Urgensitas Marka Jalan dalam Kehidupan
بسم الله الرحمن الرحيم ٠ الحمد
لله الذي أخرجنا من الظلمات الى النور، بإرشاد نبينا محمد صلى الله عليه وسلم اشرف
الانبياء والمرسلين ٠ اشهد أن لا إله الا الله وحده لا شريك له، وهو القائل :
"الله ولي الذين امنوا يخرجهم من الظلمات الى النور"٠ وأشهد أن محمدا
عبده ورسوله، وهو القائل : "قل آمنت باالله ثم استقم"٠ وعلى اله وصحبه
وسلم ومن تبعهم باحسان الى يوم الدين٠
Setiap manusia mempunyai tugas kepemimpinan. Yaitu tugas yang berkaitan dengan
segala bentuk "komunitas", baik dalam ruang berskala kecil, maupun
skala besar. Mulai dari meja makan hingga meja dewan.
Semuanya punya tugas dan tanggung jawab sesuai Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) masing-masing. Dan sekecil apapun tugas yang tertuang dalam "surat keputusan" harus dijalankan sesuai Standart Operasional Prosedur (SOP) yang sudah berlaku.
Dalam kacamata "Falsaftil 'Uyun", tugas kepemimpinan ibarat seorang "driver" yang bertugas mengantarkan penumpangnya menuju tempat tujuannya. Dimana baginya (driver), tidak hanya dituntut untuk memiliki skill mengemudi. Akan tetapi ia juga harus memahami segala hal terkait dengan kendaraan dan peraturan berlalulintas sebagai pedoman baginya dalam menjalankan tugasnya.
Sesuai dengan tema pada pembahasan ini, kita ambil contoh satu hal yang harus dipahami oleh kita yang mempunyai tugas kepemimpinan, yaitu "Marka Jalan" dengan deretan ragamnya, yang semuanya mempunyai makna. Karena dalam hidup dan kehidupan tidak satupun yang lepas dari makna.
Dan terkait makna, sebagai muslim agar tidak lupa untuk bertasbih kepada sang Khaliq. "Subnallah Ma Kholaqta hadza batila, subhanaka faqina 'adzabannar". Demikian teori hidup dan kehidupan yang sudah termaktub dalam kitab-Nya yang Agung. Teori yang bersifat baku dan permanen.
"Marka Jalan" merupakan garis isyarat bagi semua pengguna jalan. Sehingga kita sebagai pengguna jalan harus memahami dan mematuhinya. Dimana kita boleh berhenti, dimana kita boleh mendahului, serta diposisi mana kita harus konsisten, beserta semua teori-teori Marka Jalan yang lainnya. Fungsidan tujuan dari semuanya adalah agar mobilitas lalu lintas berjalan dengan normal.
Demikian juga dengan
kepemimpinan yang notabeni bersifat majemuk, baik majemuk secara intern, maupun
majemuk secara ekstern, ataupun yang lebih luas lagi, kita harus senantiasa
memahami marka jalan hidup dan kehidupan sebagai petunjuk dalam menjalaninya.
"Pemahaman" yang
dimaksud adalah ilmu pengetahuan yang luas dan berasas, sehingga kita tidak
hanya bisa berdiri untuk "diri kita". Namun bisa hidup berdampingan
secara fleksibel, kapanpun, dimanapun, beserta siapapun.
"Diri kita" disini bisa berarti secara sempit maupun secara luas tapi masih berlandaskan "diri kita", yang lebih mengarah pada "keangkuhan". Hal ini penting untuk menjadi pegangan dan perhatian dalam kehidupan kita, karena "keangkuhan" merupakan pintu rusaknya tatanan kehidupan dan rusaknya pintu persatuan.
Jika hal tersebut diabaikan, maka stabilitas kehidupan akan hanya menjadi angan-angan dan dambaan belaka. Bagaimana tidak demikian, hal yang bersifat "furu'iyah" saja kerap menjadi gorengan yang tidak pernah habis. Padahal semua yang bersifat "furu'iyah" sudah final di meja para mujtahidin dan sudah terbukukan serta dicetak berulang-ulang.
Bak sebuah makanan kita tinggal makan. Maka nikmat manakah yang kita dustakan...???
Bagaimana pula keberkahan hidup
akan bisa kita dapatkan, jika kita hanya terpaku dan terpesona dengan
"gorengan pisang", sementara pada sumber pisang itu sendiri kadang
kita abai atau bahkan melupakan.
Dalam realitas sosial "Furuiyah" banyak dijadikan sumber perdebatan yang kadang berujung pada pertikaian. Sementara pada hal yang jelas-jelas bersifat "Asas" kadang hanya menjadi batu loncatan.
Maka dari itu semua, dalam kehidupan yang majemuk, jangan sampai kita menjebak dan terjebak dengan sesuatu yang tidak bersifat esensi. Sehingga yang paling penting dari semuanya adalah menanamkan dan memberikan wawasan keilmuan yang luas kepada ummat, terlebih kepada para generasi penerus.
Dalam "ad-Din" disebut dengan istilah "hikmah". Sebagaimana telah Allah SWT, firmankan : "Ud'u ila sabili Rabbika bilhikmati wa mau'idhatil hasanati".
Asas utama Islam jelas, yaitu "Iman" beserta rukunnya. Implimentasinya pun juga jelas, yaitu sebagaimana termaktub dalam rukun Islam. Thariqahnya pun juga sudah jelas mulai dari sebagaimana yang dikerjakan oleh Rasulullah SAW, para sahabat, para tabi'in, para tabi'it-tabi'in, beserta para mujtahidin al-awwalin.
Sehingga tugas kita adalah bagaimana dan sejauh mana kita mengkajinya dan mengimplementasikannya. Dengan sebutan simpelnya adalah "Wawasan Keilmuan".
Implentasi Islam dalam analogi sebuah pohon, "Tanam dan rawat akarnya
kuat-kuat, dan rawat cabang beserta buahnya serta siram agar terus tumbuh dan
berkembang".
Konsep-konsep semua itu dapat diimplementasikan dalam semua aspek kehidupan. Dalam pendidikan misalnya dalapat dikemas dalam konsep kurikulum. Karena esensi dari pendidikan adalah menciptakan dan melahirkan insan yang baik dalam seluruh aspek kehidupan. Insan yang Shaleh dan Musleh.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, juga sudah tersedia wadah pengambil kebijakan tertinggi berupa Majlis Ulama' yang dijadikan rujukan utama dalam sosial problem keummatan. Di Indonesia khususnya disebut dengan Majlis Ulama' Indonesia (MUI).
Maka sudah seharusnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara fatwa-fatwanya menjadi pegangan dan panduan. Dan simpelnya, "Selama tidak ada larangan dalam tatanan sosial kehidupan maka tidak perlu untuk dijadikan "gorengan" yang bisa berefek pada rusaknya persatuan dan kesatuan, atau bahkan dapat menyebabkan terkikisnya iman kita. Karena menjaga persatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara itu lebih penting dari segalanya.
Dan itulah bagian dari praktek riil mensyukuri kemerdekaan yang sudah dihadiahkan kepada anak cucunya oleh para pejuang terdahulu, dengan perjuangan dan pengorbanan yang sungguh-sungguh dan berdarah-darah.
Dan sejatinya, di Indonesia khususnya, setiap kebijakan yang dikeluarkan dari Menteri agama, apapun bentuknya harus melalui dan melewati musyawarah Majlis Ulama', sebagai lembaga ahli yang menjadi imam dari semua lembaga. Karena posisi para ulama' yang ada di dalamnya merupakan "gudang" ilmu pengetahuan.
Dan juga memang sudah seharusnya Majlis Ulama' diisi oleh yang mempunyai "worldview" yang lurus, kuat, dan luas. Karena prinsip hidup berbangsa dan bernegara adalah "al-maslahatul ijtim'iyah ahammu min maslahatil infrodiyah walfirqah". Hal tersebut penting agar esensi implentatif dari "Athi'ullaha, war Rasul, wa ulil amri minkum" betul-betul terelisasi dengan baik dan benar.
Dengan demikian dan besar
harapan dari sekian dambaan, semoga cita-cita kehidupan berbangsa dan bernegara
yang berasaskan "Panca Sila" dapat terwujud dengan sempurna.
Sempurna yang dimaksud disini kesempurnaan teoritis dan praktik. Karena
kesempurnaan yang sesungguhnya hanyalah milik Allah SWT, tidak ada sekutu
bagi-Nya. Dan inilah pembahasan "Urgensitas Marka Jalan" yang
dimaksud dalam catatan ini.
Maka sebagai ikhtitam, penulis berpesan kepada diri penulis secara khusus dan kepada pembaca secara umum, agar senantiasa untuk terus membangun cakrawala keilmuan secara luas sehingga kita bisa menjadi insan yang baik dan berperan secara fleksibel konsep dimanapun kita berada dan bersama siapapun kita bermitra.
Seorang driver akan lebih banyak menfokuskan pandangannya ke depan (jalan yang lurus) dari pada menfokuskan pandangannya pada kaca spion. Pahami kanan kiri dan belakang, dan terus fokuslah ke depan, dan jagalah persatuan, karena hal itu merupakan kunci dari kebangkitan. Semoga catatan singkat ini bermanfaat. Wallahu A'lam []
*Subliyanto Bin Syamsul 'Arifin, Pegiat Media Sosial, Tinggal di Madura. Akun Twitter @Subliyanto
Post a Comment