“Sejatinya Aku Sudah Menjadi Mangsamu”


DONGENG
 ini tentang tiga ekor lembu yang berteman baik di hutan. Karena ketiganya selalu rukun, singa tak pernah berhasil memangsa salah satu dari mereka. Maka singa memutuskan untuk berdamai dan kumpul bersama. Sebagai suatu komunitas keluarga yang akrab, dekat, erat. Selang beberapa waktu, berhembus fitnah pada satu dari ketiga lembu itu sampai timbul perpecahan.

Lembu itu dikucilkan oleh kedua temannya, hingga akhirnya singa leluasa memangsa lembu tersebut. Anehnya kedua temannya tidak keberatan dengan perbuatan singa. Sehingga ia tetap diterima kumpul bersama mereka.

Seiring bergulir hari, pekan dan bulan, berhembus lagi fitnah sampai saling menjelekkan dan mencari-cari kesalahan antara kedua lembu. Akibatnya mereka berpisah dan hidup masing-masing. Tentu saja singa mengambil kesempatan ini untuk memangsa kerbau kedua.

Kini yang tersisa hanya lembu terakhir. Sadarlah ia, rupanya fitnah-fitnah itu adalah rekayasa singa untuk memecah belah mereka. Tapi semua sudah terlambat. Tiba giliran ia yang akan dihabisi oleh singa, dengan penuh penyesalan ia berkata,

“Sejatinya aku sudah menjadi mangsamu, sejak engkau menerkam temanku yang pertama”

Saudaraku, dongeng ini diadaptasi dari hikayat terkenal di negeri Arab. Begitu populernya, sampai kalimat terakhir lembu itu menjadi peribahasa orang Arab hingga kini.

أُكِلْتُ يَوْمَ أُكِلَ الثَّوْرُ الْأَبْيَضُ

“Sejatinya aku sudah dimangsa pada hari ketika lembu putih (sahabatku) dimangsa. Tinggal menunggu giliran..”

Yang maknanya; Sebuah penyesalan yang terlambat, karena sudah termakan oleh fitnah dan saling mencaci kepada saudara kita sendiri.

Oleh karena itu, kita sebagai seorang muslim tidak perlu saling bully, saling nyinyir, dan saling menjatuhkan. Sebab ketika umat Islam ini terpecah belah, maka singa si pembuat rekayasa dengan mudah menerkam kita.

مثل المؤمنين في توادِّهم وتراحمهِم وتعاطفِهم مثل الجسد اذا اشْتكي منه عَضْوٌ تداعَى له سائر الجَسد بالسَّهر والحُمى (رواهُ مسلم)

Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal rasa saling mencintai, saling mengasihi, saling berkasih sayang adalah seperti satu tubuh yang ketika satu anggota tubuh itu ada yang mengeluh, maka seluruh tubuh meraa mengaduh dengan terus jaga tidak bias tidur dan merasa panas. (HR. Muslim).

Waspada Adu domba

Refleksi diri dari gambar ini seharusnya menjadi pembelajaran/ibrah buat kita khususnya umat islam. Ular piton mati karena gigitan berbisa milik ular kobra. Sedangkan ular cobra mati karena cengkraman/lilitan kuat milik ular piton.

Ular piton dan ular cobra tidak ada yang menang maupun kalah. Pertarungan sengit keduanya berakhir dengan mengenaskan. Keduanya sama-sama mati. Lalu siapa yg akan mengambil keuntungannya yaitu para anjing anjing kelaparan yang akan memakan bangkai kedua ular ini.

Waspada, ini mirip seperti umat Islam saat ini. Kelompok A diadu domba dengan kelompok B. Bila kedua-duanya sudah hancur, musuh-musuh Islam-lah yang akan mengambil keuntungannya. Misi mereka berhasil menghancurkan Islam dari dalam.

Mereka seperti orang Yahudi Yatsrib yang melestarikan konflik antara Aus dan Khazraj untuk meraih keuntungan sesaat. Islam jangan mau diadu domba, mari memelihara ukhuwah Islamiyyah.

Kalah jadi Abu, Menang Jadi Arang

Arti dari peribahasa kalah jadi abu, menang jadi arang, adalah baik yang menang maupun kalah pada suatu pertengkaran/ pertarungan sama-sama tidak mendapatkan keuntungan apa-apa.

Peribahasa kalah jadi abu, menang jadi arang, dapat Anda gunakan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan sebagai suatu perumpamaan yang mempunyai arti baik yang menang maupun kalah pada suatu pertengkaran sama-sama tidak mendapatkan keuntungan apa-apa.

Ust. H. Sholih Hasyim

Powered by Blogger.
close