Kuasai Ilmu dengan Matang Agar Enak Disajikan


Oleh : Mohammad Fauzil Adhim

Orang sekarang menyebutnya organik. Saya menyebutnya ndeso, karena dahulu ketika masih kecil, setiap makanan pasti alami, asli dan tidak menggunakan bahan-bahan sintetis artifisial untuk prosesnya, baik budidaya maupun pengolahan. Kira-kira kelas 5 SD, saya baru mengenal ada mie ajaib yang membuat siapapun seolah-olah pandai memasak. Cukup dicemplungkan ke panci kecil dan menambah bumbu yang disobek, bukan diuleg, jadi mie ajaib beraneka rasa. ⁣


Suatu saat saya bertanya pada seorang anak. Ketika berdialog, tampak terbiasa berpikir kritis. ⁣

"Kamu bisa masak mie?"
"Bisa. Aku sudah biasa bikin mie."
"Mie apa yang kamu bisa?"
"Apa saja, aku bisa semua. Mau dibikinkan mie apa?"
"Wah, mantap. Ma sya Allah.... Berarti kamu sudah hafal bumbu-bumbunya, ya? Sudah tahu bedanya merica dan ketumbar, mengenali mana jahe mana lengkuas...."
Anak itu cepat-cepat menanggapi, "Enggak-enggak.... Lengkuas itu apa? Merica itu yang seperti apa? Itu memangnya bumbu untuk bikin mie?"
"Iya, merica bumbunya mie."
"Aku pakainya bumbu yang digunting. Tinggal masukkan. Berarti aku bukan bikin mie ya, kalau begitu. Aku cuma merebus mie." ⁣

Boleh juga sikap kritis anak ini. Lalu saya tanya lebih lanjut, "Apa bedanya orang yang mengerti bumbu dengan orang yang hanya tinggal masukkan bumbu?" ⁣

"Ya beda banget.... Kalau mengerti bumbu, dia bisa bikin sendiri." ⁣

Kami kemudian berbincang cukup panjang hingga sampai kepada pentingnya menguasai ilmu dengan matang. Sangat berbeda orang yang tinggal menyampaikan materi yang dia copy-paste dengan yang mendidikkan ilmu dari apa yang dipahami dengan matang dan sempurna. ⁣

Seperti halnya mie ajaib yang kita menyebutnya mie instan, dalam banyak hal kita menjumpai hal yang serupa. Kelak misalnya, akan bermunculan para penceramah. Di masa itu orang berlomba-lomba menjadi pembicara (𝙗𝙞𝙖𝙧 𝙠𝙚𝙧𝙚𝙣, 𝙨𝙚𝙗𝙪𝙩𝙡𝙖𝙝 𝙥𝙪𝙗𝙡𝙞𝙘 𝙨𝙥𝙚𝙖𝙠𝙚𝙧), tetapi fuqaha-nya semakin sedikit. Bicaranya memukau, tetapi ilmu tak ada. ⁣

Semoga belum terjadi di masa kita sekarang.

Mohammad Fauzil Adhim, Penulis Buku-buku Parenting
Powered by Blogger.
close