Tiga Macam Ilmu yang Bermanfaat


DI SEKELILING kita banyak orang cerdik dan pandai. Meski demikian, tidak semua orang pandai dapat menghasilkan ilmu bermanfaat. Menurut Islam, selain ada ilmu yang bermanfaat dan ada juga ilmu yang kurang manfaat.

Di bawah ini ada tiga macam ilmu yang bermanfaat dalam pandangan Islam:

Pertama, ilmu yang menyebabkan pemiliknya semakin dekat dengan Allah

Tujuan hidup manusia adalah menyembah Allah dan tidak mensyirikannya. Jika dia menuntut ilmu yang menyebabkan lebih dekat dengan Allah, serta bertambah keyakinan dan ibadahnya kepada Allah, maka ilmu tersebut bermanfaat baginya di dunia dan Akhirat. Ilmu ini mencakup ilmu dunia maupun ilmu agama. Ini sesuai dengan firman Allah.

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجْنَا بِهِ ثَمَرَاتٍ مُخْتَلِفًا أَلْوَانُهَا وَمِنَ الْجِبَالِ جُدَدٌ بِيضٌ وَحُمْرٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهَا وَغَرَابِيبُ سُودٌ (27) وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَلِكَ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ (28)

“Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS: Fathir: 27-28).

Ayat di atas menjelaskan bahwa yang takut kepada Allah adalah para ulama, yaitu orang-orang yang mempunyai ilmu. Ilmu di sini mencakup ilmu yang menyebabkan pemiliknya bertambah takut kepada Allah sehingga dia akan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, termasuk di dalamnya ilmu agama dan ilmu dunia.

Tentang ilmu agama, bahwa seseorang yang mempelajari ajaran agama, mengenal tentang Allah melalui firman-firman-Nya, mengenal Asmaa-ul Husna (nama-nama-Nya yang indah) dan sifat-sifat-Nya yang tinggi, mengetahui hukum halal dan haram akan menyebabkan dirinya dekat dengan Allah. Inilah yang disebut dengan Ayat-ayat Qur’aniyah.

Begitu juga ilmu dunia yang mempelajari ciptaan Allah, berupa  makhluk manusia dengan segala seluk beluknya, dari proses penciptaannya, waktu hidupnya hingga akhir hayatnya, banyak mengingatkan kita kepada kekuasaan Allah. Begitu juga ciptaan Allah berupa alam semesta yang membentang dari barat hingga timur juga menunjukkan tanda-tanda kekuasaan Allah. Inilah yang disebut dengan Ayat-ayat Kauniyah.

Oleh karenanya, pada ayat-ayat di atas sebelum menyebut tentang kriteria ulama, Allah menyebutkan terlebih dahulu fenomena alam, dari proses turunnya hujan, tumbuhnya buah-buahan dan pepohonan dengan segala macamnya, gunung -gunung yang menjulang tinggi dengan berbagai warnanya, serta binatang-binatang darat, laut dan udara dengan berbagai jenisnya. Semuanya menunjukkan bahwa ulama yang takut kepada Allah tidak terbatas pada ulama agama, tetapi juga ulama yang mengetahui alam semesta dan ciptaan-ciptaan Allah yang lainnya.

Kedua, ilmu yang diamalkan, diajarkan dan disebarkan, sehingga masyarakat merasakan manfaat darinya 

Oleh karena itu, orang berilmu dilarang menyembunyikan ilmunya dengan sengaja. Ini sesuai dengan firman Allah,

وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلَا تَكْتُمُونَهُ

“Dan (ingatlah), ketika Allâh mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): ‘Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan janganlah kamu menyembunyikannya.” (QS: Ali Imran: 187).

Di dalam hadits  Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi ﷺ bersabda,

مَا مِنْ رَجُلٍ يَحْفَظُ عِلْمًا فَيَكْتُمُهُ إِلَّا أُتِيَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُلْجَمًا بِلِجَامٍ مِنْ النَّارِ

“Tidak ada seseorang yang hafal suatu ilmu, namun dia menyembunyikannya, kecuali dia akan didatangkan pada hari kiamat dengan keadaan dikekang dengan tali kekang dari Neraka.” (Hadist Hasan & HR. Ibnu Majah).

Di dalam pepatah Arab disebutkan: “Ilmu yang tidak diamalkan bagaikan pohon yang tidak berbuah.”

Ketiga, ilmu yang manfaatnya langgeng, walaupun pemiliknya telah meninggal  

Ini sesuai hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,

إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika manusia meninggal maka semua amalannya terputus kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakan untuknya.” (HR: Muslim)

Ini dikuatkan dengan sabda Rasulullah ﷺ:

مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا إلى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

“Siapa yang memulai untuk memberi contoh kebaikan (dalam Islam) maka ia mendapat pahala perbuatannya dan pahala orang-orang yang mengikuti (meniru) perbuatannya itu sampai hari Kiamat.” (HR: Muslim).*/Dr. Ahmad Zain an Najah, MA,  Pusat Kajian Fiqih Indonesia (PUSKAFI). Website: www.ahmadzain.com

Powered by Blogger.
close