Meminta Saran
Oleh Syamsul Yakin
Ayat termasyhur tentang anjuran meminta saran adalah, "Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tidak mengetahui." (QS al-Anbiya/21: 7). Nabi bersabda, "Agama adalah nasihat." Kami bertanya, “Bagi siapa?” Beliau menjawab, “Bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi Rasul-Nya, bagi para pemimpin kaum Muslimin, serta bagi umat Islam secara umum.” (HR Muslim).
Maksud hadits agama adalah nasihat bagi Allah artinya, manusia harus beriman kepada Allah, mengesakan-Nya, dan senantiasa bertakwa di mana saja berada. Sementara nasihat bagi kitab-Nya adalah agar kaum Muslim mempelajari, membaca, dan terus memahaminya. Pun maksud agama nasihat bagi Rasul-Nya adalah menjalankan sunah-sunahnya siang dan malam.
Yang menarik agama adalah nasihat bagi para pemimpin kaum Muslim atau khalifah. Dalam kitab al-Futuhat al-Madaniyah, Syaikh Nawawi menceritakan kembali tentang khalifah Umar bin Abdul Aziz (wafat 720 Masehi). Beliau mengundang ulama pada masanya, seperti Salim bin Abdullah, Muhammad bin Ka'ab, dan Rajaa bin Haiwah untuk memberinya nasihat. Umar bin Abdul Aziz berkata, "Berilah aku saran."
Salim adalah seorang ahli fikih yang meninggal di Madinah pada 728 Masehi yang tak lain adalah sepupu Khalifah berkata, "Jika kamu ingin selamat dari siksa Allah, berpuasalah dari dunia dan jadikanlah kematian sebagai pembuka puasamu nanti di akhirat." Sungguh ini nasihat yang luar biasa dari cucu Umar bin al-Khaththab ini. Tegas seperti kakeknya. Tanpa tedeng aling-aling.
Yang dimaksud puasa dari dunia adalah tidak mengambil satu bagian pun kenikmatan dunia kecuali didediÄ·asikan untuk beribadah dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Seperti syarat sahnya shalat perlu pakaian, untuk kuat berdiri shalat butuh makan dan minum, untuk menuntut ilmu perlu biaya, dan yang seumpama dengan ini semua.
Dengan kata lain, seorang pemimpin seharusnya seperti nabi, sufi maupun filosof yang sudah selesai membahagiakan dirinya. Sisa hidupnya didayagunakan untuk kebahagiaan dan kesejahteraan orang lain dengan kerja keras dan beribadah kepada Allah. Indonesia ke depan siapapun yang akan memimpin nanti harus sudah selesai dengan dirinya. Bukan malah menumpuk harta dan kuasa agar priode berikutnya bisa berkuasa lagi.
Berikutnya giliran Muhammad bin Ka'ab, beliau seorang ulama asal Kufah yang kemudian tinggal di Madinah dan wafat pada 108 Hijriyah. Beliau memberi saran kepada Khalifah, "Jika kamu ingin selamat dari siksa Allah, jadikanlah para pembesar umat Islam sebagai ayah di sisimu, orang biasa jadi saudara di sisimu, dan orang kecil jadi anak di sisimu. Artinya, hormatilah ayahmu, muliakan saudaramu, dan bersikap lembutlah kepada anakmu."
Terakhir ulama yang memberi nasihat adalah Rajaa bin Haiwah (wafat 730 Masehi). Beliau adalah seorang ulama berintegritas tinggi kendati dekat dengan pusaran kekuasan. Beliau memberi saran kepada Khalifah, "Jika kamu ingin selamat dari siksa Allah, cintailah kaum Muslim seperti kamu mencintai yang paling kamu cintai dan bencilah mereka seperti kamu membenci yang paling kamu benci. Lalu wafatlah kalau kamu menginginkannya."
Menariknya, ketiga ulama memberi saran dengan tema yang sama, yakni tentang siksa Allah dan cara mengatasinya yang terbilang unik. Ini bukan karena Khalifah tidak takut siksa Allah, tapi karena sebaliknya Umar bin Abdul Aziz dikenal sebagai khalifah yang zuhud dan dekat dengan ulama. Tentu ketiga nasihat ini masih relevan untuk para pemimpin sekarang. Asal saja para pemimpin bersedia meminta saran dan diberi saran oleh para ulama.
Sumber : www.republika.co.id
Post a Comment