Inilah 4 Orang Jahat di Mata Allah


Oleh : Ust. M. Alimin Mukhtar

ADA
 banyak kriteria kejahatan. Namun, seringkali semua itu hanya fenomena luar dari kejahatan yang sebenarnya, yakni apa yang tersimpan di dalam hati dan pikiran pelakunya.

Ketika membicarakan kejahatan manusia, Allah tidak hanya menunjuk perbuatan fisik, namun juga memperlihatkan sebab-sebab internal yang melatarinya.

Nah, siapakah orang-orang jahat di mata Allah itu? Apa sajakah tanda-tanda mereka? Mari sejenak merenungkan pesan-pesan Allah tentang mereka, agar kita bisa menghindarinya.

Dalam Al Quran surah al-Muddatsir: 43-47, Allah mengisahkan penyesalan orang-orang jahat itu, ketika mereka telah tercebur ke dalam neraka.

Saat ditanya apa yang menyebabkan mereka masuk neraka, “Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat. Dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin. Dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya. Dan adalah kami mendustakan hari pembalasan. Hingga datang kepada kami kematian.”

Ayat-ayat ini merekam benih-benih utama segala kejahatan yang mereka perbuat di dunia ini, sehingga menyebabkan mereka masuk neraka.

Pertama, tidak mengerjakan shalat.
Dalam Islam, shalat merupakan pilar utama agama (‘imadu ad-diin), dimana agama ini takkan eksis tanpanya. Shalat juga menjadi simpul Islam (‘uro al-Islam) yang paling akhir, dimana jika ia lepas terurai dalam diri seseorang, maka lenyap pulalah seluruh ciri keislaman dari dirinya.

Shalat adalah cermin hubungan seorang hamba dengan Rabb-nya. Ketika para penghuni neraka Saqar mengakui bahwa mereka tidak shalat selama di dunia, itu berarti hubungan mereka dengan Allah sangat buruk.

Kalau tidak tergolong sebagai musuh Allah, minimal mereka adalah orang yang tidak pernah memperdulikan Allah dalam hidupnya. Mereka ini orang-orang yang tidak beragama, atau tidak memperdulikan agama dalam kehidupannya. Sehingga, akar-akar kebaikan pun telah tercerabut dari jiwanya. Merekalah sejahat-jahat makhluk.

Kedua, tidak memberi makan orang-orang miskin.
Pengakuan ini juga menjadi ciri lain yang umum berlaku para diri calon penghuni neraka: hubungan mereka dengan sesama manusia yang sangat buruk. Mereka hidup hanya untuk dirinya sendiri. Egois dan individualis.

Jika memiliki harta, hanya untuk ego dirinya sendiri. Jika memiliki kekuasaan, hanya untuk memuaskan ambisi pribadinya. Jika memiliki ilmu, hanya untuk kebanggaan individualnya.

Sebaliknya, Al-Qur’an sangat sering menonjolkan ciri keimanan dengan keperdulian kepada kaum lemah dan tertindas, kesediaan berbagai, sekaligus memperlihatkan perilaku kekufuran sebagai menindas dan zhalim kepada sesamanya.

Islam tidak melarang orang memiliki harta, namun mencela orang-orang yang egois dan tidak mau berbagi. Jika keinginan berbuat kebaikan kepada sesama telah mati dari hati, apakah lagi yang bisa bersemi dan tumbuh di dalamnya, selain rayuan iblis?

Ketiga, mempermainkan Al-Qur’an, Islam atau Rasulullah.
Mereka senang duduk-duduk berkumpul bersama membicarakan hal-hal yang tidak ada manfaatnya. Dalam menyikapi Al-Qur’an, mereka senang untuk berolok-olok dan bermain-main. Terhadap Rasulullah pun tidak tampak kecintaan maupun sikap ta’zhim (penghormatan).

Ketika membahas Islam, tidak ada keinginan sejati untuk beramal. Terkadang, secara terbuka mereka akan sangat terganggu mendengar bacaan Al-Qur’an atau kutipan hadits Rasulullah. Mereka juga tidak suka melihat sunnah-sunnah yang diamalkan.

Jika secara lahiriah saja mereka begitu sangat membencinya, maka jangan harapkan hati mereka rela mengamalkannya. Na’udzu billah!

Keempat, menolak adanya Hari Pembalasan.
Padahal, fokus indzar para Rasul adalah meyakinkan umat akan adanya akhirat dan kewajiban kita untuk mempersiapkan kedatangannya, baik dengan atau tanpa argumen. Sebab, masalah akhirat dan hal-hal ghaib lainnya hanya tergantung iman, bukan bukti, dalil, maupun hujjah.

Kalau saja akhirat tidak ada, maka agama pun tidak lagi perlu. Inilah inti keyakinan orang-orang jahat itu, bahwa akhirat tidak ada, dan – bila perlu – Tuhan pun tidak usah ada. Supaya mereka bisa hidup bebas semau-maunya!!

Ini adalah empat induk kejahatan manusia. Perhatikanlah seperti apa karakter orang-orang jahat ini. Sejak awal, hubungan mereka dengan Allah sangat buruk, bersikap egosentris dan individualis, suka mempermainkan agama dan hal-hal yang berhubungan dengannya, lalu terakhir mereka tidak mempercayai Hari Kebangkitan. Entahlah, manakah dari keempat penyakit ini yang paling parah dan lebih dahulu muncul. Jelasnya, semua buruk.

Ketika mengomentari ayat ini, ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Adakah Anda melihat dalam diri orang-orang ini suatu kebaikan pun? Ingatlah, tidak tersisa kebaikan sedikipun bagi orang yang di dalam dirinya ada (empat perkara) ini.”

Benar. Jika dalam hidupnya seseorang tidak lagi memperdulikan Tuhan, ia pasti hanya menuruti hawa nafsunya. Apakah yang bisa diharapkan dari seseorang yang hanya memperturutkan hawa nafsu?

Jika ia enggan berbuat baik kepada orang lain, mungkin jiwanya telah mati. Terlebih, bila ia tidak memiliki penghormatan yang semestinya kepada Al-Qur’an dan Rasulullah. Lalu, ia menolak Hari Pembalasan. Hidupnya hanya untuk dunia, dunia dan dunia!!

Tentu saja, dapat diasumsikan, jika ada cacat pada salah satu dari empat pokok persoalan di atas, kemungkinan besar akan diiringi dengan ketidaksempurnaan pada aspek lainnya.

Keempat aspek itu adalah: ibadah yang tersimpul dalam shalat; kepekaan sosial yang terangkum dalam memberi makan kaum miskin; pengagungan terhadap pokok-pokok agama; lalu mengimani Hari Kebangkitan. Wallahu a’lam.

Ust. M. Alimin Mukhtar,
Aktivis Ormas Hidayatullah 
Sumber : www.hidayatullah.or.id

Powered by Blogger.
close