Ketika KH Haidar Nashir Bernostalgia dengan Kereta Api
Dikutip dari laman Facebook pribadi Pemimpin Muhammadiyah,
43 Tahun Silam, Naik Kereta Api
Naik kereta pagi-siang seperti ini mengingatkan perjalanan masa lalu, 43 yang silam. Saat menjadi mahasiswa, merantau ke Yogya. Rutin langgapan naik moda transportasi yang satu ini saat pergi dan pulang Bandung-Yogya sebagai mahasiswa.
Kala itu hari Ahad 2 September 1979, saya memulai perjalanan awal ke Yogya untuk kuliah di Kota Budaya impian setiap anak muda. Waktu itu selalu naik kereta, tentu kereta api sederhana yang karcisnya murah tanpa nomor tempat duduk. Siapa naik pertama dia yang dapat, yang datang belakangan tergantung kepadatan penumpang.
Di tengah jalan di setiap stasiun orang naik dan turun dengan gembira, meski banyak yang harus berdiri di lorong karena tidak kebagian tempat duduk. Tukang pecel, nasi rames, dan jajanan dengan ramah naik turun di setiap stasiun tempat berhenti. Suara pedagagang asongan yang bebas naik kengerbong: "pecel-pecel", "nasi rames, nasi rames" masih terngiang bersahabat di telinga, yang hari ini tentu tidak akan terdengar lagi. Suasana kereta saat itu sangat "merakyat". Kereta api murah dengan pelayanan seadanya. Bila Lebaran dan haring raya tiba, penumpang berjubel melampaui kapasitas, hingga padat ke lorong pintu dan jendela, bahkan ada yang nekad naik di atas gerbong tanpa ingat resiko bahaya. Itulah Indonesia empat dasawarsa silam.
Dunia kereta api apa adanya telah berlalu. Kini kereta api makin baik, nyaman, tepat waktu, bersih, dan sistem pelayanan yang profesional. Rakyat biasa pun menikmatinya. Ada pula kelas luxury yang lebih elitis. Dunia perkeretaapian Indonesia sungguh maju pesat, ketika moda transportasi udara sedang bergoyang masalah, entah sampai kapan. Jika ada kemauan tinggi dan nirkorupsi, Indonesia sejatinya bisa dibangun baik dan berkemajuan. Terimakasih Kereta Api Indonesia!
Kereta Argo Wilis Yogya-Bandung
Post a Comment