"Ustadzah, Kok Nggak Bilang Saya Nakal?"


Oleh : Khairul Hibri 

Ini kisah nyata. Tentang seorang anak TK. Yang nampaknya selalu mendapat cap negatif dari lingkungan terdekatnya. Tak terkecuali sosok yang telah melahirkannya. Mama. Begitu ia memanggil. 

Anak NAKAL. Itu pula sebutan yang kerap diterimanya. Karenanya, anak itu kaget ketika mendapati sang guru tidak memanggilnya dengan panggilan si anak nakal. 

"Ustadzah, Kok Nggak Bilang Saya Nakal?" Ucapnya pada suatu hari. 

Terang si ustadzah kaget, ketika mendengar 'protes' itu. 

"Emang siapa yang bilang nakal, sayang." 

"Semua orang. Mama juga," ucapnya polos. 

Saya yang mendengar kisah itu dari istri merasa pilu. Tentu lebih lagi sang ustadzah, yang langsung berinteraksi dengan anak kecil itu. Minimal empat hari. Selagi di sekolah. 

Dapat kabar, si ustadzah mencoba membangun komunikasi dengan si wali. Khususnya si mama. Semiga ada perubahan. Aamiin.  

Jaga Mulut 

Perilaku nak, memang kerap kali memancing emosi orangtua. Entah karena menginginkan sesuatu, atau bertengkar dengan teman atau saudara/inya. 

Jujur, pribadipun belum bisa menahan diri. Bawaannya masih reaktif. Fast respons. Tapi satu yang perlu yang patut diwaspadai; menjaga lisan. Jangan sampai keluar cap-cap buruk untuk anak. 

Mengatakan dia anak nakal, bodoh, sukar diatur, dan seterusnya. Buruk sekali panggilan itu. 

Mengapa kita kudu mewanti-wanti soal ucapan? 

Satu: perkataan itu bisa menghujam di otak dan hati anak. Maka terlukalah dia. Merasa diri tak berguna. Dengan berkesimpulan demikian, bisa jadi justru 'tertantang' untuk 'membuktikan' cap-cap tersebut. 

'Perkataan bisa menembus apa yangbtidak bisa ditembus oleh jarum.' 

Demikian kata pepatah. Apa hal yang tak bisa ditembus jarum? Hati. 

Yang kedua,mewanti agak murka Allah tidak turun berkat lidah kita. Ingat! Ucapanlah doa. Manakal status ucapan adalah demikian,lalu mengapa kita tidak ucapkan yang baik-baik saja. 

Dengan demikian, hati anak tak akan terluka. Lebih dari itu. Manakala ucapan itu ternyata diijabah oleh Allah, maka alangkah beruntungnya kita sebagai orangtua di kemudian hari.

Khairul Hibri, Dosen STAIL Surabaya 

Powered by Blogger.
close