Tiga Wanita Berperan Besar dalam Hijrah Nabi


Selain para sahabat Nabi, ada juga para sahabiyah (sahabat perempuan) pemberani yang memiliki peran besar selama proseh hijrah dari Makkah menuju Madinah

Disadur dari laman Hidayatullah.com | “ADAKAH wanita muslimah punya peran dalam peristiwa Hijrah dalam Islam?” Pertanyaan itu terkadang berputar-putar di ruang pikiran.

Asal tahu saja, setiap awal Muharram tiba atau lebih dikenal dengan perayaan hijrah, kita begitu identik dengan kisah hijrah Nabi Muhammad ï·º bersama seorang sahabat laki-laki.

Semua yang diceritakan memang berani melakukan hijrah yang begitu besar demi Islam. Ketahuilah bahwa ternyata selain laki-laki, ada juga sahabat perempuan yang pemberani dan sholehah selama hijrah.

Tak terbayangkan betapa kuatnya kekuatan mereka meninggalkan Makkah menuju Madinah demi keyakinan masing-masing.

Ada tiga sosok wanita hijrah yang hebat. Mari kenali mereka:

1. Asma’ binti Abu Bakar RA

Beliau adalah anak dari Saidina Abu Bakar, salah seorang sahabat yang melakukan perjalanan ke Madinah penuh dengan ranjau.

Bayangkan ketika wanita hebat yang dikenal dengan julukan Zat an-Nitaqayn (yang memakai ikat pinggang) meninggalkan Makkah, beliau membawakan makanan dan perbekalan untuk Nabi ï·º dan ayahnya yang bersembunyi di Gua Tsur.

Saat itu Abu Jahal dan kroninya sedang memburu Nabi ï·º untuk membunuhnya.  Betapa bahaya dan bahayanya perjalanan yang Asma tempuh.

Sendirian merenungkan kegelapan malam, mendaki bukit dengan benjolan tajam, apalagi saat itu dia sedang hamil! Namun, Asma’ yang berhati mulia itu rela mempertaruhkan nyawanya sendiri.

Abu Jahal menduga Asma’ terlibat dalam penyembunyian Nabi Muhammad ï·º. Kemudian, laki-laki itu mendekati Asma’ dan memaksanya untuk memberitahukan keberadaannya.

Namun, Asma’ hanya diam saja. Sadar perbuatannya itu tidak membuat putri Khalifah Islam pertama itu takut, Abu Jahal kemudian menampar Asma’ dengan keras hingga kalung yang dikenakannya terlepas.

Asma’ dengan selamat melahirkan bayinya yang merupakan anak pertama dari komunitas Muslim di Madinah begitu sampai di kota tersebut.

2. Ummu Salamah RA.

Banyak orang mengenalnya sebagai salah satu istri Nabi ï·º. Ummul Mu’minin menikah dengan Baginda Nabi Muhammad ï·º pada tahun keempat Hijrah.

Sebelum hijrah ke Madinah, Beliau terlebih dahulu hijrah bersama mendiang suaminya dari Makkah ke Abyssinia (Ethiopia) demi agama.

Bagi Ummu Salamah, hijrah ke Ethiopia berarti meninggalkan rumah dan seluruh keluarga. Melepaskan tradisi turun temurun dan kehormatan untuk sesuatu yang baru, semua demi mengejar ridha dan pahala AAllah SWT.

Beliau pernah kembali ke rumahnya di Makkah, tetapi memutuskan untuk berhijrah lagi. Kali ini, keluarga mereka pergi ke Madinah.

Sayangnya, beliau dan suami serta anak-anaknya dipisahkan karena tentangan keluarga. Selang beberapa waktu, Ummu Salamah dibebaskan dari keluarganya.

Beliau melanjutkan niatnya untuk hijrah ke Madinah. Bermodalkan hanya mengandalkan Allah SWT, Ummu Salamah rela berpergian bersama anaknya meski menghadapi berbagai resiko.

Di tengah perjalanan, wanita pemberani itu bertemu dengan ‘Utsman bin Talhah ‘Abdari. Akhirnya hijrahnya didampingi oleh ‘Utsman dengan penuh hormat hingga sampai di tujuannya.

3. Aisyah RA.

Beliau adalah anak pertama yang lahir di komunitas Muslim di Makkah. Itulah sebabnya beliau masih muda ketika hijrah ke Madinah.

Meski demikian, tidak menghalangi istri Nabi ï·º ini untuk berhijrah.

Ketika Nabi Muhammad ï·º memilih ayahnya, Abu Bakar RA untuk menemaninya di Gua Tsur, Aisyah dipercaya untuk membawakan dua ekor unta untuk Rasulullah ï·º dan Abu Bakar tiga malam kemudian.

Setelah perjalanan berakhir, rupanya bahaya yang mereka hadapi tidak berhenti sampai di situ. Setibanya di Madinah, Abu Bakar dan Bilal jatuh sakit.

Bahkan, konon air di Madinah berbau busuk sehingga Aisyah bertemu dengan Nabi ï·º dan berdoa agar Madinah mencintai mereka seperti mereka mencintai Makkah dan masih banyak lagi.

Memang benar, hijrah menuntut pengorbanan yang tidak terbagi. Mungkin semua ujian itu untuk mensucikan diri kita dari dosa-dosa masa lalu agar proses peralihan itu stabil dan berjalan dengan sempurna.

Mari kita sama-sama mengambil pelajaran dari hijrahnya Nabi ï·º dan para sahabatnya pada tahun 622 M untuk menyebarkan Islam, selain menanggalkan ancaman bangsa Arab Quraisy yang berimbas pada penyebaran agama suci ini.*/ Nurulfatiha Mua

Powered by Blogger.
close