doktor Pendidikan Islam -- Universitas Ibn Khaldun Bogor)

Tokoh Islam Indonesia Mohammad Natsir dikenal dengan satu ucapan populernya: “Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh sekelompok guru yang ikhlas berbuat untuk bangsanya!” 

Ucapan itu memang dikutip Pak Natsir dari orang Belanda, Dr. Niuwenhuis. Tapi, makna ucapan itu sebenarnya bersifat universal. Ringkasnya, kebangkitan suatu bangsa ditentukan oleh kebangkitan guru. Orang-orang Pesantren sangat paham akan mahfudzat: “Metode lebih penting daripada materi ajar. Guru lebih penting daripada metode. Dan jiwa guru lebih penting daripada guru itu sendiri.”

Kebangkitan Islam dimulai dari seorang guru terbaik, yaitu Nabi Muhammad saw. Beliau berhasil mendidik murid-muridnya menjadi manusia-manusia terbaik (khairun naas). Para sahabat Nabi itu kemudian melahirkan generasi terbaik berikutnya yaitu  “generasi tabi’iin”; dan selanjutnya lahirlah generasi terbaik ketiga, yaitu “tabi’ut tabi’iin”. 

Lihatlah kebangkitan generasi Shalahuddin, Generasi Muhammad al-Fatih, Generasi Indonesia 1945, dan sebagainya. Peranan para guru begitu dominan. Karena itulah, jika kita ingin umat Islam Indonesia bangkit ke depan, menjadi umat yang kuat, umat terbaik, dan umat yang memimpin Indonesia, maka langkah pertamanya adalah melahirkan guru-guru terbaik. 

*****

Mulai Kamis (20/5/2021), at-Taqwa College Depok (ATCO) membuka program kedua untuk kelas PK3 (Program Kuliah Kepakaran Khusus) Pendidikan Guru Keluarga. Program ini memiliki tujuan antara lain: (1) Menyiapkan orang tua yang punya kepakaran dan kemampuan dalam mendidik anak (2) Menyiapkan orang tua yang mampu menjadi Manajer Pendidikan bagi anak-anaknya (3) Menyiapkan instruktur/guru/dosen bidang Pendidikan Guru Keluarga.

Program ini dilatarbelakangi oleh semakin membudayanya model pembelajaran secara daring (online). Kini, RUMAH sebenarnya telah menjadi institusi pendidikan terpenting dalam proses pendidikan anak, dan orang tua menjadi guru terpenting bagi anak-anaknya. 

Untuk bisa mencari nafkah, orang tua wajib mencari ilmu. Begitu juga, untuk bisa mendidik anak, orang tua pun wajib mencari ilmu.  Di era disrupsi dan kebebasan informasi saat ini, diperlukan para orang tua yang semakin memahami masalah Pendidikan Anak dan berkemampuan mendidik anak-anaknya sendiri. 

Atau, setidaknya, orang tua mampu mengarahkan pendidikan anak-anaknya (menjadi manajer pendidikan) bagi anak-anaknya. Dengan itu, insyaAllah, dari rumah-rumah kita, akan lahir generasi gemilang yang berperan penting dalam proses kebangkitan umat Islam dan bangsa Indonesia. 

PK3 ATCO adalah program kuliah online  bersifat non-formal, berbentuk Pesantren Tinggi, dan tidak memberikan gelar akademis. PK3 mengutamakan keikhlasan dan kesungguhan dalam mencari ilmu, serta mengutamakan adab, untuk meraih ilmu yang bermanfaat. 

Secara kurikulum, insyaAllah PK3 ATCO “setaraf” dengan program kuliah S2. Ada 10 mata kuliah yang harus diambil, termasuk penulisan Thesis. Karena itu, syarat untuk menjadi mahasiswa PK3 Pendidikan Guru Keluarga adalah: orang tua atau calon orang tua yang punya niat dan tekad untuk dapat mendidik anak dengan baik, bersedia mengikuti semua perkuliahan dan menulis Thesis, serta bersedia menerapkan adab kuliah online dan adab-adab pendidikan lainnya. 

Berikut ini adalah mata kuliahnya: (1) Islamic Worldview untuk Keluarga (2) Pendidikan Ideal untuk Keluarga (3) Konsep dan Adab Ilmu dalam Islam  (4) Fiqih Keluarga Sakinah (5)

Kajian  Pemikiran Kontemporer:  Liberalisasi Islam, Pluralisme, Media Sosial, Pornografi,  LGBT , Gender (6) Sejarah Keagungan Peradaban Islam (7) Sejarah Keagungan Peradaban Islam di Indonesia (8) Fiqhud Dakwah untuk Keluarga (9) Pendidikan al-Quran dan Ilmu-Ilmu al-Quran untuk Anak  (10) Kapita Selekta Pendidikan Keluarga: Dialog Tokoh dan Pelaku-pelaku Pendidikan Keluarga (11) Thesis. 

Adapun para dosen yang terjadwal akan mengajar di Program ini adalah: Dr. Adian Husaini, Dr. Nirwan Syafrin, Dr. Muhammad Ardiansyah, Dr. Budi Handrianto, Dr. Akhmad Alim, Dr. Alwi Alatas, Dr. Tiar Anwar Bakhtiar, dan sebagainya. 

Jangan jadi Yahudi

Rasulullah saw sudah mengingatkan, bahwa: “Setiap anak dilahirkan dalam fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR Bukhari).

Dari Hadits Nabi saw tersebut kita bisa memahami betapa pentingnya kemampuan orang tua menjadi guru (pendidik). Maka, sepatutnya, pendidikan kita menjadikan pembentukan orang tua yang baik, sebagai tujuan utamanya. 

Sebab, manusia tidak sama dengan binatang, yang aktivitas utamanya hanya makan-makan dan bersenang-senang (Lihat: QS Muhammad:12).  Sebagai manusia, tugas utama orang tua bukan hanya mencari makan untuk diri dan anak-anaknya, tetapi yang lebih penting lagi adalah mendidik anak-anaknya menjadi manusia yang baik, sebagai hamba Allah dan sebagai khalifatullah fil-ardh, serta menjadi pelanjut perjuangan para nabi. 

Jika tidak paham bagaimana mendidik anak dengan baik, jangan sampai – tanpa sadar – orang tua justru menjadikan anak-anaknya memiliki sifat-sifat seperti kaum Yahudi, Nasrani, atau Majuzi. Salah satu sifat kaum Yahudi yang disebutkan dalam al-Quran adalah sifat materialis dan kecintaan terhadap dunia yang sangat berlebihan. (QS al-Baqarah: 55, 96). 

Untuk dapat mendidik anak dengan benar tentu memerlukan ilmu yang mencukupi. Tidak adil jika untuk dapat mencari makan dengan baik, orang tua mau mengerahkan segenap kemampuan intelektual dan materialnya, tetapi untuk menyelamatkan diri dan anak-anaknya dari api neraka, dan agar mereka tidak menjadi “Yahudi” atau “Nasrani”, justru dilakukan sambilan atau asal-asalan. 

Rasulullah saw sudah mengabarkan, bahwa:  “Hak anak atas orang tuanya (kewajiban orang tua terhadap anaknya) adalah memberi nama yang baik, memberi tempat tinggal yang baik, dan memperbaiki adabnya." (HR. Baihaqi).

Jadi, memperbaiki adab anak (memberikan pendidikan yang benar) adalah kewajiban orang tua terhadap anak. Dengan kata lain, memperoleh pendidikan yang benar adalah hak anak. Hak itulah yang nanti akan dituntut oleh anak-anak kita di akhirat. Sebab, di akhirat nanti, tiap-tiap orang akan menuntut haknya dan setiap orang akan sibuk dengan urusan dirinya sendiri.    “… pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.” (QS Abasa: 34-37).

Patut dicatat, bahwa di zaman modern seperti sekarang, dominasi Yahudi-Nasrani dalam dunia pemikiran dan pendidikan modern sangat kuat.  Karena itu, untuk menghindarkan seseorang agar tidak terjebak ke dalam pemikiran Yahudi-Nasrani pun bukan perkara mudah. 

Rasulullah saw bersabda:  “Sungguh, kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga sekiranya mereka masuk ke dalam lubang biawak sekalipun kalian pasti akan mengikuti mereka.” Kami bertanya; “Wahai Rasulullah, apakah mereka itu kaum Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab: “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR Muslim).

Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa makna hadits Nabi tersebut, bukan berarti orang muslim pindah agama Yahudi atau Kristen, tetapi kaum muslim mengikuti kemaksiyatan dan penyimpangan dari kebenaran yang dikerjakan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. 

Program PK3 Pendidikan Guru Keluarga merupakan satu terobosan di era disrupsi, memanfaatkan kemudahan teknologi informasi untuk meraih ilmu tentang pendidikan keluarga. Inilah salah satu jalan bagi lahirnya keluarga-keluarga muslim teladan yang melahirkan para pejuang dan pemimpin masa depan. Sebab, kunci utama keberhasilan Pendidikan adalah kualitas GURU-nya. Dan guru terbaik dan terpenting, adalah ORANG TUA. Wallahu A’lam bish-shawab. 

Depok, 20 Mei 2021).

Powered by Blogger.
close