Dengki dan Biji Kopi

Kopi pahit, menjadi indah dan terasa lezat, bagi mereka yang merasakan perihnya ditumbuk dan dipanaskan, seperti itulah perumpamaan orang yang menjadi korban rasa dengki

Dikutip dari laman Hidayatullah.com | ORANG yang menjadi korban dengki dan dibicarakan keburukannya sering kali dianggap sebagai pohon gaharu yang semerbak baunya menyebar karena dibakar. Ia juga mirip biji kopi yang melalui proses pemanggangan, penumbukan, dan pemasakan untuk menghasilkan kelezatan yang dapat dinikmati.

Meskipun pada awalnya mungkin terdapat penderitaan dan kesulitan, mereka akhirnya mampu menghadirkan manfaat dan kebaikan kepada orang banyak.

وَإِذَا أَرَادَ اللهُ نَشْرَ فَضِيْلَةٍ طُوِيَتْ أَتَاحَ لَهَا لِسَانَ حَسُوْدِ

لَوْلاَ اشْتِعَالُ النَّارِ فِيْمَا جَاوَرَتْ مَا كَانَ يُعْرَفُ طِيْبُ عَرْفِ الْعُوْدِ

“Bila Allah berkehendak menyebarkan keutamaan yang tersimpan, maka Dia memberi kesempatan lidah pendengki untuk ikut menyebarkan. Seandainya bukan karena rayapan nyala api, maka wanginya kayu gaharu tidak akan diketahui.” (Diwan Abu Tammam)

Orang yang korban dengki seringkali menjadi sasaran kecemburuan atau ketidakpuasan orang lain terhadap kesuksesan, kelebihan, atau prestasi yang mereka miliki.

Mereka mungkin memiliki bakat istimewa, kecerdasan, keterampilan, atau kualitas pribadi yang menonjol, sehingga menimbulkan rasa iri atau tidak nyaman pada orang lain.

Namun, sikap yang berbeda ini dapat menjadi berkah baginya, orang yang sebelumnya tidak mengenal kebaikannya, kemudian masyarakat tahu, bahwa ia tidak seperti keburukan yang dibicarakan orang.

Seperti pohon gaharu yang semerbak baunya menyebar karena dibakar, orang yang menjadi korban dengki memiliki kemampuan untuk menghadirkan perubahan positif dan menginspirasi orang lain melalui kualitas dan prestasi mereka.

Ketika mereka dihadapkan pada kesulitan atau kecaman, mereka tidak membiarkan hal tersebut meruntuhkan semangat mereka. Sebaliknya, mereka memanfaatkannya sebagai dorongan untuk menjadi lebih kuat dan mencapai kesuksesan yang lebih besar.

Mereka berjuang melawan hambatan dan menjadikan pengalaman negatif sebagai kesempatan untuk tumbuh dan berkembang.

Selain itu, seperti biji kopi yang melalui proses pemanggangan, penumbukan, dan pemasakan untuk menghasilkan kelezatan yang dapat dinikmati, orang yang menjadi korban dengki juga mengalami transformasi melalui perjuangan mereka. Mereka belajar dari pengalaman-pengalaman sulit dan tantangan yang mereka hadapi, dan dengan tekad yang kuat, mereka berhasil mengatasi rintangan tersebut.

Setiap penderitaan dan ketidakadilan yang mereka hadapi menjadi bahan bakar bagi mereka untuk menjadi lebih baik, lebih bijaksana, dan lebih memahami.

Lebih jauh lagi, ketika orang yang menjadi korban dengki memilih untuk tidak membalas kebencian atau kejahatan yang dilakukan terhadap mereka, mereka memperlihatkan integritas yang luar biasa.

Mereka menggunakan kebaikan dan keadilan sebagai senjata mereka. Meskipun mungkin tergoda untuk membalas dendam atau melibatkan diri dalam siklus kebencian, mereka memilih untuk mempromosikan kedamaian, pengertian, dan persaudaraan.

Dalam menghadapi cemoohan dan omongan buruk, mereka tetap menjaga martabat dan kebajikan mereka. Dalam mengenalkan kebaikannya kepada orang banyak, orang yang menjadi korban dengki mampu memberikan inspirasi, motivasi, dan teladan bagi orang lain.

Keberhasilan mereka dan perjalanan hidup mereka yang penuh tantangan menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang yang menghadapi kesulitan.

Kopi pahit, menjadi indah dan terasa lezat, bagi mereka yang merasakan perihnya ditumbuk dan dipanaskan. Lidah-lidah pendengki sering kali menyebarkan keburukan, tetapi terkadang menghasilkan kebaikan pada orang yang korban dengki.*/ Dr. Halimi Zuhdy

Powered by Blogger.
close