Asmaul Husna
ASMAUL HUSNA adalahnama-nama yang dikenakan kepada Allah ﷻ secara langsung atau tidak langsung dalam Al-Quran dan Al-Hadits.
Asmaul Husnaa artinya nama-nama terbaik atau terindah. الأسماء/ Asmaa– artinya nama/ penyebutan. Dan الحسنى/ Al-Husnaa artinya baik atau indah. Jadi asmaul husna adalah nama, gelar, pujian, pemuliaan atribut kesempurnaan dan keagungan Allah.
Penyebutan atau penulisan yang lebih tepat adalah الأسماء الحسنى/ Al-asmaa- al-husnaa atau أسماء الله الحسنى/ Asmaa Allah al-Husnaa. Syeikh Wahbah Az-Zuhayli dalam Tafsir Al-Munir menjelaskan, Al-Asmaa merupakan bentuk jamak dari ism (اسم), yaitu sesuatu yang menunjukkan pada sebuah dzat.
Atau setiap lafal yang dibentuk untuk menunjukkan sebuah makna jika ia tidak bersifat musytaq (pecahan dari kalimat lain). Kalau bersifat musytaq, ia adalah sifat.
Al-Husna merupakan bentuk muannats dari al-ahsan (الأحسن). Artinya, yang terbaik. Dengan demikian, al asmaa- al-husna adalah nama-nama Allah yang baik.
Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia (terbitan IAIN Syarif Hidayatullah) disebutkan bahwa para ulama menetapkan jumlah Al Asmaa- Al-Husna ada 99 buah. Penetapan itu mereka dasarkan pada sebuah hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah.
Sebagian besar dari 99 nama itu adalah nama-nama yang dikenakan kepada Allah secara langsung dalam Al-Quran dan Al-Hadits. Sebagian lagi dirumuskan dari ‘perbuatan’ Allah yang diuraikan dalam Al-Quran. Jadi al asmaa- al-husna memberikan gambaran tentang banyak aspek kesempurnaan hakikat sifat dan perbuatan Allah.
Dalam Tafsir Al-Azhar, Buya Hamka menjelaskan, “Nama adalah perkataan yang menunjukkan sesuatu dzat atau menunjukkan dzat dan sifat. Allah mempunyai nama-nama dan semua nama itu adalah nama yang baik. Serulah Dia dengan nama-namaNya yang semuanya baik itu.”
Ibnu Katsir menjelaskan, Al Asmaaul Husnaa tidak hanya terbatas 99 nama. Dari Abdullah Ibnu Mas’ud ra, dari Rasulullah ﷺ telah bersabda: “Tidak sekali-kali seseorang tertimpa kesusahan, tidak pula kesedihan, lalu ia mengucapkan doa berikut”:
“مَا أَصَابَ أَحَدًا قَطُّ هَمٌّ وَلَا حُزْنٌ فَقَالَ: اللَّهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ، ابْنُ عَبْدِكِ، ابْنُ أَمَتِكِ، نَاصِيَتِي بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَعْلَمْتَهُ أَحَدًا مَنْ خَلْقِكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِي، وَنُورَ صَدْرِي، وَجِلَاءَ حُزْنِي، وَذَهَابَ هَمِّي، إِلَّا أَذْهَبَ اللَّهُ هَمَّهُ وَحُزْنَهُ وَأَبْدَلَهُ مَكَانَهُ فَرَحًا”. فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَفَلَا نَتَعَلَّمُهَا؟ فَقَالَ: “بَلَى، يَنْبَغِي لِكُلٍّ مِنْ سَمِعَهَا أَنْ يَتَعَلَّمَهَا”.
“Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hambamu, anak hamba, dan amat (hamba perempuan)-Mu, ubun-ubun (roh)ku berada di dalam genggaman kekuasaan-Mu, aku berada di dalam keputusan-Mu, keadilan belakalah yang Engkau tetapkan atas diriku. Aku memohonkan kepada Engkau dengan menyebut semua nama yang menjadi milik-Mu, yang Engkau namakan dengannya diri-Mu, atau yang Engkau turunkan di dalam kitab-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada seseorang dari makhluk-Mu, atau Engkau menyimpannya di dalam ilmu gaib di sisi-Mu, jadikanlah Al-Qur’an yang agung sebagai penghibur kalbuku,-cahaya dadaku, pelenyap dukaku, dan penghapus kesusahanku,” melainkan Allah menghapuskan darinya kesedihan dan kesusahannya, dan menggantikannya dengan kegembiraan. Ketika ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kami boleh mempelajarinya?” Rasulullah ﷺ menjawab: Benar, dianjurkan bagi setiap orang yang mendengarnya (asmaul husna) mempelajarinya.”
Nama Allah
Allah ﷻ sendiri yang menamakan diri-Nya dan itu termaktub dalam kitab-kitab-Nya atau melalui lisan RosulNya. Allah ﷻ memuji diriNya sendiri dalam القرآن yang Mulia.
ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ لَهُ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ
“Dialah Allah, tidak ada ilaah (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ/ Al Asmaa Al-Husna (nama-nama yang baik).” (QS:Thoha: 8)
Dalam القرآن/ Al-Quran istilah Asmaul Husnaa disebut empat kali. Yaitu dalam
وَلِلَّهِ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ فَٱدْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا۟ ٱلَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِىٓ أَسْمَٰٓئِهِۦ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ
“Hanya milik Allah ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ/ Al Asmaa Al Husnaa, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaa Al-Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS: Al-A’raf : 180)
قُلِ ٱدْعُوا۟ ٱللَّهَ أَوِ ٱدْعُوا۟ ٱلرَّحْمَٰنَ ۖ أَيًّا مَّا تَدْعُوا۟ فَلَهُ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ ۚ وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَٱبْتَغِ بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا
“Katakanlah: ‘Serulah Allah atau serulah ٱلرَّحْمَٰنَ/ Ar-Rohmaan.” (QS: Al-Isra’:110)
Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Al Asmaa Al Husnaa. Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam sholatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu’.
هُوَ ٱللَّهُ ٱلْخَٰلِقُ ٱلْبَارِئُ ٱلْمُصَوِّرُ ۖ لَهُ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ ۚ يُسَبِّحُ لَهُۥ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۖ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ
“Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Al Asmaa Al Husnaa. Bertasbih kepada-Nya apa yang di langit dan bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS: Al-Hasyr : 24)
اَللّٰهُ لَاۤ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ ؕ لَـهُ الۡاَسۡمَآءُ الۡحُسۡنٰى
“(Dialah) Allah, tidak ada tuhan selain Dia, yang mempunyai nama-nama yang terbaik.” (QS: Thoha: 8).
Asmaul Husna dalam hadits
إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا ، مِائَةً إِلا وَاحِدَةً ، مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Sesunguhnya Allah memiliki 99 nama, seratus kurang satu, siapa yang menjaganya maka dia masuk surga.” (HR. Bukhorii, no.2736, Muslim, no.2677 dan Ahmad, no.7493).
Keterangan Syekh Abdul Aziz bin Baz mengenai makna hadits:
Makna dari ‘menjaga’ adalah dengan menghafalnya, merenungkan maknanya, dan mengamalkan kandungan maknanya… mengingat adanya kebaikan yang banyak dan ilmu yang bermanfaat dalam mengamalkan kandungan makna asmaul husna tersebut. Karena mengamalkannya merupakan sebab kebaikan bagi hati, kesempurnaan takut kepada Allah ﷻ dan menunaikan hak-Nya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «لِلَّهِ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ اسْمًا، مَنْ حَفِظَهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ، وَإِنَّ اللهَ وِتْرٌ، يُحِبُّ الْوِتْرَ»
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi bersabda: “Allah memiliki 99 nama, siapa yang menjaganya akan masuk surga. Allah itu ganjil (esa), dan menyukai bilangan yang ganjil.” (HR: Al-Bukhari dan Muslim)
Rasulullah ﷺ bersabda yang artinya, “Allah ﷻ memiliki sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu. Dan dia yang menghafal semuanya dengan iman akan masuk surga.” Menghitung sesuatu berarti mengetahuinya dengan keimanan penuh.
Menurut sebuah hadits yang diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Mas’ud, beberapa nama Allah ﷻ disembunyikan dari manusia. Ibnul Qoyim mengatakan dalam Syifa-ul Alil Hal. 472, Sabda Nabi ﷺ:
“Sesunguhnya Allah memiliki 99 nama” tidaklah meniadakan bahwa Allah memiliki nama-nama yang lain. Sebagaimana ada orang mengatakan, “Fulan memiliki 100 budak untuk dijual dan 100 budak untuk pasukan perang.” Pendapat ini adalah pendapat mayoritas ulama. Tidak sebagaimana pendapat Ibnu Hazm, yang beranggapan bahwa nama-nama Allah hanya terbatas 99 saja. (Al-Qowaydul Mutsla, Hal. 13 – 14).
Lebih dari 1.000 nama Allah tercantum dalam doa جَوْشَنُ ٱلْكَبِير/ Jawsyan Al Kabiir. Dalam tasawuf dikenal istilah yang menyatakan bahwa 99 nama Allah menunjuk ke الاسْمُ لْأَعْظَم/ Al Ismu Al ‘Azhom – Nama Yang Maha Agung dan Tertinggi.
Nama Allah tidak terbatas dengan bilangan tertentu
Berdasarkan sabda Nabi ﷺ:
أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ
“Aku meminta kepada-Mu dengan perantara semua nama-Mu, yang Engkau gunakan untuk menamakan diri-Mu, atau yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada seseorang diantara makhluk-Mu, atau yang Engkau simpan dalam sebagai rahasia di sisi-Mu.” (HR. Ahmad, Ibn Hibban, dan dishohihkan Syua’aib Al-Arnauth).
Ibn ‘Arobi (26 Juli 1165 – 16 November 1240) tidak menafsirkan nama-nama Allah sebagai sebutan belaka. Tetapi sebagai atribut aktual yang memisahkan alam semesta, baik dalam bentuk yang diciptakan maupun yang mungkin.
Dengan nama nama ini, sifat-sifat ilahi diungkapkan agar manusia, yang potensi ilahinya tersembunyi, dapat belajar menjadi cerminan dari nama-nama tersebut. Namun, refleksi seperti itu terbatas; atribut ilahi tidak sama dengan esensi ilahi dari nama-nama.
Nama Allah yang digunakan manusia
Orang Arab sejak dulu terbiasa menggunakan nama Allah sebagai nama mereka. Tetapi nama Allah ditambahkan di depannya dengan (kata) عَبْدُ/ ‘Abdul.
Biasanya nama ini untuk laki-laki. Pencantuman kata ‘Abdul ini untuk menghormati kesucian nama-nama Allah. Sedangkan manusia adalah makhluk yang terbatas dan hina.
Dua bagian nama yang diawali dengan ‘Abdul dapat ditulis secara terpisah (seperti pada contoh sebelumnya) atau digabungkan menjadi satu dalam bentuk transliterasi. Dalam kasus seperti itu, vokal yang ditranskripsikan setelah ‘Abdu sering ditulis sebagai u ketika dua kata ditranskripsi menjadi satu: misalnya, عَبْدُ لْرَّحْمَان/ ‘Abdur Rohmaan, ‘Abdul Aziz, Abdul ‘Jabbar atau bahkan ‘Abdullah (عَبْدُ ٱللّٰه: ‘Hamba Allah’).
Quran ayat 3:26 dikutip sebagai bukti terhadap keabsahan penggunaan nama-nama Ilahi untuk orang, dengan contoh Mālik ul-Mulk (مَـٰلِكُ لْمُلْكُ: ‘Penguasa’ atau ‘Pemilik semua Kedaulatan’):
قُلِ ٱللَّهُمَّ مَٰلِكَ ٱلْمُلْكِ تُؤْتِى ٱلْمُلْكَ مَن تَشَآءُ وَتَنزِعُ ٱلْمُلْكَ مِمَّن تَشَآءُ وَتُعِزُّ مَن تَشَآءُ وَتُذِلُّ مَن تَشَآءُ ۖ بِيَدِكَ ٱلْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
“Katakanlah: “Wahai Allah Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS: Ali Imran: 26)
Keutamaan Asmaul Husnaa
Secara umum, Asmaul Husnaa memiliki banyak keutamaan yang luar biasa. Mulai dari terkabulnya doa yang menggunakan Asmaul Husnaa hingga pahala surga bagi yang mengamalkannya.
1. Terkabulnya doa
Syeikh Wahbah Az Zuhayli dalam kitab Fiqih Islam wa Adillatuhu menjelaskan seorang hamba mesti berdoa kepada Allah dengan nama-nama-Nya dan tidak boleh menyeru Allah kecuali dengan nama-nama-Nya yang baik. Berdoa dengan menyebut Asmaul Husnaa baik secara keseluruhan atau sesuai dengan konteks doanya, Allah akan mengabulkan doa tersebut.
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا
“Hanya milik Allah Asmaul Husnaa, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaul Husnaa itu…” (QS: Al-A’raf: 180)
2. Sunnah mempelajarinya
Dalam Tafsir Al-Qur-anil Azhim, Ibnu Katsir mengetengahkan hadits tentang doa dengan Asmaul Husnaa. Lalu seorang sahabat bertanya: “Wahai Rosulullah, apakah kami boleh mempelajarinya?”
Rosulullah ﷺ lantas bersabda:
بَلَى يَنْبَغِى لِمَنْ سَمِعَهَا أَنْ يَتَعَلَّمَهَا
Benar, dianjurkan bagi setiap orang yang mendengarnya (asmaul husna) mempelajarinya. (HR. Ahmad)
3. Masuk surga
Siapa yang menghafal dan merenungi 99 Asmaul Husnaa, ia akan masuk surga.
Sebagaimana sabda Rosulullah ﷺ:
إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمَا مِائَةً إِلاَّ وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama, seratus kurang satu. Siapa yang menghafalnya ia akan masuk surga.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Syaikh Wahbah Az Zuhaili kemudian menjelaskan, pengertian ah-shoohaa (أحصاها) adalah menghitung, menghafal dan merenungi maknanya.*/ Haryono dari berbagai sumber
Rep: Admin Hidcom
www.hidayatullah.com
Post a Comment