Hukum Merayakan Natal dan Tahun Baru menurut Dua Lembaga Fatwa Rujukan


Dalam fatwanya, Lajnah Da’imah melarang Muslim ikut serta dengan orang-orang kafir pada hari-hari besar mereka, karena hal tersebut termasuk menyerupai (musyabahah) musuh Allah yang dilarang agama

Dikutip dari Hidayatullah.com | KEBOLEHAN seorang muslim merayakan Natal dan tahun baru selalu menjadi perdebatan rutinan masyarakat Indonesia menjelang akhir tahun Masehi. Sebagian masyarakat muslim menganggapnya sesuatu yang diperbolehkan dalam agama dan sebagian masyarakat yang lain justru menganggapnya sebagai perbuatan yang diharamkan agama.

Sebagai negara muslim terbesar di dunia, menurut Sekertariat Kabinet Republik Indonesia, Indonesia memiliki tidak kurang dari 100 ormas Islam di dalamnya. Masing-masing ormas tersebut memiliki sikap yang berbeda antara satu dengan yang lain dalam menyikapi hukum merayakan Natal dan tahun baru.

Meski demikian, sikap ormas tersebut secara umum dapat dikelompokan menjadi dua: membolehkan dan mengharamkan.

Jika demikian, lalu bagaimana pandangan otoritas keagaaman yang diakui terhadap hukum merayakan Natal dan tahun baru Masehi? Berikut pandangan Lajnah Daimah Saudi dan Darul Ifta Mesir:

Fatwa Lajnah Daimah Saudi: Haram

Dalam fatwa yang diterbitkan Lajnah Daimah Saudi No. 2540 tertulis, “Tidak diperkenankan seorang muslim untuk ikut serta dengan orang-orang kafir pada hari-hari besar mereka, menampakkan kebahagiaan karena momentum tersebut dan meliburkan pekerjaan pada hari tersebut. Baik itu pekerjaan yang bersifat keagamaan maupun keduniaan. Karena hal tersebut termasuk tindakan menyerupai (musyabahah) musuh-musuh Allah yang dilarang agama. Juga termasuk upaya tolong menolong dalam kebatilan.” Hal yang senada juga disebutkan dalam fatwa No. 8848.

Fatwa ini didasari oleh hadits Rasulullah ﷺ yang artinya; “Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk dari kaum itu.” Dan firman Allah ta’ala:

وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ  ٢ [ المائدة:2-2]

2.  … Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS: Al-Ma”idah:2).

Fatwa Darul Ifta` Mesir: Mubah

Lembaga Darul Ifta Mesir dalam website resminya menyatakan bahwa merayakan tahun baru Masehi yang penentuannya menyesuaikan waktu kelahiran Nabi ‘Isa adalah boleh.

Dalam fatwanya, Darul Ifta menyebutkan; “Karena dalam perayaan tersebut terdapat tujuan-tujuan sosial, agama dan nasionalisme yang dilegitimasi oleh adat maupun syariat, seperti; memperingati nikmat Allah yang terdapat dalam perguliran zaman dan pergantian tahun. Syariat juga telah mengakui kebolehan perayaan hari-hari besar masyarakat untuk tujuan menanamkan kegembiraan dalam diri mereka. Para ulama juga, secara tertulis, membolehkan untuk memanfaatkan momentum tersebut sebagai ajang melakukan kebaikan, menyambung tali silaturahim, mencari keuntungan ekonomi maupun kebersamaan sosial.”

Darul Ifta Mesir berpandangan bahwa merayakan tahun baru Masehi bukanlah termasuk tindakan menyerupai (musyabahah) yang dilarang dalam Islam jika terkait dengan kemaslahatan manusia dan selama tidak berdampak kepada pengakuan terhadap akidah agama lain. Lebih-lebih objek perayaan tersebut adalah salah seorang utusan Allah yaitu Nabi ‘Isa yang namanya dikekalkan dalam al-Qur`an.

Syaikhul Islam Zakariyya al-Anshari mengatakan dalam kitab Asna al-Mathalib, “al-Qamuli berkata: “Aku tidak menemukan perkataan seorang pun dari Madzhab kita tentang pengucapan selamat pada hari raya, tahun dan bulan sebagaimana yang dilakukan masyarakat. Akan tetapi al-Hafidz al-Mundziri meriwayatkan dari al-Hafidz al-Maqdisi bahwa beliau menjawab permasalahan tersebut dengan perkataan, “Para ulama masih berbeda pendapat tentang itu, namun aku melihat bahwa hal itu mubah. Bukan sunnah ataupun bid’ah.”

Ibnu Hajar al-Haitami menyebutkan dalam Tuhfatul Muhtaj, “Disunnahkan mengucapkan selamat pada hari raya dan semisalnya seperti (pergantian) tahun dan (pergantian) bulan pada pendapat yang mu’tamad. Disertai dengan bersalam-salaman.”

Pendapat Darul Ifta Mesir didasari oleh hadits Aisyah Ra. saat Rasulullah ﷺ dan Abu Bakar mendatanginya dan ketika itu terdapat dua perempuan yang bernyanyi saat hari raya. Abu Bakar lantas berkata, “Seruling syaitan?” beliau mengulangi perkataannya dua kali. Lalu Rasulullah bersabda, “Biarkan dua orang tersebut, wahai Abu Bakar. Sungguh ini termasuk hari raya.” Dan firman Allah ta’ala:

وَٱلسَّلَٰمُ عَلَيَّ يَوۡمَ وُلِدتُّ وَيَوۡمَ أَمُوتُ وَيَوۡمَ أُبۡعَثُ حَيّٗا  ٣٣ ذَٰلِكَ عِيسَى ٱبۡنُ مَرۡيَمَۖ قَوۡلَ ٱلۡحَقِّ ٱلَّذِي فِيهِ يَمۡتَرُونَ  ٣٤ [ مريم:33-34]

Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.”  (QS: Maryam:33).

Itulah Isa putera Maryam, yang mengatakan perkataan yang benar, yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya. (QS: Maryam:34).*/Auliya’ El Haqalumni Al-Azhar-Mesir

Rep: Admin Hidcom

Powered by Blogger.
close