Pewarisan Mimpi
Seorang kakek menangis haru usai mendengar salah seorang cucunya melantunkan surat An Naba'.
"Saya dulu baru sampai surat Al Ma'un, guru saya wafat. Alhamdulillah, sekarang sudah ada yang meneruskan," kata sang kakek.
Sekitar tujuh tahun kemudian cucu dari kakek itu selesai menghafal 30 Juz Al Qur'an.
Usia dakwah terlalu panjang untuk ditopang oleh satu atau dua generasi. Dakwah membutuhkan banyak generasi. Dakwah harus terus bergulir hingga hari akhir.
Adakala suatu generasi hanya sempat menyemai benih, generasi berikutnya hanya sempat menyiangi rumput, generasi berikutnya mengairi. Generasi selanjutnya mungkin melihat tanaman saat sedang berbunga, selainnya Allah beri kesempatan bisa memetik buah. Terkadang satu generasi menemui tanaman layu hingga hanya bisa mempertahankan diri dari kepunahan, sembunyi. Setelahnya ada generasi yang menyuburkan ulang lahan lalu menyemai benih kembali.
Seakan mengajarkan bahwa jalan dakwah memang panjang, Nabi Ibrahim 'alaihissalaam tidak berdoa agar dakwah menang pada masa kenabiannya. Beliau berdoa pada Allah agar kelak di tengah-tengah penduduk Makkah diutus seorang Rasul yang membacakan ayat, mengajarkan hikmat, dan menyucikan jiwa umat. Cukuplah meninggikan bangunan Ka'bah menjadi salah satu proyek dakwah yang harus diselesaikan oleh generasinya.
Adanya kesadaran bahwa waktu yang tersedia amat singkat memaksa para da'i untuk memanfaatkan setiap kesempatan yang tiba. Kenyataan akan sumberdaya yang terbatas mengarahkan para da'i agar menyusun prioritas. Karena merasa perlu menyiapkan dakwah di masa depan, para da'i berusaha memperbanyak peluang dan memperbesar ruang gerak bagi generasi setelahnya.
Sebuah ungkapan mengatakan, "Orang biasa merencanakan Sabtu malam, orang besar merencanakan tiga generasi."
Kalau boleh menambahkan, "Orang beriman merencanakan hingga hari pembalasan."
Mimpi-mimpi dakwah tak mungkin selesai hanya dalam satu malam. Penting bagi para dai untuk mewariskan mimpi kepada generasi berikutnya. Kelak generasi itu akan melanjutkan apa yang telah dimulai oleh generasi pendahulu mereka.
"Kalau Abah masih ada, kira-kira apa yang akan Abah lakukan dengan kondisi kita saat ini?"
"Dari dulu simbah pengen banget begini."
"Ummi itu biasanya begini."
Mungkin itu kalimat-kalimat yang otomatis muncul dari anak keturunan ideologis saat mereka menghadapi masalah atau merumuskan strategi dakwah sepeninggal leluhurnya.
Jika pewarisan mimpi berhasil, ada manusia-manusia yang hidupnya singkat tapi umurnya panjang. Mimpi mereka terus berlanjut meskipun maut telah menjemput. Dakwah mereka berkesinambungan, tidak hanya selama mereka masih hidup tapi sambung menyambung antargenerasi setelah mereka mati.
Dengan pewarisan, para dai mutaakhir tidak harus memulai dakwah dari awal. Mereka hanya perlu melanjutkan apa yang telah dimulai sebelumnya. Susah payah para pendahulu meniscayakan mudah jalan para pembaharu.
Mereka yang masih bertahan harus menemukan jejak-jejak kebaikan para pendahulunya. Penelusuran jejak itu bukan untuk sekedar meneladani baiknya kepribadian tetapi berusaha agar bisa menyambung benang merah kerja-kerja dakwah. Semoga Allah bimbing kita semua.
Akhid Nur Setiawan, Seorang Pendidik, Tinggal di Sleman Yogyakarta
Post a Comment