Tidur Di Masjid
Dahulu, anak laki-laki tidur di masjid atau langgar (mushalla) begitu mereka mumayyiz (kira-kira usia 7 tahun). Sebagian mulai tidur di langgar usia 10 tahun. Jarang tidur di rumah, meskipun ada juga yang tidur di langgar hanya pada malam Jum'at.
Mulai usia 7 tahun pula anak-anak belajar fiqh dasar madzhab Syafi'i. Dimulai dari Safinatun Najah, lalu secara bertahap meningkat, meskipun pembahasannya masih sama. Tanda-tanda baligh ('alamatul bulugh) sudah dipelajari saat anak umur 7 tahun. Karena itulah anak-anak sudah memahami dan tahu apa yang harus dilakukan saat baligh, bahkan jauh sebelum mereka baligh. Dengan demikian seorang ayah tidak perlu sibuk memastikan hadir saat anak laki-lakinya mimpi basah.
Jika ada anak yang ihtilam (mimpi basah) saat tidur di langgar, maka teman-teman di sekelilingnya akan membantu. Mereka seperti mewisuda, "Koen sak iki wis baligh, lho (Kamu sekarang sudah baligh, lho)." Lalu mereka akan menanyai apakah sudah tahu cara mandi besar atau belum. Mereka pun memberikan briefing ringkas.
Ketika itu, anak tidur di masjid bukanlah ancaman. Masjid justru tempat tumbuh-kembang yang aman. Maka ketika ada masjid yang melarang muslimin tidur di dalamnya, perasaan saya bercampur aduk. Angan pun melayang.
Mohammad Fauzil Adhim, Penulis Buku dan Motivator
Post a Comment