Jilbab Kita, Muru’ah dan Kebanggaan Kita
Oleh : Musdalia El-Hasan Zahri
ERA berakhirnya Orde Baru ditandai dengan maraknya jilbab atau hijab di publik. Sayangnya, jilbab yang dikenakan oleh wanita kebanyakan kurang menempatkan harkat agamanya di tengah-tengah lingkungan dan publik.
Sebagai contoh di sekeliling kita, banyak wanita berjilbab tapi makan sambil berdiri atau berjalan. Ini bisa kita saksikan di kampus-kampus. Campur-baur dengan pria bukan suami dan mahramnya, bahkan bergaya narsis berfoto-ria, berpeluk-pelukan dengan lawan jenis dan bangga dipamerkan di blog, FB atau twitter.
Tidak sedikit mereka yang bangga mengisi foto-foto bersama pacarnya dengan mesra, seolah-olah ingin mengabarkan pada dunia, “Oh hari ini aku wanita paling bahagia sedunia.”
Mereka mengira, itulah akhir dari semua tujuan hidupnya. Padahal lusa, bisa jadi semuanya berubah.
Banyak kejadian, mereka ditinggalkan oleh si pria dan dirinya tak bisa menuntut siapa-siapa, kepada polisi sekalipun meski kehormatannya yang paling berharga telah dicuri oleh orang yang bukan hak nya.
Lagipula, di Indonesia, tidak ada pasal yang bisa menjerat seorang gadis yang kecewa karena ditinggal pacarnya. Bahkan sekalipun kegadisannya dirampas habis-habisan lalu ia melapor, yang terjadi justru sebaliknya.
“Tidak ada delik pidana. Hasil investigasi, pelaku melakukannya atas dasar suka sama suka, ” demikian sering kita dengar dari aparat.
Bahkan kasusnya jauh lebih pedih dari yang ia rasakan. Sudah laporannya ditolak polisi karena deliknya kurang kuat, foto-foto dia dan video dokumentasi maksiatnya yang dulu ia simpan sudah ditebar oleh mantan kekasihnya di dunia maya.
Esok, lusa dan hari-hari selanjutnya ia menyaksikan adegan-adegannya yang diaggapnya manis dan penuh dengan kenangan itu sudah muncul di internet dengan judul, “Terbaru SMU Antah Barantah- Jilbab Mesum”. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula. Mantan kekasihnya tak dapat dijerat, aibnya bertambah-tambah.
Orangtua, saudara, famili, sahabat, tetangga bahkan alumni sekolah yang bersangkutan menanggung malu hingga tujuh turunan. “Hai, sudah lihat gak video scandal terbaru anak SMU Antah Barantah yang heboh?”
Begitu orang-orang mempermalukannya. Ada kisah menarik. Rombongan pria menggerutu di sebuah warung kopi karena ada pasangan muda-mudi di mana si wanitanya berjilbab. “Gak tau nih, bapak-ibunya seperti apa jam 01.00 dini hari gini membiarkan anak gadisnya jam segini keluyuran.”
Rupanya, gerutuan itu terdengar oleh si wanita tersebut. “Hei, jangan bawa-bawa orang tuaku ke sini, ini pakaian-pakaianku, tubuh-tubuhku, dan hak ku”.
Rupanya, pria penggerutu tak kalah cerdasnya. “Oh ya? Baik. Begini saja, jika kau tidak siap dengan pakaian (jilbab) yang kau sematkan, lebih baik jangan paksakan diri memakainya. Bukankah tidak ada paksaan dalam beragama? Daripada menggunakannya dengan cara salah?.
Nasi sudah menjadi bubur, mustahil bisa mengembalikan situasi seperti semula, yang ada hanya penyesalan yang mendalam, akhirnya menggerutu kepada diri sendiri, “coba dulu nggak begitu, mungkin kejadiannya nggak akan kaya gini”.
Muslimah seharusnya Menjaga Muru’ah Agama
Muru’ah adalah sifat yang dimiliki oleh manusia. Dengan sifat tersebut ia bisa membedakan antara manusia dan hewan.
Istilah ini digunakan dalam pengertian mengaplikasikan akhlak yang terpuji dalam segala aspek kehidupan serta menjauhkan akhlak yang tercela sehingga seseorang senantiasa hidup sebagai orang terhormat dan penuh kewibawaan.
Dalam islam muslimah paling utama adalah wanita-wanita yang bisa menjaga diri dan agamanya. Ia senantiasa menjaga penampilannya, tidak hanyut pada model, gaya, gebyar dan tren yang justru mengorbankan agamanya sendiri.
Sesungguhnya wanita yang punya budi luhur secara bahasa atau sikap, dia sudah mendominasi 50% agamanya. Berbahagialah jejaka yang memperoleh tipe gadis seperti itu.
Dan seharusnya pemuda mengutamakan agamanya. Lihat dulu bagaimana budi baiknya terhadap keluarga, terhadap teman atau masyarakat. Dari sana sudah memperoleh syarat-syarat pemenuhan gadis yang beragama.
Rasulullah ﷺ bersabda
إِنَّ لِكُلِّ دِيْنٍ خُلُقًا وَخَلُقُ اْلإِسْلاَمِ الْـحَيَاءُ.
“Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak, dan akhlak Islam adalah malu.”(HR: Imam Ath-Thabrani).
Muslimah yang utama dia bisa menjaga diri dan agamanya. Dia malu dengan jilbab yang dikenakan untuk berbuat dari hal-hal yang dicela agama dan membuat orang lain menjadi mencela ajaran agamanya. Muslimah seperti inilah yang disebut mampu menjaga muru’ah.Wallahu ‘alambisshawab.*/ Musdalia El-Hasan Zahri
Rep: Ahmad
Editor: Bambang S
Sumber : www.hidayatullah.com
Post a Comment