Mendidik Generasi

Oleh : Akhid Nur Setiawan

"Kira-kira apa alasan Bapak Ibu menyekolahkan putranya di sini?" tanya petugas pendaftaran saat mewawancara calon wali murid. "Kami ingin anak kami jadi anak yang shalih, Ustadz."

"Baik. Kalau Bapak Ibu hanya ingin agar putranya menjadi anak yang shalih, sekolah lain mungkin banyak juga yang tujuan pendidikannya sesuai dengan harapan Bapak Ibu. Sayang kalau Bapak Ibu hanya ingin putranya menjadi anak yang shalih."

Kedua orang tua itu terdiam.

"Di sini," lanjut petugas.

"Kami berharap alasan orang tua menyekolahkan putra putrinya di sekolah ini sama dengan alasan kami mendirikan sekolah ini."

"Apa itu, Ustadz?" sang ibu penasaran namun merasa sedang berada di tempat yang tepat.

"Kita ingin tidak hanya mendidik anak yang shalih tapi sekaligus berusaha mendidik keturunan mereka menjadi keturunan yang shalih. Sayang jika doa kita hanya sampai pada anak-anak kita. Kalau bisa doa kita ditujukan sekalian untuk anak kita dan anak keturunannya."

Tak salah Umar bin Khatab radhiyallahu 'anhu memilihkan istri untuk putranya. 'Ashim bin Umar dilamarkan seorang putri penjual susu. Seorang khalifah memilih menantu dari kalangan rakyat jelata. Apa yang sedang diharapkannya? Sesungguhnya khalifah Umar tidak hanya sedang memilihkan istri untuk putranya tapi calon penghulu shalihah untuk anak keturunannya.

Suatu malam Umar bin Khatab radhiyallahu 'anhu melakukan patroli dan mendengar dari luar rumah suara seorang putri menolak ide ibunya untuk mencampur susu dengan air agar penjualan susunya bisa mendapatkan untung lebih banyak. Rasa takutnya pada Allah membuat putri penjual susu itu nampak begitu istimewa di mata khalifah.

"Khalifah Umar tidak tahu, tapi Rabb-nya khalifah Umar Maha Tahu," tuturnya lembut pada sang ibu.

Kelak masyhur bahwa cucu dari manantu shalihah Umar bin Khatab radhiyallahu 'anhu itu menjadi sultan yang amil zakatnya kesulitan mencari mustahiq di seluruh negeri karena kesejahteraan rakyat sudah merata pada masa kepemimpinannya. Dialah Umar bin Abdul Aziz, sultan yang dijuluki khalifah kelima. Ia lahir sebagai jawaban atas doa kakek buyutnya, “Semoga lahir dari keturunan gadis ini bakal pemimpin Islam yang hebat yang akan memimpin orang-orang Arab dan 'Ajam.”

Rasulullah Muhammad, shalawat dan salam atasnya, utusan terakhir penutup para nabi, lahir dari garis keturunan bapaknya para nabi alaihimussalaam. Mungkin Nabi ibrahim tak pernah melihat pengabulan salah satu doanya itu usai meninggikan bangunaan Ka'bah, "Duhai Rabb, bangkitkanlah di tengah-tengah mereka (penduduk Makkah) seorang utusan dari golongan mereka yang membacakan mereka ayat-ayatmu dan mengajarkan mereka kebijaksanaan dan menyucikan mereka."

Dari jalur Siti Sarah, lahirlah Nabi Ishaq sebagai putra Nabi Ibrahim. Nabi Ishaq memiliki putra yang juga seorang nabi yaitu Nabi Ya'qub. Menjelang ajal Nabi Ya'qub mengaminkan doa kakeknya dengan mengumpulkan seluruh putranya. Ditanyakan kepada para putranya, "Apa yang akan kalian sembah sepeninggalku?"

Nabi Ya'qub merasa tenteram mendengar jawaban para putranya, "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya."

Iman Nabi Ibrahim yang lurus terus berlanjut. Nabi demi Nabi lahir dari garis keturunannya. Doa Nabi Ibrahim terpelihara dari generasi ke generasi. Sekian generasi dari doa itu dipanjatkan diutuslah di negeri Makkah seorang Nabi. Nabi itu menjadi tauladan hingga kini, shalawat dan salam teruntuk baginda Rasulullah Muhammad, semulia-mulia Nabi.

Beliau yang mulia mengajarkan kita do'a, "Ya Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dalam iman..."

Iman kita hari ini tidak bisa dilepaskan dari iman para pendahulu kita. Barangkali kita bisa melaksanakan shalat bukan semata-mata karena mendapat karunia hidayah melalui doa yang kita minta. Boleh jadi shalat itu merupakan pengabulan atas doa-doa orang tua kita, kakek nenek kita, buyut kita, atau bahkan pengabulan doa Nabi kita, "Ya Rabb, jadikanlah aku penegak shalat, dan juga keturunanku."

Sudah sewajarnya dan sepatutnya jika saat ini kita munajatkan doa serupa untuk anak keturunan kita, untuk generasi-generasi setelah kita, bukan hanya untuk anak-anak kita.

Akhid Nur Setiawan, Pendidik Tinggal di Sleman

Powered by Blogger.
close