Mau Dibawa Kemana Kurikulum Kita?


Pengarang kitab Arrasul Almuallim menjelaskan bahwa Rasulullah ﷺ mempunyai 40 metode dalam menyampaikan materi pada para sahabatnya, mau dibawa kemana kurikulum kita?

Oleh: Herman Anas

Dikutip dari Hidayatullah.com | KURIKULUM  adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pengertian kurikulum ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003.

Diakui atau tidak kurikulum di negeri ini gonta-ganti. Maka ada adagium ganti menteri ganti kurikulum. Bahkan saat ini satu menteri ada 3 kurikulum yang bisa menjadi pilihan.

Sejarah mencatat perubahan tersebut mulai tahun 1947, 1952, 1964,1975,1984,1994, 2004, 2006, 2013, kurikulum darurat (2019), kurikulum Prototipe (2020) dan kurikulum merdeka (2022).

Padahal sebenernya tujuan pendidikan itu sederhana, yakni secara sederhana adalah untuk menanamkan iman dan taqwa atau imtaq dan ilmu pengetahuan dan teknologi yang di dalamnya terdapat skill yang berguna untuk menjalani kehidupan dunia dengan baik.

Sebagaimana tertuang dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menjelaskan bahwa fungsi dan tujuan dari pendidikan nasional dituangkan di dalam pasal 3 yang mengatakan bahwa:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Hal ini sebenarnya sesuai dengan pernyataan Imam Ghazali dan Ibnu Khaldun bahwa pendidikan harus berorientasi dunia dan akhirat. Kebahagiaan dunia dan juga akhirat.

Namun, dibalik pergantian kurikulum tersebut tidak diiringi dengan lulusan yang baik secara keimanan dan juga punya skill yang bagus untuk menjalani kehidupan yang baik. Hal ini dibuktikan dengan angka kenakalan remaja yang tinggi.

Di Indonesia salah satu bentuk kenakalan remaja yang marak dijumpai, terutama di kota-kota besar adalah tawuran pelajar. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat terjadinya tren peningkatan angka kasus tawuran di kalangan pelajar sepanjang tahun 2018.

Sepanjang tahun 2017 hingga 2018, KPAI mencatat 202 anak berhadapan dengan hukum karena terlibat tawuran. Sementara kekerasan di lingkungan sekolah dengan anak sebagai pelaku sepanjang 2019 tercatat 3 kasus di Gresik, Talakar, dan Ngawi, Jawa Timur.

Kasus di Jember sendiri juga tergolong tinggi. Wakapolres Jember Kompol Kadek Ary Mahardika membeberkan, selama 2021, satreskrim mengungkap 409 kasus.

Sebanyak 329 di antaranya sudah memasuki proses hukum atau ke tahap persidangan. Dibanding tahun 2020 lalu, kata dia, capaian itu menurun 98 kasus dari total 507 kasus. Sementara, kasus yang tengah diproses hukum lanjut juga turun 32 kasus dari total 361 kasus.

Di dalam dunia kerja lulusan kita juga dikeluhkan oleh stakeholder. Dunia usaha banyak mengeluhkan mutu lulusan lembaga pendidikan yang tidak siap kerja.

Oleh karena kurikulum pendidikan tidak sesuai dengan kebutuhan dunia usaha. Setiap dunia usaha senantiasa butuh melatih para calon pegawai sebelum bekerja.

Hal ini juga diakui oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim, bahwa kompetensi dan produktivitas sarjana di duni kerja masih sangat minim.

Hal tersebut menyebabkan tenaga kerja berpendidikan tinggi sulit terserap perusahaan-perusahaan besar, baik yang berskala nasional maupun internasional. Ia mengatakan, minimnya kualitas sarjana disebabkan karena pengalaman magang yang kurang saat kuliah.

Seharusnya, magang dilakukan dalam jangka waktu enam bulan agar pengalaman kerja semakin luas. Anak-anak lulusan terbaik Indonesia pintar-pintar, tapi sulit menjadi produktif di dunia kerja. Mereka memerlukan masa orien…

Kurikulum Rasulullah

Kurikulum sebenarnya sederhana dalam agama kita sebagaimana Islam itu mudah. Contoh yang diriwayatkan oleh Jundub bin Abdillah radiyallahuanhu:

عن جُنْدُبِ بن عبد الله قال: كنا مع النبي صلى الله عليه وسلم ونحن فِتْيَانٌ حَزَاوِرَةٌ فتعلمنا الإيمان قبل أن نتعلم القرآن ثم تعلمنا القرآن فازددنا به إيماناً ) رواه ابن ماجة (61) والطبراني في المعجم الكبير (1678) والبيهقي في سننه الكبرى (5075) وهو حديث صحيح

Dari Jundub bin Abdillah beliau berkata: “Dahulu kami ketika remaja bersama Rasulullah ﷺ, kami belajar iman sebelum  Al-Quran kemudian setelah kami belajar  Al-Quran bertambahlah keimanan kami. Sedangkan kalian sungguh pada hari ini justru belajar  Al-Quran dulu sebelum belajar iman.” (Riwayat At Thabrani, Al Baihaqi, Ibn Majah.)

Perkataan Jundub bin Abdillah ini ditujukan kepada generasi setelahnya tabiin, Sehingga dalam riwayat Thabrani dalam kitab Al-Mu’jam Al-kabir ada tambahan dari perkata’an Jundub bin Abdillah:

فانكم اليوم تعلمون القران قبل الايمان

“Adapun kalian hari ini belajar qur’an sebelum iman.”

Sebagaimana yang sudah digambarkan Nabi ﷺ, tabiin adalah generasi terbaik setelah sahabat, tentunya di sini ada penurunan kualitas. Begitulah kalau dipandang dari kacamata sahabat.

Bandingkan dengan kondisi saat ini yang tidak mendahulukan kualitas keduanya? Belum lagi jam belajar di sekolah hanya 2 jam kemudian saat ini dirubah jadi 4 jam dalam sepekan.

Permasalahan sangat kompleks. Belum lagi jumlah mata pelajaran yang banyak. Jumlah mata pelajaran terlalu banyak.

Metode Mengajar

Berkaitan dengan metode mengajar, Rasulullah sendiri dalam hadits punya metode mengajar yang sangat banyak disesuaikan dengan kebutuhan, sesuai tempat, orang yang diajak bicara, supaya tidak bosan dst.

Misal dalam hadits Arbain Nawawi. Ada banyak metode menyampaikan materi kepada para sahabat. Pada hadits pertama Rasulullah ﷺ menyampaikan dengan metode ceramah dan menyampaikan fakta.

Kemudian di hadits kedua Rasulullah ﷺ menggunakan metode diskusi (hiwar) berkenaan dengan hadits Jibril. Selanjutnya di hadits yang ketiga Rasulullah menyampaikan dengan metode caramah lagi.

Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah pengarang kitab Arrasul Almuallim menjelaskan bahwa Rasulullah mempunyai 40 metode dalam menyampaikan materi kepada para sahabatnya.

Menyampaikan ilmu adalah pahala tersendiri. Sedangkan mengikuti metode Rasulullah dalam penyampaian ilmu juga pahala sendiri.

Kesimpulan

Dari pemaparan di atas, seharusnya kita sebagai umat Islam tidak boleh minder atas kemajuan barat dalam hal Teknologi. Rasulullah sebagai panutan sudah memberikan contoh secara gamblang dan mendeklarasikan bahwa diutus bukan hanya sebagai Nabi dan Rasul tapi juga sebagai seorang guru.

Hal ini membuat Baginda Nabi punya seperangkat kurikulum, metode mengajar, tahapan dll. Keharusan bagi umat ini untuk menggali.

Contoh dalam hal skill bahasa Zaid bin Tsabit (bukan hanya kokoh dalam bidang agama) hanya butuh 17 hari untuk mempelajar bahasa Suryani. Dibandingkan dengan generasi umat Islam saat ini yang diajari bahasa Inggris mulai SD hingga kuliah tidak bisa bicara juga tidak bisa menulis.

Jadi mau dibawa kemana kurikulum kita ini?*

Mahasiswa pascasarjana UIN KHAS Jember, artikel disampaikan dalam “Seminar Antarbangsa Pendidikan Islam 2023”, Universitas Putra Malaysia, 1 Maret 2023.

Powered by Blogger.
close