5 Tikungan Tajam Lembaga Pendidikan Islam


Oleh: Rully Cahyo Nufanto

ADANYA lembaga pendidikan merupakan salah satu bentuk tanggung jawab dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan menyiapkan generasi yang unggul. Lembaga pendidikan Islam tercetus dari kebutuhan masyarakat, kemudian terkonsep dengan didasari, digerakan, dan dikembangkan oleh nilai-nilai Islam (al-Qur’an dan as-Sunnah).

Alhamdulillah, perkembangan lembaga pendidikan Islam saat ini bisa dikatakan sangat pesat. Salah satu indikasinya adalah bermunculannya banyak lembaga pendidikan dengan menawarkan diferensiasi keunggulan masing-masing. Kondisi tersebut tentu patut disyukuri, terlebih lagi minat masyarakat amat tinggi.

Namun perkembangan amat baik ini bukan berarti tanpa meninggalkan cela. Jangan sampai hal ini sekadar menjadi euforia sesaat, seperti jamur yang sedang tumbuh di musim hujan, tapi dibiarkan dan tidak dirawat dengan baik.

Sering kita mendengar “dulu” ada lembaga pendidikan yang terkenal bagus kualitasnya, banyak santrinya, menjadi cita-cita para orang tua untuk mensekolahkan putra putrinya di sana. Tetapi saat ini tinggal “nama”.

Bahkan wujud fisik lembaganya tidak nampak lagi. Artinya, durabilitasnya tidak cukup lama untuk bisa berkiprah dalam rangka tarbiyah dan dakwah.

Beberapa hal perlu diantisipasi dalam pengelolaan lembaga pendidikan. Ini merupakan tikungan tajam yang bisa saja membuat lembaga saat ini tumbuh dan berkembang, tiba-tiba menjadi redup dan padam.

Kuantitas belum diimbangi kualitas

Besarnya animo masyarakat tentu menjadi salah satu keinginan lembaga pendidikan. Jumlah santri yang besar akan mampu mengangkat banyak program strategis.

Jika lembaga semakin mendapatkan kepercayaan dari masyarakat, bahkan telah menjadi pilihan utama untuk mendidik anak-anak mereka, maka ini menunjukkan bahwa ada “sesuatu” yang memang lebih baik daripada lembaga lain.

Akan tetapi seharusnya tidak boleh berhenti sampai di sini. Lembaga pendidikan harus berorientasi pada kualitas, jika tidak ingin ditinggal oleh masyarakat.

Hal ini perlu diwaspadai, sebab kini banyak ditemui lembaga pendidikan yang santrinya banyak namun kualitasnya belum terlihat jelas. Besar di permukaan, keropos di dalam.

Untuk mencapai pendidikan yang berkualitas, maka perlu dilakukan beragam upaya sungguh-sungguh untuk mencari solusi dari berbagai permasalahan yang dihadapi. Hal ini penting dalam rangka menjawab tantangan untuk bisa melahirkan pendidikan yang berkualitas, hingga daya survive-nya bisa bertahan sampai waktu tak terbatas, baik secara kuantitas maupun kualitas.

Masih mengandalkan prestasi individu

Seringkali lembaga pendidikan menginformasikan keberhasilan meraih juara dalam berbagai kompetisi, baik melalui media sosial, banner, dan spanduk. Hal ini tentu satu kebanggaan tersendiri serta bisa menjadi sarana branding dan promosi.

Masyarakat akan melihat bahwa lembaga pendidikan tersebut berkualitas dan recommended bagi orang tua yang sedang mencari sekolah/pesantren.

Namun ada hal yang perlu diwaspadai. Yakni jika keberhasilan meraih juara itu bukan karena sistem dan culture yang dibangun, tetapi lebih karena kemampuan individu yang memang sudah dimiliki dari awal dan punya potensi besar menjadi juara. Biasanya hanya santri atau orang tertentu saja yang berprestasi, sementara yang lain belum mampu berkompetisi.

Lembaga pendidikan yang hanya mengandalkan kemampuan individual tertentu, bisa dipastikan ada masalah dalam sistemnya. Terkait manajemen misalnya, bukankah tidak semua hal bisa kita eksekusi sendiri?

Ada suatu masa dimana harus dilakukan pendelegasian suatu tugas kepada orang lain. Cara seperti ini akan mampu membuat tim yang bekerja merasa memiliki setiap keputusan.

Apalagi lembaga pendidikan yang masih mengandalkan kemampuan individu saja, sudah tidak popular lagi diterapkan di era disruptif seperti saat ini.

Program tanpa evaluasi

Banyak lembaga pendidikan yang mempunyai progam kerja yang bagus dan strategis, akan tetapi dampak dari program tersebut belum diketahui secara pasti. Program itu hanya sekadar program untuk memenuhi agenda kegiatan tahunan, sehingga lembaga ada aktivitas atau rutinitas, seolah-olah semua berjalan dengan baik.

Rangkaian program mulai dari awal tahun ajaran baru hingga akhir, tidak diketahui apa manfaat dan hasil yang sudah dicapainya.

Ketidakjelasan seperti itu biasanya dikarenakan tidak pernah dilakukan evaluasi. Atau malah mungkin lembaga pendidikan ada semacam “ketakutan” melakukan evaluasi program atau memang belum biasa saja.

Evaluasi yang sering dipahami selama ini masih terbatas pada penilaian dan pengawasan saja. Padahal evaluasi program hadir untuk memberikan masukan, kajian, dan pertimbangan dalam menentukan apakah program layak untuk diteruskan, disempurnakan lagi, atau dihentikan.

Sesungguhnya istilah evaluasi program menjadi sesuatu yang lumrah di lembaga pendidikan, bahkan wajib dilakukan, jika ingin terus berkembang. Manfaatnya adalah adanya keputusan yang tepat terhadap program yang sedang atau sudah dilaksanakan.

Tanpa evaluasi, kita tidak akan bisa mengetahui seberapa jauh keberhasilan santri, dan tidak akan ada perubahan menjadi lebih baik. Jadi secara umum, sesungguhnya evaluasi adalah suatu proses sistemik untuk mengetahui tingkat keberhasilan suatu program.

Masalah yang sama terus berulang

Mengelola lembaga pendidikan sesungguhnya sama dengan lembaga-lembaga lainya. Artinya, tidak terlepas dengan berbagai permasalahan. Hal ini memang tidak bisa dihindari, dan harus dihadapi dan diselesaikan.

Permasalahan yang biasanya muncul seperti konsep lembaga yang belum jelas, jumlah santri yang masih di bawah batas minimal, proses KBM yang belum stabil, kompetensi SDM yang belum terstandarisasi dan sering keluar masuk, tingkat kepercayaan masyarakat masih rendah, fasilitas pendukung minim, pembiayaan yang masih belum optimal, dan sebagainya.

Permasalahan di atas secara umum sudah diketahui oleh pengelola lembaga pendidikan, tetapi hampir setiap tahun terus berulang. Kenapa itu bisa terjadi?

Bisa jadi lembaga pendidikan menganggap sepele masalah yang sedang dihadapi, belum mampu belajar dari kesalahan yang sama, belum menemukan solusi yang tepat dan mencoba melihat solusi dari sudut yang berbeda, atau belum mencoba melibatkan pihak-pihak yang lebih berkompeten untuk membantu menyelesaikan masalah.

Masalah harus diselesaikan sesegera mungkin. Jika tidak, ketika masalah yang lain datang dan semakin banyak, maka akan semakin rumit. Lembaga akan kesulitan menghadapinya.

Perubahan manajemen tanpa perencanaan

“Baru menjabat kepala sekolah 1 tahun, kok sudah diganti?” “Baru minggu lalu beliau presentasi program kerja, ternyata hari ini sudah harus pindah tugas”.

Komentar seperti ini terkadang sering kita dengar, dengan dalih perubahan atau pergantian manajemen itu lazim dalam sebuah lembaga pendidikan. Hari ini di sini, besok atau lusa bisa jadi di tempat yang berbeda, seolah menjadi biasa saja.

Tunggu dulu. Perubahan atau pergantian memang hal yang lumrah dan biasa, tapi menjadi masalah kalau terkesan mendadak dan dipaksakan. Apalagi jika sudah menjadi kebiasaan tanpa ada perencanaan yang jelas.

Perubahan atau pergantian semestinya dilakukan secara sistematis, sebab hal ini berdampak terhadap sarana dan sumber daya secara keseluruhan. Perubahan harus dilakukan dengan strategi yang baik, sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang atau akan terjadi.

Akibat yang ditimbulkan oleh perubahan setidaknya ada dua hal, yaitu menuju perkembangan atau menuju decline. Kedua hal itu dipengaruhi oleh faktor dari dalam maupun luar lembaga pendidikan itu sendiri.

Perubahan juga akan berpengaruh pada tahapan kesinambungan ke depan. Oleh karena itu, rencanakanlah dengan sebaik mungkin.

Itulah 5 tikungan tajam lembaga pendidikan. Permasalahan ini harus dipecahkan bersama. Dan jangan pernah menganggap ketika sudah menyelesaikan semua tikungan, maka dianggap selesai.

Belum tentu. Mungkin hari ini selesai, besok bisa jadi masalah yang sama terulang kembali, karena tanpa ada pemecahan.

Memecahkan masalah memang mengandung arti menyelesaikan. Tetapi menyelesaikan tanpa memecahkan akar masalah, hanya menunda datangnya masalah yang lain. Ini sama saja dengan dengan menggampangkan masalah. Allahu a’lam.*

Pengajar di International Islamic Boarding School (IIBS) Ar-Rohmah Putri Pesantren Hidayatullah Malang

Rep: Admin Hidcom
Editor: Insan Kamil
Sumber : www.hidayatullah.com

Powered by Blogger.
close