Apa itu Rathanah?


Oleh Mohammad Fauzil Adhim

'Umar bin Khaththab radhiyaLlahu ‘anhu berkata: ⁣

“𝗝𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻𝗹𝗮𝗵 𝗸𝗮𝗹𝗶𝗮𝗻 𝗺𝗲𝗺𝗽𝗲𝗹𝗮𝗷𝗮𝗿𝗶 𝗿𝗮𝘁𝗵𝗮𝗻𝗮𝗵 (رَطَانَة) 𝗯𝗮𝗵𝗮𝘀𝗮 𝗔𝗷𝗮𝗺. Dan janganlah kalian memasuki gereja-gereja orang-orang musyrik ketika hari raya mereka karena murka (Allah) turun kepada mereka.” (HR. Baihaqi dan Abdur Razzaq). ⁣

Apa itu rathanah? Berbicara bahasa asing sedangkan dia sendiri tidak memahami dengan baik. Bahkan sekedar faham pun tidak. Rathanah juga bisa bermakna berbicara dengan bahasa asing sedangkan yang diajak berbicara tidak mengerti dan memang tujuannya bukan untuk dimengerti, melainkan untuk membuat kesan hebat misalnya. Ini sangat berbeda dengan menggunakan istilah asing justru untuk memudahkan penjelasan; memudahkan orang lain memahami karena manfaat istilah memang untuk menyederhanakan pemahaman. ⁣

Jadi, larangan berbicara rathanah bukan berarti larangan belajar bahasa asing. Apalagi jika kita mengingat bahwa rathanah juga dapat bermakna berbicara dengan Bahasa Amiyah, termasuk prokem. Mengajari anak berbicara yang seperti ini dapat menjadi sebab sulitnya mencerna ilmu, rusaknya pemahaman dan karena itu dapat menjadi pintu kemunduran. Kedalaman makna itu diperoleh melalui bahasa yang baik. ⁣

Rathanah semakin buruk dan harus dijauhi sejauh-jauhnya, terlebih oleh para pendidik maupun sekolah-sekolah Islam apabila ia sampai pada tingkatan berbangga-bangga dengan bahasa asing, merasa rendah dengan bahasanya sendiri dan malu menggunakan bahasa maupun istilah agama. Ini dapat menjadi pintu kerusakan yang lebih serius, termasuk nifaq dan penyebaran syubhat. ⁣

𝗠𝗮𝗸𝗮 𝗽𝗼𝗻𝗱𝗼𝗸 𝗽𝗲𝘀𝗮𝗻𝘁𝗿𝗲𝗻 𝗵𝗲𝗻𝗱𝗮𝗸𝗹𝗮𝗵 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗷𝘂𝘀𝘁𝗿𝘂 𝗺𝗲𝗻𝗷𝗮𝗱𝗶 𝗴𝗮𝗿𝗱𝗮 𝘁𝗲𝗿𝗱𝗲𝗽𝗮𝗻 𝗺𝗲𝗻𝗷𝗮𝘂𝗵𝗶 𝗿𝗮𝘁𝗵𝗮𝗻𝗮𝗵. Ajari anak-anak bahasa asing bahkan hingga sampai pada tingkat penguasaan yang sangat mendalam. Tetapi mereka dapat menegakkan kepala dengan penuh kehormatan, tidak genit berasing-asing dalam bahasa. Apalagi sampai minder dengan bahasa sendiri maupun bahasa agama. ⁣

Mohammad Fauzil Adhim, Penulis Buku-buku Parenting

Powered by Blogger.
close