Memimpin Itu Bertindak


Oleh: Budi Handrianto

Memimpin itu bertindak dan bertanggung jawab. Ia bertindak sebagai bentuk tanggung jawab yang diamanahkan kepadanya karena ia seorang pemimpin. Maka, menjadi pemimpin yang asli itu sebenarnya tidak enak. Leiden is Lijden. “Memimpin itu adalah jalan menderita,” kata Mr. Kasman Singodimedjo. Kalau kata pepatah Jawa pemimpin sejati itu “sakti tanpa aji, nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake”.

Dulu ketika masih kerja di sebuah perusahaan perkebunan sawit, saya punya sahabat sekantor, namanya pak Suwardi. Beliau adalah pimpinan yang mengepalai operasional kebun. Sudah menjadi kebiasaan jika pimpinan datang ke kebun, ia ikut apel pagi dan memberikan motivasi kepada karyawan. Salah satunya beliau cerita pengalamannya ketika pertama kali menjadi asisten afdeling (asisten adalah seseorang yang mengepalai satu afdeling, yaitu luasan terkecil perkebunan sawit sekitar 800 ha sampai 1000 ha. Biasanya sarjana pertanian fresh graduate ditempatkan sebagai asisten afdeling).

Sebagai asisten baru, muda dan belum berkeluarga, setiap sore ia berkeliling memeriksa kondisi perumahan karyawan. Suatu ketika, perumahan emplasmen (karyawan) sepi. Hanya ada anak-anak kecil bermain di halaman rumah. Rupanya orang-orang sedang berkumpul di kantor afdeling. Ceritanya ada seorang karyawan yang dituduh selingkuh dengan istri karyawan lain dan sedang disidang oleh mandornya. Kawan kita ini masuk dan duduk di belakang memperhatikan persidangan tersebut. Lama sekali bantah-bantahan antara yang menuduh, yang dituduh dan sang mandor dan hari hampir gelap. Di meja hanya ada lampu teplok di tengah dan beberapa gelas es teh hidangan.

Melihat “sidang” yang bertele-tele tersebut, kawan kita ini gregetan, tapi ia tidak tahu bagaimana harus menyelesaikan masalah pelik ini. Yang ia tahu, semua adalah anak buahnya dan ia harus membantu menyelesaikan masalah ini. Dan ketika suasana makin memanas, di tengah ketidaktahuannya ia bangkit dan mengambil gelas yg berisi air teh, lalu dibantingnya keras-keras ke lantai. Duaar!! Keras sekali. Semua kaget, termasuk dirinya. Tak disangka, karyawan yang selingkuh itu langsung sujud memeluk kakinya, mengakui dan minta ampun-minta ampun. Singkat cerita selesailah masalah mereka malam itu.

Kadang, sebagai pemimpin kita tidak tahu bagaimana menyelesaikan masalah di dalam tim. Tapi berbuat sajalah. Mungkin salah, tapi kita sudah berbuat sebagai bentuk pertanggungjawaban kita.

Saya pernah membawa tim saya satu divisi HRD outing di Citarik, Sukabumi. Malam hari setelah sesi sharing, tim istirahat untuk besok main arum jeram. Tiba-tiba ada satu staf perempuan jatuh pingsan. Saya yang sudah hampir tidur pun bergegas ke TKP. Saya pikir mungkin dia kecapekan. Ketika teman-teman berusaha membangunkan dari pingsannya dengan minyak kayu putih dan sebagainya, ternyata ia mendadak bangun dan sorot matanya berbeda dari biasanya. Ternyata ia kerasukan atau diganggu jin situ. Saya pun mundur karena bukan ahlinya menangani hal ini.

Ada anak buah saya yang lain yang tahu soal begituan saya minta menjaganya sampai orang setempat datang menangani. Sambil menunggu saya duduk di luar bersama kawan-kawan yang lain sambil ngobrol. Lalu saya lihat dari luar terjadi “perkelahian” di dalam ruangan antara anak yang kemasukan dan dua pria anak buah saya itu. Dan kelihatannya dua anak laki-laki tsb kewalahan menangani jin yg ada di anak perempuan tsb.

Tiba-tiba saya kok merasa dilecehkan oleh itu jin. Ini anak buah saya diganggu kok enak betul dia. Akhirnya saya masuk ke ruangan, itu anak yang kesurupan saya pukul pahanya berkali-kali sambil teriak, “Keluar! Ayo keluar! Keluar nggak!” Saya pukul berkali-kali sampai dia terdiam dan lama-lama jinnya pergi. Alhamdulillah, karena keterpaksaan dan tanggung jawab sebagai pemimpin, saya berhasil mengusir jin yang mengganggu anak buah.

Ternyata kalau kita bergerak dan berbuat Allah akan tunjukkan jalannya, terutama di detik-derik terakhir. Seperti Nabi Musa yang tidak tahu tongkatnya akan jadi ular dan membelah lautan, atau Nabi Ibrahim yang api menjadi dingin ketika membakar dirinya.

Maka, sekali lagi, memimpin itu berbuat. Jangan bilang itu bukan urusan saya. Itu bukan domain saya. Itu bukan wewenang saya. It is not my business. Kalau sudah nggak sanggup, lebih baik mundur saja. Mundur lebih terhormat dari pada memaksakan diri menjadi pemimpin.

Noel M. Thichy dalam bukunya yg terkenal The Leadership Engine, di poin terakhir mengatakan, “The best leaders know when it’s time to leave. Para pemimpin terbaik tahu kapan waktu yg tepat untuk mundur.”

Sumber : www.jamilazzaini.com

Powered by Blogger.
close