Worldview Psikologi Islam
Konsep tentang manusia – dalam kajian psikologi Islam – harus benar. Sesuai dengan Islamic Worldview (Pandangan Islam)
Oleh: Dr. Kholili Hasib, M.Ud
Hidayatullah.com | PADA 15 Februari 2020, RZS-CASIS-UTM (Raja Zarith Sofiah Centre for Advanced Studies on Islam, Science and Civilisation Universiti Teknologi Malaysia UTM) menyelenggarakan hajatan besar dan penting dalam sejarah pemikiran Islam di Melayu. Simposium bertajuk Syed Muhammad Naquib Al-Attas: Philosophical and Civilisational Dimensions. Simposium yang mengulas pemikiran Prof. Al-Attas dari berbagai segi.
Simposium ini sangat penting, sebab dihadiri langsung oleh Prof. Al-Attas. Ada yang bilang, mungkin forum ini merupakan forum berserjarah.
Sebab, kemungkinan tidak mudah lagi mengundang pemikir besar ini di forum besar internasional. Saya bersyukur bisa hadir mendengarkan ceramah beliau.
Di usia yang semakin udzur dan kondisi kesehatan beliau yang sering terganggu, suara ceramahnya ternyata sangat lantang dan nikmat disimak. Kini usianya 92 tahun.
Seorang pemikir besar memang sepertinya tidak pernah berhenti berfikir untuk menyelesaikan problematika umat manusia. Prof. Al-Attas menurut informasi, beliau jarang tidur lama di malam hari, digunakan untuk berfikir dan menulis, ataupun membahas sesuatu yang penting.
Di setiap tulisan dan ceramah beliau – apapun topiknya – hal yang paling penting untuk kita telaah adalah tentang Islamic worldview. Beliau selalu meletakkan Islamic Worldview sebagai aspek paling mendasar dalam setiap pengkajian dan pembahasan suatu topik.
Dalam bahasa Arab beliau terjemahkan ru’yatul Islam lil wujud (pandangan Islam tentang kewujudan). Dari penggunaan terminologi al-wujud ini sudah bisa kita simpulkan.
Pemikiran Prof. Al-Attas ini pemikiran yang tinggi. Dalam filsafat wujud diistilahkan dengan pembahasan ontologi. Bidang kajian paling tinggi dalam filsafat.
Karya besar beliau berjudul Prolegomena to the Metaphysics of Islam, An Exposition of the Fundamental Elements of the Worldview of Islam. Buku ini terdiri dari tujuh chapter; Islam: The Concept of Religion and the Foundation of Ethics and Morality, The Meaning and Experience of Happines in Islam, Islam and the Philosphy of Science, The Nature of Man and the Psychology of the Human Soul, Intuition of Existence, On Quiddity of Essence, dan The Degrees of Existence.
Dilihat dari judul buku dan judul bab dari satu sampai tujuh, menunjukkan pemikiran Islamic Worldview ini merupakan pemikiran paling penting untuk dikaji umat Muslim. Dari bab lima sampai tujuh, Prof. Al-Attas membahas tentang ontologi.
Bab ketujuh merupakan puncak pembahasan. Suatu pembahasan yang sangat tinggi. Mungkin juga rumit.
Nampak bahwa, pemikiran Prof. Al-Attas ini tidak sembarangan. Sebab, problematika umat Islam zaman modern ini memang sangat serius.
Oleh sebab itu, memerlukan telaah, pembahasan dan jawaban yang benar-benar serius. Jika tidak, maka problematika umat tidak akan putus berhenti.
Selesai satu, muncul yang lain. Seterusnya begitu. Sebab, ibarat suatu penyakit, bila gejala suatu penyakit itu yang dihilangkan, maka penyakit tidak akan mati.
Demikian pula, ide dan gagasan Prof. Al-Attas memang sangat tinggi. Sebab beliau merespon suatu problem yang begitu serius dan rumit.
Pemikiran Islamic Worldview Prof. Al-Attas ini orisinil dan rasanya untuk waktu saat ini belum ada pemikir yang begitu serius dan tinggi menuangkan ide dan gagasannya.
Hal yang menarik lainnya adalah pemikiran Prof. Al-Attas yang orisinil ini tidak memutus dengan pemikiran para ulama dan cendekiawan klasik. Beliau di ISTAC pernah memang jabatan akademik Al-Ghazali Chairs. Kursi al-Ghazali. Berarti, pemikiran imam al-Ghazali sangat berpengaruh terhadap pemikiran Islamic Worldview Prof. Al-Attas.
Menurut Prof. Al-Attas formula pemikiran Imam al-Ghazali dibutuhkan pada zaman ini untuk menjawab berbagai tantangan kontemporer. Khususnya dari pemikiran Islamic Worldview.
Pembahasan Prof. Al-Attas tentang manusia diletakkan sebagai salah satu elemen dasar Islamic Worldview. Oleh sebab itu Islamic Worldview dapat digunakan sebagai “pisau” analisis tentang problematika ilmu psikologi. Maka, mestinya pengkajian ilmu psikologi harus dimulai dari metafisika.
Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud (Prof. Wan) pernah menerangkan dalam salah satu kuliah beliau di UII Dalwa beberap tahun lalu tentang metafisika dan faham manusia.
Beliau menyampaikan bahwa realitas manusia yang mendasar bukanlah jasadnya, tetapi ruhaninya. Ruhani manusia ini dilengkapi satu fakultas yang memiliki bernama yaitu; nafs (jiwa), qalb (hati), dan aql (akal).
Pengkajian hakikat nafs, qalb dan aql ini sesungguhnya salah satu tajuk penting dalam metafisika dan manusia. Psikologi Islam harus memulai pembahasanya dari perkara ini.
Prof. Wan membahasnya dalam sub bab berjudul Manusia dan Psikologinya dalam buku Falsafah dan Amalan Pendidikan Islam Syed M. Naquib al-Attas Suatu Huraian Konsep Asli Islamisasi.
Prof. Al-Attas membagi jiwa (nafs) terdiri dari dua unsur. Pertama, rational dan Kedua, animal.
Pada jiwa rational menusia memiliki potensi bersifat kognitif. Seperti, berfikir, berimajinasi, berprasangka, menghafal dan menilai suatu perkara. Jiwa animal memiliki potensi syahwat makan, minum dan seks, marah.
Sifat hewani ini mengingingkan aspek-aspek kepuasan jasad dan kebutuhannya. Sedangkan sifat aqli cenderung memenuhi kebutuhan ruhani.
Ketika sifat hewani unggul daripada sifat hewani, maka manusia menjadi jahat. Begitu sebaliknya ketika sifat aqli menguasai sifat hewani, maka manusia menjadi baik.
Kebebasan tidak bermakna melepaskan sifat hewani sampai menghalahkan sifat aqli. Prof. Al-Attas menjelaskan terminologi kebebasan dalam Islam yang tepat menggunakan istilah ikhtiar.
Yaitu, perbuatan memilih yang baik. Kata ikhtiar terkait dengan khair yang artinya baik. Keduanya dari akar kata yang sama yaitu “khara”, “khayara”. Maka, pilihan yang diartikan dalam ikhtiar itu mesti pilihan yang baik oleh jiwa aqli, lebih baik dan terbaik di antara dua kemungkinan.
Kebebasan dalam konsep ikhtiar itu terkait dengan sifat aqli, adab, keadilan dan hikmah. Semua hal itu terlebih dahulu memerlukan adanya ilmu dalam diri manusia.
Karena dengan ilmu dan pengetahuan manusia mengenal mana kedudukan yang tepat, ada saja yang termasuk sifat jahat dan baik. Tanpa ilmu, manusia tidak akan bisa membedakan hal-hal tersebut.
Berarti, kebebasan itu praktik pemilihan yang berdasarkan ilmu. Kemdudian jika nilai-nilai kebaikan; hikmah, iffah, keadilan, itu semua bersumber dari agama dan tanzil dari Al-Qur’an, maka kebebasan itu berarti berasaskan teologi. Karena pengenalan terhadap nilai-nilai kebaikan itu bersumberkan dari iman.
Maka, di sini diperlukan kesadaran jiwa aqli tentang kebenaran yang asal datangnya dari hidayah Allah, dan keyakinan (iman) yang benar.
Pada tahun 2022 Prof. Muhammad Zainiy Uthman menulis buku yang khusus membahas psikologi menurut Prof. Al-Attas berjudul Al-Attas Psychology.
Buku ini sepertinya lengkap yang mengulas pemikiran al-Attas tentang konsep manusia. Terdiri dari tiga bab; The Human Soul and The Intellect, The Heart and Spiritual Cognition, dan Happines.
Para pengkaji psikologi Islam harus membaca buku ini. Pembahasannya lengkap dan mendalam. Prof. Zainiy membahas konsep ilmu, jiwa, hati dan kebahagiaan. Buku ini berjudul Al-Attas Psychology tetapi juga bisa dikatakan dapat menjadi buku filsafat ilmu.
Pembahasan konsep manusia Prof. Al-Attas memang melibatkan epistemologi, filsafat, kalam, dan tasawuf. Maka, para pengkaji psikologi Islam semestinya dia mempelajari tasawuf, ilmu kalam dan filsafat Islam.
Berdasarkan hal itu, maka medan kajian ilmu psikologi dalam Islam sesungguhnya dapat beririsan dengan berbagai cabang ilmu lainnya; yaitu ilmu tasawuf, dan ilmu kalam.
Bahkan ilmu kalam adalah pengetahuan jiwa manusia terhadap apa yang wajib baginya (mengetahuinya) tentang akidah yang dinisbahkan kepada agama Islam berdasarkan dalil-dalil.
Persoalan apa itu jiwa dan hakikatnya dikaji dalam ilmu tasawuf. Hubungan dengan ilmu tasawuf menjadi jelas yakni kajian tentang tazkiyatun nafs (pembersihan jiwa) dan suluk (perilaku manusia). Dalam konteks ini, objek kajian ilmu kalam terkait dengan ontologi, yaitu kewujudan manusia dan hubungannya dengan Tuhan.
Prof. Al-Attas berpendapat, sebagaimana diuraikan oleh – Prof. Wan – dalam Islam metafisika merupakan sesuatu yang sangat penting dalam menentukan konsepsi dasar umat melalui jagat raya, psikologi, epistemologi, etika dan bahkan logika.
Misalnya dalam pandangan Prof. Al-Attas, jiwa ada sebelum adanya raga yaitu dalam alam perjanjian (mithaq) yang sesuai dengan pandangan para ahli tasawuf.
Gagasan tentang manusia juga menjadi dasar dari bangunan epistemologi Islam. Sebab, dalam epistemologi ada tiga hal penting yang menjadi dimensi. Yaitu; jiwa, makna, serta sifat-sifat dan kegunaan ilmu pengetahuan.
Maka, dalam konteks ini Prof. Al-Attas memposisikan jiwamanusia sebagai entitas spiritual yang aktif untuk mempersiapkan diri dalam menerima kehadiran makna. Sehingga, disinilah urgensi penjelasan tentang manusia universal. Artinya, kajian tentang konsep manusia memberi sumbangan untuk merumuskan konsep epistemologi dalam Islam.
Maka, konsep tentang manusia – dalam kajian psikologi Islam – harus benar. Sesuai dengan Islamic Worldview. Cara pandang yang salah terhadap jiwa manusia telah mengakibatkan perbedaan dalam cara pandang terhadap berbagai penyakit jiwa.
Kesalahan ini justru bersifat fatal. Bisa merusak jiwa manusia itu sendiri. Manusia bukan sekedar makhluk materi. Tetapi makhluk materi dan ruhani.*/Bangil, 18 Februari 2023
Penulis adalah dosen UII Dalwa Bangil
Post a Comment