Kesantunan Syeikh Al-Qaradhawi terhadap Syeikh Bin Baz dan Syeikh Al-Utsaimin
Di antara kesantunan Syeikh Al-Qaradhawi menyebut “ulama-ulama rabbani” kepada Syeikh Abdul Aziz bin Baz dan Syeikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, meski mereka berbeda pendapat
Dikutip dari laman Hidayatullah.com | DI ANTARA penghormatan terhadap orang-orang besar adalah menuliskan riwayat hidupnya agar diambil teladan oleh generasi setelahnya. Itulah yang dilakukan oleh Syeikh Yusuf Al-Qaradhawi, tokoh Persatuan Ulama Muslim Internasional (IUMS) yang produktif melahirkan karya tulis, yang baru saja wafat pada hari Senin, 26 September 2022 dan meninggalkan duka yang mendalam bagi dunia Islam.
Sebuah buku berjudul Fii Wada’i Al-A’lam ditulis oleh Syeikh Al-Qaradhawi untuk mengenang 14 orang pejuang dakwah yang telah mendahuluinya menghadap Allah Azza wa Jalla. Buku ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Penerbit Gema Insani Press dengan judul “Selamat Jalan Pejuang.”
Dalam buku ini, Syeikh Al-Qaradhawi menyebut para ulama itu dengan sebutan “Ulama-ulama Rabbani,” yaitu mereka yang berilmu dan ilmu itu diwujudkan dalam akhlak dan perilaku sehari-hari, dalam hubungannya dengan Allah (hablumminallah) dan hubungan antar sesama manusia (hablumminannas).
Di antara tokoh yang ditulis oleh Syeikh Al-Qaradhawi dalam mengenang para ulama Rabbani itu adalah dua ulama Saudi, yaitu Syeikh Abdul Aziz bin Baz dan Syeikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin. Kepada keduanya, sebagaimana tertulis dalam buku itu, Syeikh Yusuf Al-Qaradhawi menaruh rasa hormat dan takzhim. “Dia adalah bintang (di antara bintang-bintang) yang lain,” tulis Syeikh Al-Qaradhawi mengenang Syeikh Al-Utsaimin. Ia menggambarkan sosok ulama besar dari Saudi Arabia itu dengan mengatakan, “manhajnya adalah mengikuti dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah, sesuai dengan manhaj salafussaleh, baik dalam urusan akidah ataupun syariah.”
Syeikh Al-Qaradhawi menambahkan, “Ia (Syeikh Al-Utsaimin) tidak peduli apakah pendapatnya sesuai dengan keinginan manusia secara luas, atau berbeda dengan mereka. Ia juga tidak segan berbeda pendapat dengan ulama lain, jika beliau melihat dalil yang ada mendukung pendapatnya.” Selain itu, kata Syeikh Al-Qaradhawi, “Syeikh Al-Utsaimin bukanlah seorang yang selalu memilih pendapat yang keras, seperti disangka sebagian orang. Bahkan seringkali ia bersikap memudahkan dalam berfatwa.”
Syeikh Al-Qaradhawi mengatakan, ia baru dua kali bertemu dengan Syeikh Al-Utsaimin. Pertemuan pertama adalah saat dirinya sama-sama hadir dalam muktamar internasional di Kota Madinah Al-Munawwarah dan pertemuan kedua adalah saat dirinya sama-sama diundang dalam jamuan makan oleh Raja Fahd bin Abdul Aziz di Kota Makkah Al-Mukarramah. Sejatinya, ada pertemuan ketiga saat Syeikh Al-Qaradhawi bermaksud menjenguk Syeikh Al-Utsamin yang dikabarkan sedang sakit. Tapi pertemuan itu urung terjadi karena Syeikh Al-Utsaimin tidak sedang berada di rumahnya.
“Saat itu saya melihat kebaikan akhlaknya, toleransi dirinya, dan ketawadhuannya sebagai ulama,” kenang Syeikh Al-Qaradhawi yang pada muktamar internasional di Madinah, satu komisi dengan Syeikh Al-Utsaimin.
Terkait wafatnya ulama besar Kerajaan Saudi Arabia itu, ia mengatakan, “Wafatnya Syeikh Utsaimin adalah kerugian yang besar bagi ilmu pengetahuan dan ulama pada saat ini, ketika umat Islam kehilangan banyak tokoh.”
Selain sikap takzhim kepada Syeikh Al-Utsaimin, Syeikh Al-Qaradhawi juga menuliskan kenangan dan pujiannya terhadap Syeikh Abdul Aziz bin Baz saat ulama besar itu wafat. “Dia adalah salah satu bintang umat Islam yang bersinar terang di langit ilmu pengetahuan. Ia adalah ‘alim ‘allamah di Jazirah Arab,” tulisnya.
Syeikh Al-Qaradhawi menambahkan, “Ia (Syeikh Bin Baz) adalah gunung ilmu, lautan fikih, salah satu imam yang selalu memberikan petunjuk, salah satu lisan yang selalu menyuarakan tauhid, salah satu tiang yang menyangga tegaknya agama ini, salah satu tonggak agama ini…”
Syeikh Al-Qaradhawi juga menceritakan, meski Syeikh Bin Baz sangat disibukkan dengan beragam tanggungjawab yang diembannya dalam dakwah, namun ia tak pernah jauh dari umat.
Syeikh Bin Baz, kata Syeikh Al-Qaradhawi, bukanlah orang yang hidup di menara gading dan di di dalam istana tertutup yang sulit ditemui banyak orang. “Pintu rumah, perpustakaan dan pintu hatinya, selalu terbuka untuk putra-putra Islam yang membutuhkan bantuan, baik bantuan materil maupun ilmu. Dia tidak segan-segan untuk mengulurkan bantuan kepada siapapun.”
Selain itu, interaksinya dengan para ulama lain, kata Syeikh Al-Qaradhawi, juga sangat baik. “Dia memiliki komitmen akhlakul karimah dalam berinteraksi dengan orang lain. Menyayangi yang kecil dan menghormati yang besar, serta mengetahui sekaligus menghormati hak-hak saudaranya dari kalangan ulama, walaupun terjadi perbedaan pendapat antara dirinya dengan ulama lainnya.”
Suatu ketika, kata Syeikh Al-Qaradhawi, Kementerian Penerangan Kerajaan Saudi Arabia meminta Syeikh Bin Baz untuk menelaah buku “Halal dan Haram dalam Islam” yang ditulis olehnya. Pihak kerajaan meminta rekomendasi Syeikh Bin Baz, apakah buku karya Syeikh Al-Qaradhawi boleh beredar di Saudi Arabia atau tidak.
Setelah menelaah, Syeikh Bin Baz berkirim surat kepada Syeikh Al-Qaradhawi, yang pada intinya ia tidak keberatan buku tersebut beredar dan dibaca oleh rakyat Saudi Arabia, karena dinilai memiliki bobot tersendiri di dunia Islam. Namun, kata Syeikh Bin Baz, beberapa ulama memberikan catatan terhadap buku tersebut.
Ia menuliskan ada delapan poin yang harus diteliti kembali oleh Syeikh Al-Qaradhawi terkait apa yang ditulisnya dalam buku “Halal dan Haram dalam Islam”.
Surat itu kemudian dibalas oleh Syeikh Al-Qaradhawi. Ia mengatakan, di antara para ulama yang dirinya tidak suka untuk berbeda pendapat adalah dengan Syeikh Bin Baz. Hal itu dikarenakan ia sangat menghormatinya.
Namun, katanya, perbedaan pendapat adalah sunnatullah, sebagaimana dahulu para sahabat juga sering berbeda pendapat satu sama lain. Syeikh Al-Qaradhawi kemudian memberikan klarifikasi dan argumentasi terkait dengan delapan poin yang dipersoalkan oleh para ulama Saudi itu.
Di akhir suratnya, Syeikh Al-Qaradhawi menuliskan, “Saya berharap, perbedaan pendapat yang terjadi antara saya dengan para Syeikh di dalam beberapa masalah, tidak menyebabkan buku karya dilarang di wilayah Kerajaan Saudi Arabia.” Setelah itu, menurut kabar yang diterima Syeikh Al-Qaradhawi, Syeikh Bin Baz mengabulkan permohonannya dengan membolehkan buku karyanya beredar di negeri itu.
Syeikh Al-Qaradhawi juga beberapa kali bertemu dengan Syeikh Bin Baz dalam forum muktamar internasional di Saudi Arabia, terutama dalam Majma’ Fiqih Liga Dunia Islam. Dalam forum tersebut, kenang Syeikh Al-Qaradhawi, “Saya lihat Syeikh Bin Baz mendengarkan dan menyimak dengan sekasama seluruh pendapat yang ada, baik yang sejalan dengan pendapatnya maupun yang berseberangan. Semuanya dia dengarkan dan simak dengan penuh perhatian. Ia memberikan tanggapan terhadap pendapat-pendapat tersebut dengan penuh kesopanan, halus, dan kelapangan dada, tanpa ternodai dengan sikap merasa lebih dan sewenang-wenang.”
Demikianlah kenangan dan testimoni Syeikh Yusuf Al-Qaradhawi terhadap dua ulama besar Saudi Arabia; Syeikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsamin dan Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz. Mereka semua telah tiada, namun jejak pemikiran perjuangannya senantiasa ada di hati umat.
Mereka tak selalu seiring sejalan dalam pendapatnya, namun menghadirkan hati yang lapang dalam perbedaan. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati mereka semua dengan limpahan rahmat yang luas. Aamin.*/Artawijaya, wartawan dan penulis buku
Rep: Admin Hidcom, Editor: Bambang S
Post a Comment