Menghadirkan Sosok Teladan pada Anak
Oleh : Hamid Abud Attamimi
TIBA-tiba mata anak ini berbinar. Sambil menatap ke atas, dan tak memerlukan waktu lama, ia menjawab semua pertanyaan dengan mengalir jernih.
“Abah sangat pintar membuat atau membereskan apapun yang ada di rumah.Kata Ummi, aku sangat berbakat seperti Abah, kalo aku mengerjakan sesuatu di rumah cepat dan rapih!”, katanya dengan wajah penuh kebanggaan, ketika saya tanyakan tentang sosok siapa yang sering diingatnya.
Tak nampak kesedihan di raut mukanya. Padahal dia sedang menceritakan sosok seorang yang dicintainya, seorang ayah yangwafat beberapa tahun lalu.
Usia anak ini belum genap 12 tahun, dia tetangga baru. Saya sesekali bertemu dengannya di Musholla di dekat rumah.
Sosok Teladan
Menemukan sosok yang dicintai dan jadi teladan memang sangat penting bagi anak, apalagi saat menjelang remaja.
Orang tua adalah figur pertama dan utama dalam kehidupan anak. Tidak hanya wajah mereka yang menghadirkan kedamaian dan ketentraman dalam jiwa anak, perilaku mereka pun amat menginspirasi anak.
Bagi seorang anak, orang tua, apalagi Ibu, tak cuma menenangkan jiwanya. Ibu bahkan menjadi ‘sumber rezeki’nya. Melalui air susu ibu, anak tak mampu menemukan makanan lain yang lebih lezat sekaligus menikmati kedamaian dalam pelukan serta kedekatan dengan wajah tercintanya.
Sebagai orang tua adalah menjadi kewajiban untuk memberikan teladan, baik dalam ucapan dan perbuatan. Atau setidaknya kita harus bisa mengarahkan agar mereka cuma mencintai dan meneladani tokoh yang benar secara agama, misal Rasulullah dan para Nabi, Khalifah, sahabat utama, istri-istri Rasulullah ﷺ.
Di sinilah pentingnya orang tua memahami pola interaksi dan komunikasi dengan keluarga, karena missi utamanya adalah menyelamatkan mereka dunia dan akhirat.
*يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ*
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Qur’an, Surat At-Tahrim, ayat 6).
Dan Rasulullah Muhammad ﷺ adalah sosok teladan pada keluarga: Dalam hadis yang diriwayatkan Imam At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban, Rasulullah ﷺ bersabda:
“خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي”
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Dan akulah yang paling baik di antara kalian dengan keluargaku.” (HR: Tirmidzi)
Bahkan Anas bin Malik yang kesehariannya lebih banyak mendampingi Rasulullah berkata: “Aku belum pernah melihat seseorang yang lebih sayang kepada keluarga, selain Rasulullah.”
Anak adalah lembaran kertas putih, ada saat dimana dia tak mampu mendeskripsikan apapun kecuali meniru apa yang dilihatnya dikeseharian, dan orang tua adalah figur-figur yang paling sering ditemuinya. Bukankah orang tua adalah sosok guru pertama yang ditemui anak, sebelum nanti di masa sekolah?
Maka, para guru di sekolah pun hendaknya mampu menjadi sosok orang tua dan sahabat yang menginspirasi bahwa menjadi baik itu mudah dan menyenangkan.
Orang tua dan guru, harus mampu menggambarkan pada anak bahwa kesuksesan dan keselamatan itu pada kecintaan dan mendekat pada Allah Subhanahu wa Ta’ala melaui perberbuatan baik dan mencintai sesama.
Seperti pesan Luqman yang termuat di Al Qur’an:
*يٰبُنَيَّ اِنَّهَآ اِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِيْ صَخْرَةٍ اَوْ فِى السَّمٰوٰتِ اَوْ فِى الْاَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللّٰهُ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَطِيْفٌ خَبِيْرٌ*
“(Luqman berkata), “Wahai anakku! Sungguh, jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan memberinya (balasan). Sesungguhnya Allah Mahahalus, Mahateliti.” (Qur’an, Surat Luqman, ayat 16).
Kehadiran teknologi, melalui gadget, tidak boleh merampas peran orang tua dan guru, dan lalu menghadirkan di benak anak banyak sosok yang bukan saja tidak jelas, bahkan meracuni agama dan merusak akidah anak.
Anak yang saya ceritakan di atas, bahkan tak mampu menemukan figur yang lebih mampu tuk diingat, diteladani dan menyayanginya, selain ‘figur Abah’nya. Padahal berbilang tahun tak lagi di hadapannya.
Begitulah betapa figur teladan, terus menginspirasinya. Seakan sosok itu selalu hadir di sisinya dan membisikkan apa-apa yang boleh dan seharusnya dilakukan.
Sang Abah…boleh jadi tak pernah pergi jauh meninggalkannya, karena apa yang diajar begitu melekat dan membekas. Dan apa yang diteladankannya dengan bahasa yang amat mudah dan indah bisa diingat dan difahaminya.
Sang Ummi tak bisa dibilang lebih ringan tugasnya. Karena dia faham betul figur yang dicintai anaknya, namun yang telah hilang dari hadapannya itu harus ‘tetap hadir’ di ingatan anaknya.
Ungkapan Ummi bahwa Si Anak sangat berbakat seperti Abah, seakan ingin memotivasi, bahwa ia harus tetap mampu menemukan kebaikan dan kehebatan sosok Abah dalam hidupnya. Ini akan memberi energi positif, saling mendukung dan memberi semangat kebaikan, agar anak akan tumbuh dewasa dengan penuh percaya diri, dan menularkan semangat yang sama pada sahabat dan lingkungan sekitar.*/ Hamid Abud Attamimi
Rep: Ahmad
www.hidayatullah.com
Post a Comment