Hari Santri, Jangan Semarak Peringatannya, Namun Lupa Bangun Jiwanya


Oleh : Tri S Abu At Taqy

22 Oktober 1445, dijadikn sebagai hari santri karena nilai jihad yang diserukan oleh para Kyai, yang dipimpin Hadrotu Syaikh Hasyim Asy'ari dalam resolusi Jihad. Juga inisiatif juga pembuktian dari jiwa santri jendral besar Sudirman untuk melibatkan fatwa ulama' dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Sejarah berperannya santri dalam menjaga keutuhan NKRI juga telah dituangkan oleh M. Natsir melalui Mosi Integralnya ketikan keutuhan bangsa terkoyak dengan ancaman sekulerisasi agama dan nasionalisme. Beliau sampaikan Mosi Integral Natsir di hadapan parlemen Republik Indonesia Serikat/RIS pada 03 April tahun 1950. 

Suatu pengkerdilan jika karya-karya nyata monumental peran santri ini direduksi hanya dalam semangat hingar bingar hari santri. Ada nilai inti "core value" yang semestinya diwarisi dan diperjuangkan dalam menghidupkan kembali jiwa santri. Jiwa mujahid, sebagai karakter utama yang lahir dari "Alimaanu Billah" lalu "Aljihaadu Fii Sabilillah berjuang untuk ridho Allah bukan karena tendensi dan kepentingan selainnya. 

Tahun ini hari santri mengambil tema "Berdaya Menjaga Martabat Kemanusiaan ". Kata "martabat" biasanya disandingkan dengan kata "harkat" secara harfiah berasal dari Bahasa Arab "حركات" dimaknai sebagai bekal dasar manusia sebagai makhluk ciptaan Allah, sedangkan "martabat" lebih bermakna tingkatan yang bisa diraih oleh setiap manusia. Maka lebih tepatnya bukan menjaga martabat namun meningkatkannya sehingga memiliki tingkatan "derajat" yang lebih baik. 

Rosulullaah Shallallahu 'alaihi wa sallam sering ditanya "amalan apa yang lebih baik", amalan yang lebih utama dan amalan yang dicintai Allah? Ada semangat dari para Sahabat Radhiallahu Anhum ajma'iin dalam bersemangat mendapatkan informasi nilai lebih dalam setiap amal. Jiwa dan semangat yang sama seyogyanya kita miliki untuk mewarisi jiwa ini.

Reaktualisasi jihad, dalam program mainstream kita yakni Tarbiyah dan Dakwah. Lembaga pendidikan dan Kepesantrenan yang saat ini berjalan dimaksimalkan secara sungguh-sungguh untuk melahirkan santri sejati, kader sejati, mujahid sejati. Sehingga tumbuh nanti generasi pewaris dan pelanjut perjuangan "Membangun Peradaban Islam"

Tri S Abu At Taqy, Pondok MADINAH (Madinatul Qur'an Hidayatullah Sragen)
Powered by Blogger.
close