Tak Sekedar Mencari Nafkah, Ayah Juga Berperan Dalam Pendidikan Anak


Oleh : Sarah L Mantovani

“AKU sebal sama ayah!” kata Laskar kepada ayahnya. la marah karena seharusnya ayahnya menemaninya bermain atau melakukan aktivitas bersama di minggu pagi yang cerah, namun tiba-tiba membatalkan semua jadwal bersamanya, karena ayahnya harus memenuhi panggilan lembur kerja.

Mungkin, pemandangan seperti itu biasa kita temukan, terlebih jika hidup dalam perkotaan atau menganut prinsip tugas ayah hanya mencari nafkah saja. Namun, dalam Islam, seorang laki-laki yang sudah menikah tidak hanya berperan sebagai pencari nafkah.

Suami adalah kepala keluarga, penentu arah, atau menjadi navigator rumah tangga. Meminjam istilah psikolog yang juga pendiri Yayasan Kita dan Buah Hati, Elly Risman, jika seorang ibu adalah Unit Pelaksana Teknis, maka seorang ayah adalah penentu Garis Besar Haluan Keluarga.

Jika ibu adalah madrasah pertama untuk anak, maka ayahlah yang menjadi kepala sekolahnya, sehingga kepemimpinan seorang laki-laki atau ayah lebih kepada hal-hal strategis. Meski demikian, bukan berarti ayah harus lepas tangan begitu saja dari pendidikan anak-anaknya.

Sebab, dalam al-Qur’an, pendidikan anak, terutama pendidikan agama yang bertanggung jawab adalah ayah. Lihat saja bagaimana Luqman menanamkan benih tauhid pada anaknya. Sang buah hati ia beri peringatan sejak dini agar jangan menyekutukan Sang Ilahi.

وَاِذۡ قَالَ لُقۡمٰنُ لِا بۡنِهٖ وَهُوَ يَعِظُهٗ يٰبُنَىَّ لَا تُشۡرِكۡ بِاللّٰهِ ‌ؕاِنَّ الشِّرۡكَ لَـظُلۡمٌ عَظِيۡمٌ

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, ‘Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benarbenar kezaliman yang besar.” (QS: Luqman: 13)

Jika Ayah Terlibat

Banyak manfaat akan dirasakan langsung jika sang ayah terlibat dalam pendidikan maupun aktivitas anak. Dosen Universitas Ibnu Khaldun, Bogor, yang juga menekuni bidang keluarga, Dr. Erma Shahida Pawitasari, dalam bukunya Muslimah Sukses Tanpa Stres menuliskan, hubungan ayah dan anak memberikan pengaruh begitu positif dalam semua aspek kehidupan anak, mulai dari psikologis, akademis, hingga perilaku sosial.

Ayah yang menunjukkan kepedulian pada anaknya, akan menghasilkan anak berprestasi secara akademik. Ayah yang terlibat aktif, mengasuh, dan bermain-main dengan bayinya, akan mempunyai anak dengan kecerdasan, kemampuan bahasa, dan kognitif yang lebih tinggi dari anak yang tidak dekat dengan ayahnya.

Jeffrey Rosenberg dan W. Bradford Wilcox dalam “The Importance of Fathers in the Healthy Development of Children” mencatat, ayah yang terlibat dalam kehidupan anak sedari masa balita, maka saat anak memasuki masa sekolah, ia akan lebih siap secara akademik. Hal ini ditandai dengan sikapnya yang akan lebih sabar, dapat menghadapi stres dan rasa frustrasi yang mungkin muncul pada masa sekolah.

Lebih lanjut, Michael E. Lamb dalam bukunya yang lain, The Role of the Father in Child Development menyebutkan dalam penelitian lain, anak laki-laki yang memiliki hubungan hangat dengan ayahnya, ternyata tumbuh menjadi sosok yang lebih maskulin. Sedangkan anak-anak yang tumbuh tanpa bimbingan cukup dari ayah cenderung memiliki masalah dalam identitas gender. Mereka juga akan tumbuh dalam kebingungan tentang peran laki-laki dan perempuan dalam masyarakat.

Kurangnya peran ayah untuk anak laki-laki akan mengakibatkan kenakalan, agresif, terjerumus ke dalam hal-hal negatif, seperti narkoba dan seks bebas. Sedangkan untuk perempuan akan mengakibatkan depresi dan terjerumus ke dalam pergaulan bebas.

Jadi para ayah tidak hanya sekadar mencari nafkah, karena dengan ayah terlibat pendidikan di rumah, di masyarakat anak tidak menjadi sampah. Ia menjadi pribadi berakhlaqul karimah dan sedari dini LGBT bisa kita cegah, keluarga pun lebih sakinah, mawaddah wa rahmah, karena ayah dan bunda menciptakan kerjasama yang indah, insya Allah.*/ Sarah L Mantovani, dikutip dari Majalah Suara Hidayatullah

Powered by Blogger.
close