Jika Semua Kita Keluhkan
Oleh : Hamid Abud Attamimi
HIDUP selalu ada pasangan pada setiap momen atau peristiwa. Tak cuma pada diri kita, bahkan pada alam disekitar, ada hujan dan panas, ada tumbuhan yang mekar dan layu, kucing kecil yang lucu berlarian kini sudah tumbuh besar mencari pasangan.
Ini tak patut cuma sekedar kita maknai sebagai fenomena alam, sebagai Muslim, hendaknya kesemuanya itu harus makin mempertebal keyakinan akan kemahakuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
سُبْحٰنَ الَّذِيْ خَلَقَ الْاَزْوَاجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنْۢبِتُ الْاَرْضُ وَمِنْ اَنْفُسِهِمْ وَمِمَّا لَا يَعْلَمُوْنَ
“Mahasuci (Allah) yang telah menciptakan semuanya berpasang-pasangan, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka sendiri, maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.” (Qur’an, Surat Yasiin:36)
Inilah Sunnatullah, sebagaimana janji-NYA, bahwa semua akan dipergilirkan, dan DIA melakukan semua itu atas murni kehendak-NYA. Sejatinya pengalaman berbeda pada apa-apa yang kita alami, niscaya akan berdampak pada ketahanan mental spiritual kita, seperti Allah sudah mengisaratkan dalam Al-Qur’aan, yaitu kita tidak terlalu gembira atas apapun yang kita raih dan bersedih atas apa yang luput.
Namun khilaf sering menyergap, ketika sesuatu yang tidak kita inginkan terjadi, lazim sebagai musibah kita mengistilahkannya, lantas kita mengeluh berkepanjangan. Padahal Sabar lah yang justru akan menjadi Penolong kita, semua berawal dan berakhir atas kehendak-NYA, bahkan mungkin kebaikan itu justru pada sesuatu yang tidak kita sukai.
Kita sering lebih mampu menyadari ketika kehendak-NYA terjadi pada orang lain, misalnya terucap dari diri ketika mendengar si Fulan wafat, lalu kita bergumam:”Ya.. dia sudah lama sakit.”
Atau ketika mendengar seorang teman mengalami musibah. kita berceletuk:”Dia sering ceroboh dan tidak hati-hati.”
Dengan lebih bijak kita sesekali berujar:”Itu sudah Qadarullah, dan tertulis disisi-NYA!”
Seandainya, hal yang sama mampu kita cerna dan sadari ketika terjadi pada diri sendiri, tak perlu kita keluh kesahkan, sebab mengeluh tak pernah menjadi solusi, bahkan cenderung membuat kita mencari siapa atau apa yang harus kita persalahkan.
Alih-alih berpikir tenang, introspeksi dan berpikir runut mengapa harus dialami, apa yang tak semestinya kulakukan atau selayaknya dilakukan, kadang kita mempersalahkan Si Fulan yang menyarankan ini itu, atau bahkan hujan dan suasana disekitar.
Saat ini jarak fenomena yang dipersepsikan sebagai musibah makin membayang di pelupuk mata, misalnya sakit, ajal, ketakutan, kehilangan mata pencaharian, kebingungan dalam memutuskan sesuatu, ketidaktahuan tentang apa yang terjadi.. dan banyak lagi, yang itu semua cuma punya arti satu, yaitu ketakberberdayaan kita.
Jika satu persatu hal tersebut di atas, taruhlah tidak semua, satu saja yang kita alami dan lalu kita mengeluh dan berkeluh kesah, bukankah bisa seharian suntuk kita kehilangan kemampuan untuk berpikir sehat?
Padahal yang sudah terjadi tak akan pernah mampu kita mengubahnya, tetapi kita selalu punya peluang untuk mengubah yang belum dan akan terjadi. Tentu.. kita tidak memulainya dengan keluh kesah, atau jika pun kita mesti mengadu. maka mengadulah pada, Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Katakanlah: “Inna Lillahi wa inna ilaihi raji’un”, lalu bersabar dengan tetap bermohon pada Allah akan anugerah sabar dan pertolongan untuk mengambil pelajaran dan menangguk hikmah.
Mengapa? Sebab dengan ini kita tak cuma mampu menyadari kelemahan diri, bahkan kita tau persis selalu ada peluang dan khabar gembira yang dijanjikan-NYA bagi yang bersabar.
Bahkan, kita mampu berbagi pengalaman dan meluaskan kesabaran bagi keluarga dan sahabat.*
Hamid Abud Attamimi, Aktivis Dakwah dan Pendidikan, tinggal di Cirebon
Sumber : www.hidayatullah.com
Post a Comment