Tingkatan Cinta
Oleh : H. Imam Nur Suharno
SETIAP manusia memiliki fitrah untuk mencintai dan dicintai. Tanpa cinta, hidup terasa hampa, semua dan tidak bernilai.
Hati yang kosong dari cinta adalah hati yang beku dan keras. Karenanya, semakin besar rasa cinta akan semakin bertambah nilai dan detak kehidupan.
Pada dasarnya setiap manusia memiliki fitrah dalam bercinta. Mengenai fitrah dalam cinta ini telah ditegaskan dalam Al-Quran yang menjadi panduan dalam kehidupan.
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوٰتِ مِنَ النِّسَآءِ وَالۡبَـنِيۡنَ وَالۡقَنَاطِيۡرِ الۡمُقَنۡطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالۡفِضَّةِ وَالۡخَـيۡلِ الۡمُسَوَّمَةِ وَالۡاَنۡعَامِ وَالۡحَـرۡثِؕ ذٰ لِكَ مَتَاعُ الۡحَيٰوةِ الدُّنۡيَا ۚ وَاللّٰهُ عِنۡدَهٗ حُسۡنُ الۡمَاٰبِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS: Ali Imran [3]: 14).
Cinta sebagai anugerah yang diberikan oleh Allah. Ia tidak bisa ditolak kehadirannya.
Sepatutnya manusia bersyukur kepada-Nya atas pemberian cinta-Nya. Bersyukur dengan hati, semakin bertambah keyakinan kepada-Nya; bersyukur dengan lisan, dengan memuji-Nya; dan bersyukur dengan amal, semakin baik perilakunya.
Semakin manusia mencintai dan dicintai, semestinya semakin bersyukur kepada-Nya. Sehingga membuat manusia semakin dekat dan mencintai-Nya, bukan malah melupakan-Nya.
Begitu indah jika cinta bisa menjadi jembatan. Jembatan untuk semakin mencintai Sang Maha Cinta.
Namun, kadang sebaliknya, tidak sedikit manusia menghalalkan segala cara untuk meraih cinta. Cinta kepada sesama manusia kadang malah mengalahkan cinta kepada-Nya
Meski demikian, berhati-hatilah dengan cinta. Ia tidak hanya dapat merubah yang pahit menjadi manis, sulit menjadi mudah, dan keras menjadi lunak.
Cinta dapat membuat yang sehat menjadi sakit, kuat menjadi lemah, raja menjadi budak, dan baik menjadi jahat. Jika ia tidak dilandasi dengan cinta kepada-Nya.
Tidak jarang manusia mengaku mencintai Allah dan Rasul-Nya. Mana mungkin hal itu bisa diterima jika tanpa ada bukti.
Mana mungkin menggapai cinta-Nya, jika dalam pikirannya selalu dibayangi oleh cinta kepada pria atau wanita atau harta yang dicintainya.
Cinta sebagai anugerah jika cinta yang dihadiahkan dapat diterima dengan penuh cinta kepada-Nya. Sebaliknya, cinta bisa menjadi musibah, jika tidak dilandasi dengan cinta kepada-Nya.
Karena itu, cinta kepada-Nya harus diletakkan di atas cinta segalanya. Di sinilah seseorang dituntut untuk dapat mengelola dan menempatkan cinta sesuai pada tingkatannya.
قُلۡ اِنۡ كَانَ اٰبَآؤُكُمۡ وَاَبۡنَآؤُكُمۡ وَاِخۡوَانُكُمۡ وَاَزۡوَاجُكُمۡ وَعَشِيۡرَتُكُمۡ وَ اَمۡوَالُ ۨاقۡتَرَفۡتُمُوۡهَا وَتِجَارَةٌ تَخۡشَوۡنَ كَسَادَهَا وَ مَسٰكِنُ تَرۡضَوۡنَهَاۤ اَحَبَّ اِلَيۡكُمۡ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوۡلِهٖ وَ جِهَادٍ فِىۡ سَبِيۡلِهٖ فَتَرَ بَّصُوۡا حَتّٰى يَاۡتِىَ اللّٰهُ بِاَمۡرِهٖ ؕ وَاللّٰهُ لَا يَهۡدِى الۡقَوۡمَ الۡفٰسِقِيۡنَ
Allah SWT berfirman, “Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS: At-Taubah [9]: 24).
Cinta tidak dapat dilihat dari bentuknya, hanya dapat dirasakan. Namun demikian, cinta dapat dilihat dari tanda-tandanya.
Di antaranya tanda-tandanya adalah banyak mengingat yang dicintainya (QS. Al-Anfal [8]: 2); rasa kagum yang lahir karena adanya suatu kelebihan yang dilihatnya, apakah bersikap subjektif atau objektif. Kagum yang diawali dengan mengenali sesuatu yang lebih dibandingkan dengan yang lain (QS. Al-Hasyr [59]: 24).
Rasa ridha yang melahirkan kerelaan kepada yang dicintai, apa yang diperintahkan atau dilarang ia akan rela melakukannya (QS. At-Taubah [9]: 62); tadhhiyah (siap berkorban) yang melahirkan kesiapan untuk berkorban demi kepentingan yang dicintainya, bahkan akan membela habis-habisan sebagai wujud dari cintanya (QS. Al-Baqarah [2]: 207).
Rasa takut yang melahirkan akan harap dan cemas, berharap agar yang dicintainya ridha dan cemas bila yang dicintainya tidak ridha kepadanya (QS. Al-Anbiya [21]: 90); berharap yang melahirkan harapan kepada yang dicintainya (QS. Al-Anbiya’ [21]: 90); dan ketaatan sebagai bukti dari cintanya (QS. An-Nisa [4]: 80).
Jika seseorang mampu mengelola dan menempatkan cinta sesuai tingkatannya, maka akan dapat melahirkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Semoga kita semua termasuk di dalamnya. Amin.*/H. Imam Nur Suharno, Pengurus Korps Mubaligh Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat
Rep: Ahmad
Post a Comment