Pesan Sekularisme dalam Iklan Air Minum


Kita kadang melihat sepele sebuah iklan, meski narasi yang dikampanyekan dalam iklan air minum itu mengandung pesan sekularisme

Oleh: Muhammad Syafii Kudo

Dikutip dari Hidayatullah.com | SEORANG anak lelaki ditegur ibunya saat mendinginkan badannya di lemari es yang ia buka. Lalu si bocah mengatakan bahwa badannya sudah tidak panas (demam) lagi untuk itu bolehlah kiranya dia diizinkan untuk kembali bersekolah.

Namun ibunya memberi nasihat bahwa dia masih dalam masa pemulihan jadi harus banyak minum air putih agar lekas sembuh sembari dibumbui adegan si bocah meminum segelas air mineral lalu muncullah narasi suara, “Diciptakan oleh alam, seratus persen air murni mineral pegunungan sebagaimana alam ingin kamu meminumnya.” (https://youtu.be/rzwCmQT5KHs)

Tentu Anda sudah mulai paham deskripsi iklan apa yang penulis narasikan di atas. Untuk lebih memperjelas penulis ingin memberi petunjuk bahwa itu adalah iklan sebuah air mineral dalam kemasan yang sempat diboikot oleh umat Islam pasca peristiwa pemuatan karikatur Nabi Muhammad ﷺ di sebuah majalah satire Prancis.

Ada yang menarik dari iklan terbaru pelopor komersialisasi air putih dalam kemasan tersebut, yakni saat narator iklan menyatakan bahwa air diciptakan oleh alam. Di sini mungkin terlihat sepele namun ada pesan serius terselip di baliknya.

Entah sengaja atau tidak, ada kampanye sekulerisme di balik narasi itu. Dan perlu diingat jangan pernah menyepelekan sesuatu yang secara dhohir nampak remeh belaka padahal bisa jadi di sisi Allah sangat berat timbangannya.

Sebagaimana Rasulullah ﷺ bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,

إن العبد ليتكلم بالكلمة من رضوان الله , لا يلقي لها بالا , يرفعه الله بها درجات , و إن العبد ليتكلم بالكلمة من سخط الله , لا يلقي لها بالا يهوي بها في جهنم

“Sungguh seorang hamba mengucapkan satu kalimat yang mendatangkan keridhoan Allah, namun dia menganggapnya ringan, karena sebab perkataan tersebut Allah meninggikan derajatnya. Dan sungguh seorang hamba mengucapkan satu kalimat yang mendatangkan kemurkaan Allah, namun dia menganggapnya ringan, dan karena sebab perkataan tersebut dia dilemparkan ke dalam api neraka.” (HR: Bukhari dan Muslim).

Jargon bahwa air diciptakan dari alam bukan dari si pembuat alam (Allah) adalah sebuah kebodohan akidah yang coba dikampanyekan secara halus yang mana tidak layak diterima di Indonesia yang merupakan negara ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.

Terlepas dari sudut pandang Islam, di Indonesia ini ada enam agama resmi yang diyakini oleh mayoritas masyarakat Nusantara, dimana dalam enam agama tersebut ada keyakinan bahwa alam ini diciptakan oleh Tuhan.

Artinya paham menihilkan Tuhan atau setidaknya memisahkan peran Tuhan dalam keseharian kehidupan manusia tidaklah bisa diterima dalam keyakinan mayoritas masyarakat Indonesia yang merupakan kaum beragama. Lebih-lebih dalam ajaran Islam tidak ada tempat sama sekali untuk meniadakan Tuhan.

Di dalam Al-Quran Allah menyebutkan;

يٰٓأَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَآءُ إِلَى اللَّهِ  ۖ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِىُّ الْحَمِيدُ

“Wahai manusia! Kamulah yang memerlukan Allah; dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu), Maha Terpuji.” (QS. Fatir 35: Ayat 15).

Ibnuu Katsir Rahimahullah berkata, “Seluruh makhluk amat butuh pada Allah dalam setiap aktivitasnya, bahkan dalam diam mereka sekali pun. Secara dzat, Allah sungguh tidak butuh pada mereka. Oleh karena itu, Allah katakan bahwa Dialah yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji, yaitu Allah-lah yang bersendirian, tidak butuh pada makhluk-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya. Allah sungguh Maha Terpuji pada apa yang Dia perbuat dan katakan, juga pada apa yang Dia takdirkan dan syariatkan.” (Tafsir Al-QuranAl ‘Azhim, 11/316).

Di dalam Al-Quranjuga disebutkan;

اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ

“Allah tempat bergantung.” (QS. Al Ikhlas : 2)

Ibnuu ‘Abbas menafsirkan ayat kedua Surah Al Ikhlas  tersebut seperti yang  diriwayatkan dalam Tafsir Ibnu Katsir, bahwasanya Allah-lah tempat bergantung semua makhluk dalam segala keperluan dan masalah mereka.

Semua dalil naqli itu menunjukkan bahwa tidak akan ada keterlepasan makhluk sama sekali dari Allah pada setiap gerak-gerik mereka di setiap waktunya. Lantas darimana dalil bahwa air diciptakan oleh alam sendiri atau juga darimana sandaran ilmiah bahwa alam tercipta dengan sendirinya ataupun menciptakan dirinya sendiri.

Ini semua tidak bisa dipungkiri adalah pemahaman Barat sekuler yang tidak ada akarnya di dalam ajaran Islam. Mirip teori Darwinisme yang dipaksakan oleh hegemoni sains Barat yang disebarkan ke seluruh dunia agar umat manusia percaya bahwa mereka berasal dari kera bukan dari Nabi Adam Alaihis Salam.

Padahal sudah sangat jelas bertebaran di dalam Al-Quran penjelasan bahwa Allah adalah pencipta alam semesta dan seluruh isinya ini, seperti salah satunya tertera dalam ayat yang berbunyi;

ٱللَّهُ ٱلَّذِى خَلَقَ سَبْعَ سَمَٰوَٰتٍ وَمِنَ ٱلْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ ٱلْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ ٱللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَىْءٍ عِلْمًۢا

Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” (QS: At Tholaq : 12).

Dan ada sebuah sarkasme cantik dari Allah untuk membungkam mulut mereka yang selama ini gemar menihilkan Tuhan dalam ayat Al-Quran yang berbunyi,

مَا أَشْهَدْتُهُمْ خَلْقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلا خَلْقَ أَنْفُسِهِمْ

Aku tidak menghadirkan mereka untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi dan tidak (pula) penciptaan diri mereka sendiri.”(QS: Al-Kahfi: 51)

Lantas bagaimana bisa pihak yang tidak hadir dalam proses penciptaan dirinya sendiri bisa merasa sok paling tahu tentang proses penciptaan alam semesta. Surah Al Kahfi ayat 51 itu merupakan kunci mati dan dalil paling logis bagi orang-orang yang masih memiliki logika yang sehat.

Sekilas mengenai sekulerisme

Dalam Ensiklopedi Indonesia, sekularisasi (Latin; Saeculum = waktu, abad, generasi ,dunia) diartikan suatu proses yang berlaku demikian rupa sehingga orang, golongan, atau masyarakat yang bersangkutan semakin berhaluan dunia.

Menurut Syed Muhammad Naquib Al Attas sekularisme memiliki beberapa definisi, yakni secara bahasa secular berasal dari bahasa latin yaitu saeculum, yang mengandung dua pengertian yaitu waktu dan tempat atau ruang.

Sekular dalam pengertian waktu merujuk kepada ‘sekarang’ atau kini, sedangkan dalam pengertian ruang merujuk kepada ‘dunia’ atau duniawi.

Sedangkan dalam disertasi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang berjudul Negara Hukum, Muhammad Tahir Azhary mendefinisikan sekularisme sebagai paham yang ingin memisahkan atau menetralisir semua bidang kehidupan seperti politik dan kenegaraan, ekonomi, hukum, sosial budaya dan ilmu pengetahuan teknologi dari pengaruh agama atau hal-hal yang ghaib. (Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat : Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekuler-Liberal, Cet. 1, (Jakarta : Gema Insani Press, 2005), h. 270).

Jadi secara sederhana bisa dikatakan bahwa istilah sekularisme ialah semacam sikap hidup, di mana manusia itu tidak tahu-menahu lagi dengan Allah, suatu sikap yang begitu dipengaruhi oleh paham keduniawian sehingga ia tidak mau melihat hubungan yang benar antara Allah dan manusia, sehingga mereka semakin lama memiliki suatu pandangan hidup dan pandangan tentang dunia tanpa Allah (God-loze Levens-en Wereld beschouwing). (Fridolin Ukur, Tuaiannya Sungguh Banyak : Sejarah Gereja Kalimantan Evangelis, Cet.3,(Jakarta : Gunung Mulia, 2002), h. 64).

Dan untuk menuju kepada tahapan sekularisme, maka akan didahului oleh proses sekularisasi yang terdiri dari beberapa komponen seperti yang dijelaskan oleh Syed Naquib Al Attas, yaitu:

Bahagian-bahagian utama dimensi sekularisasi adalah ‘penghilangan pesona daripada alam tabi’i  (disenchantment of nature), ‘peniadaan kesucian dan kewibawaan agama daripada politik’ (desacralization of politics) dan ‘penghapusan kesucian dan kemutlakan nilai-nilai daripada kehidupan (deconsecration of values).

Penghilangan pesona daripada alam tabi’i -sebuah istilah dan konsep yang dipinjam daripada ahli sosiologi Jerman Max Weber” – yang mereka maksudkan, seperti juga yang dimaksudkan oleh Weber, adalah pembebasan alam tabi’i  daripada unsur tambahan keagamaan, dan ini termasuk penghapusan ma’na-makna rohani, dewa- dewa, dan kuasa ajaib daripada alam tabi’i, memisahkannya daripada Tuhan dan membezakan manusia daripada alam tersebut.

Dengan demikian manusia tidak lagi menganggap alam sebagai sesuatu kejadian yang kudus, sehingga membolehkannya untuk bertindak bebas terhadap alam tabi’i, memanfaatkannya mengikut keperluan dan rancangannya, maka dengan demikian manusia dapat menciptakan perubahan dalam sejarah dan pembangunan. (Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Islam dan Sekularisme, terj. Khalif Muammar, Cet. 1, (Kuala Lumpur : RZS-CASIS, 2020), h. 32-33).

Menarik melihat penjelasan pakar Islam dan kebudayaan Melayu tersebut dalam menganalisis dampak daripada sekularisasi dari salah satu komponennya yakni ‘penghilangan pesona daripada alam tabi’i  (disenchantment of nature), yang karena pemahaman inilah  manusia tidak lagi menganggap alam sebagai suatu kejadian yang sakral, sehingga membolehkannya untuk bertindak bebas terhadap alam lingkungan, dan manusia bisa memanfaatkannya (eksplorasi) dan akhirnya mengeksploitasi alam lingkungan tanpa batas  demi memuaskan ambisi keserakahan mereka.

Inilah bahaya sekularisasi dan sekularisme pada alam lingkungan yang kini kian marak terjadi baik berupa bencana ekologis maupun konflik sosial akibat ketimpangan penguasaan pengelolaan lingkungan hidup.

Bagaimana bersikap?

Sebagai seorang Muslim kita harus punya pandangan hidup yang mapan berupa worldview Islam agar kita bisa memahami bahwa alam adalah makhluk bukan Kholiq (pencipta).

Alam adalah ayat kauniyah Allah yang harus ditadaburi oleh manusia agar bisa memahami kebesaran penciptanya (yakni Allah). Orang beriman akan mengeksplorasi alam semata-mata untuk semakin “menemukan” Tuhan bukan malah kian “kehilangan” Tuhan seperti yang dialami oleh sebagian besar saintis Barat hari ini yang ironisnya juga dimakmumi oleh sebagian masyarakat Islam yang silau kepada produk sains Barat.

Khusus untuk pembahasan dalam tulisan ini, ada pesan sangat jelas dalam iklan tersebut yang mengampanyekan sekulerisme. Kalimat (air) diciptakan oleh alam adalah pernyataan yang sangat gamblang untuk tidak menyebutkan peran Allah. Perihal ini ada sindiran sangat lugas di dalam Al-Qurandimana Allah berfirman,

أفرأيتم الماء الذي تشربون أأنتم أنزلتموه من المزن أم نحن المنزلون لو نشاء جعلناه أجاجا فلولا تشكرون

Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya dari awan. Ataukah Kami yang menurunkannya? Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia asin. Maka mengapakah kamu tidak bersyukur?” (QS: Al Waqi’ah : 68-70).

Kemudian perhatikan hadis Rasulullah ﷺ yang berbunyi,

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ سَعِيدِ بْنِ مُرَّةَ، حَدَّثَنَا فُضَيل بْنُ مَرْزُوقٍ، عَنْ جَابِرٍ، عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَنَّهُ إِذَا شَرِبَ الْمَاءَ قَالَ: “الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي سَقَانَا عَذْبًا فُرَاتًا بِرَحْمَتِهِ، وَلَمْ يَجْعَلْهُ مِلْحًا أُجَاجًا بِذُنُوبِنَا”

Ibnuu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Usman Ibnuu Sa’id Ibnuu Murrah, telah menceritakan kepada kami Fudail Ibnuu Marzuq, dari Jabir, dari Abu Ja’far, dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, bahwa beliau apabila usai dari minumnya membaca doa berikut: Segala puji bagi Allah Yang telah memberi kami minum air yang tawar lagi menyegarkan berkat rahmat-Nya, dan tidak menjadikannya asin lagi pahit karena dosa-dosa kami.”

Jika menilik penjelasan surah Al Waqi’ah dan Hadis Nabi di atas, kita harusnya sangat bersyukur bahwa Allah masih memberi kita air minum yang tawar dan segar. Padahal Allah bisa saja merubah air tawar di seluruh dunia ini menjadi asin dan pahit akibat dosa-dosa kita yang sangat banyak lalu tidak ada lagi sumber air minum bagi manusia.

Sebagai penutup, seyogyanya penjabaran di atas sedikit banyak bisa membuat manusia malu dan sadar diri bahwa mereka di dunia ini hanya menumpang kepada pemiliknya yakni Allah. Dan sebagai hamba yang tahu diri maka hendaknya manusia makin bertakwa kepadaNya.

Dan salah satu bentuk ketaatan kepada Allah adalah menyembah kepada Nya dan senantiasa menjaga kelestarian alam. Bukan malah mengkufuri Allah sembari bangga mengklaim apa yang sudah disediakan oleh Allah sebagai hasil ciptaan dari selain Allah. Wallahu Alam Bis Showab.*

Murid Kulliyah Dirosah Islamiyah Pandaan Pasuruan

Powered by Blogger.
close