Tujuh Pelajaran Nabi Ibrahim dalam Membangun Negeri yang Aman


Oleh 
 Ust. Sholih Hasyim

MARILAH kita senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah dengan sejenak merenungi kisah Nabi Ibrahim yang tersebut di dalam al-Qur’an, khususnya ketika beliau meninggalkan anaknya di lembah yang gersang (bakkah), tiada air dan tumbuh-tumbuhan yang dikemudian hari di lembah ini dibangun Ka’bah, Kiblat kaum muslimin. 

Kisah ini tersebut di dalam surat Ibrahim ayat 35- 39, yang hikmahnya bisa diringkas dalam beberapa poin penting di bawah ini:

1. Pendidikan Tauhid Menghadirkan Rasa Aman

وإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.” (QS. Ibrahim: 35).

Kisah ini dimulai dengan permohonan Nabi Ibrahim kepada Allah Sang Pencipta, agar Negeri Mekkah ini dijadikan negri yang aman dan tentram, serta bahagia penduduknya.

Rasa aman adalah kebutuhan pokok hidup manusia. Tanpa rasa aman, hidup manusia menjadi hambar tidak bermakna, harta yang melimpah tiada arti baginya, bahkan kesehatan-pun akan mulai sirna, jika perasaan cemas selalu menghantuinya. 

Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita do’a meminta rasa aman di dalam hidup ini, sebagaimana di dalam hadits Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alahi wa salam berdoa,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِينِي وَدُنْيَايَ وَأَهْلِي وَمَالِي

“Ya Allah, saya memohon kepada-Mu, keselamatan di dunia dan akherat, Ya Allah saya memohon kepada-Mu, ampunan dan keselamatan dalam agamaku, duniaku, keluargaku, dan hartaku“ ( HR. Abu Daud, Shahih).

Setelah memohon keamanan di negerinya, Nabi Ibrahim memohon kepada Allah agar dirinya dan keluarganya serta anak keturunannya dijauhkan dari kesyirikan (menyembah berhala), karena perbuatan syirik adalah kezaliman yang besar dan akan mengakibatkan kesengsaraan dunia dan akherat.

Nabi Ibrahim di dalam do’a ini menggabungkan antara rasa aman dengan tauhid. Seakan-akan beliau hendak berpesan kepada umat Islam dan seluruh manusia bahwa syarat untuk mendapatkan kehidupan yang aman, tentram, dan bahagia pada diri, keluarga, lingkungan, masyarakat dan negara adalah memegang tauhid erat-erat dan menjauhi segala bentuk kesyirikan. 

Ini dikuatkan oleh firman Allah,

الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ.

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. al-An’am : 82).

Juga Firman-Nya,

لِإِيلَافِ قُرَيْشٍ (1) إِيلَافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِ (2) فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ (3) الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ

“Karena kebiasaan orang-orang Quraisy,(yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas.Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.” (Qs. Qurays; 1-4).

2. Kemusyrikan Merupakan Kezaliman yang Besar

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَإِذۡ قَالَ لُقۡمَٰنُ لِٱبۡنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَٰبُنَيَّ لَا تُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ ۖ إِنَّ ٱلشِّرۡكَ لَظُلۡمٌ عَظِيمٞ

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, “Wahai anakku! Janganlah engkau menyekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Luqman 31: Ayat 13).

Kemusyrikan merupakan kezaliman yang besar. Karena menyamakan posisi Al Kholik & Al Makhluk. Jika sikap melampaui batas ini didiamkan, akan memicu datangnya kemarahan & kemurkaan Allah Swt. Diantaranya berupa kerusakan alam kita.

التَّوحِيد اَعْدل العَدْل والشِّرك اَعْظم الظُّلم

“Tauhid adalah keadilan yang paling adil dan kemusyrikan adalah kezaliman yang paling zalim

Al Quran menegaskan bahwa kerusakan yang terjadi di darat dan laut terjadi akibat manusia menuhankan hawa nafsu. Dengan mengikuti dan mematuhi hawa nafsunya, manusia melakukan Al-Fasad atau perusakan di bumi. Hal ini dijelaskan dalam tafsir Surah Ar-Rum Ayat 41,

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (QS. Rum (30) : 41).

Allah pula menegaskan bahwa tidak seluruh akibat buruk perusakan alam itu dirasakan oleh manusia, tetapi sebagiannya saja. Sebagian akibat buruk lainnya telah diatasi/dinetralisir oleh Allah, di antaranya dengan menyediakan sistem dalam alam yang dapat menetralisir atau memulihkan kerusakan alam.

Hal ini berarti bahwa Allah sayang kepada manusia. Seandainya Allah tidak sayang kepada manusia, dan tidak menyediakan sistem alam untuk memulihkan kerusakannya, maka pastilah manusia akan merasakan seluruh akibat perbuatan jahatnya.

Seluruh alam ini akan rusak dan manusia tidak akan bisa lagi menghuni dan memanfaatkannya, sehingga mereka pun akan hancur.

وَلَوۡ يُؤَاخِذُ ٱللَّهُ ٱلنَّاسَ بِمَا كَسَبُواْ مَا تَرَكَ عَلَىٰ ظَهۡرِهَا مِن دَآبَّةٍ وَلَٰكِن يُؤَخِّرُهُمۡ إِلَىٰٓ أَجَلٍ مُّسَمًّى ۖ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمۡ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِعِبَادِهِۦ بَصِيرَۢا

“Dan sekiranya Allah menghukum manusia disebabkan apa yang telah mereka perbuat, niscaya Dia tidak akan menyisakan satu pun makhluk bergerak yang bernyawa di bumi ini, tetapi Dia menangguhkan (hukuman)nya, sampai waktu yang sudah ditentukan. Nanti apabila ajal mereka tiba, maka Allah Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya.” (QS. Fatir (35) : 45).

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman pada ayat lain:

وَلَوۡ يُؤَاخِذُ ٱللَّهُ ٱلنَّاسَ بِظُلۡمِهِم مَّا تَرَكَ عَلَيۡهَا مِن دَآبَّةٍ وَلَٰكِن يُؤَخِّرُهُمۡ إِلَىٰٓ أَجَلٍ مُّسَمًّى ۖ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمۡ لَا يَسۡتَئۡخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسۡتَقۡدِمُونَ

“Dan kalau Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ada yang ditinggalkan-Nya (di bumi) dari makhluk yang melata sekalipun, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai waktu yang sudah ditentukan. Maka apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun”. (QS. An-Nahl 16: Ayat 61).

Dengan menimpakan kepada mereka sebagian akibat perusakan alam yang mereka lakukan, Allah berharap manusia akan sadar. Mereka tidak lagi merusak alam, tetapi memeliharanya. Mereka tidak lagi melanggar ekosistem yang dibuat Allah, tetapi mematuhinya. Mereka juga tidak lagi mengingkari dan menyekutukan Allah, tetapi mengimani-Nya.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَلَنُذِيقَنَّهُم مِّنَ ٱلۡعَذَابِ ٱلۡأَدۡنَىٰ دُونَ ٱلۡعَذَابِ ٱلۡأَكۡبَرِ لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُونَ

“Dan pasti Kami timpakan kepada mereka sebagian siksa yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat); agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. As-Sajdah (32) : 21)

Memang kemusyrikan itu suatu perbuatan dosa yang luar biasa besarnya dan hebat dampaknya sehingga sulit sekali dipertanggungjawabkan oleh pelakunya. Bahkan sulit dipanggul oleh alam, sebagaimana dinyatakan firman-Nya.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

تَكَادُ ٱلسَّمَٰوَٰتُ يَتَفَطَّرۡنَ مِنۡهُ وَتَنشَقُّ ٱلۡأَرۡضُ وَتَخِرُّ ٱلۡجِبَالُ هَدًّا

“Hampir saja langit pecah, dan bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh, (karena ucapan itu),” (QS. Maryam 19: Ayat 90)..

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

فَلَا يَصُدَّنَّكَ عَنۡهَا مَن لَّا يُؤۡمِنُ بِهَا وَٱتَّبَعَ هَوَىٰهُ فَتَرۡدَىٰ

“Maka janganlah engkau dipalingkan dari (Kiamat itu) oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti keinginannya, yang menyebabkan engkau binasa.” (QS. Ta-Ha 20: Ayat 16)

Seluruh langit dan bumi adalah satu sistem yang bersatu di bawah perintah Allah. Sebagaimana disebutkan dalam Alquran bahwa semua yang ada dalam sistem ini diberikan untuk kepentingan hidup manusia, yang dilanjutkan dengan suatu peringatan spiritual untuk tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain.

Sebagai khalifah, manusia hendaknya mengikuti dan mematuhi hukum Allah, termasuk tidak melakukan kerusakan terhadap sumber daya alam yang ada. Mereka juga harus bertanggung jawab terhadap keberlanjutan kehidupan di bumi ini.

Bumi ditundukkan Allah untuk menjadi tempat kediaman manusia. Akan tetapi, alih-alih bersyukur, manusia malah menjadi makhluk yang paling banyak merusak keseimbangan alam.

Contoh yang merupakan peristiwa-peristiwa alam yang terjadi di Tanah Air karena ulah manusia adalah kebakaran hutan dan banjir. Dengan ditunjuknya manusia sebagai khalifah, di samping memperoleh hak untuk menggunakan apa yang ada di bumi, mereka juga memikul tanggung jawab yang berat dalam mengelolanya. Dari sini terlihat pandangan Islam bahwa bumi memang diperuntukkan bagi manusia.

Namun demikian, manusia tidak boleh memperlakukan bumi semaunya sendiri. Hal ini ditunjukkan oleh kata-kata bumi (453 kali) yang lebih banyak disebutkan dalam Alquran daripada langit atau surga (320 kali). Hal ini memberi kesan kuat tentang kebaikan dan kesucian bumi. Debu dapat menggantikan air dalam bersuci.

Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah SAW bersabda,

وَجُعِلَتْ لِىَ الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا ، وَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِى أَدْرَكَتْهُ الصَّلاَةُ فَلْيُصَلِّ

“Seluruh bumi dijadikan untukku sebagai tempat salat dan untuk bersuci. Siapa saja dari umatku yang mendapati waktu shalat, maka shalatlah di tempat tersebut” (HR. Bukhari no. 438 dan Muslim no. 521).

Al-Hallaj dalam sebuah sajaknya pernah menggubah hadist Nabi tersebut melalui keindahan kata-katanya:

الأرض مسجد، فعل الخير فيها صلاة، المسح على رأس اليتيم صلاة، رفع الظلم عند المظلوم صلاة

Bumi ini sejatinya masjid
Berlaku kebaikan merupakan shalat
Mengusap-usap kepala anak yatim merupakan shalat
Memerangi kezaliman yang dilakukan orang-orang zalim juga merupakan shalat

Ada semacam kesakralan dan kesucian dari bumi. Sehingga bumi merupakan tempat yang baik untuk memuja Tuhan, baik dalam upacara formal maupun dalam perikehidupan sehari-hari.
 
Dengan mengendalikan hawa nafsu, media untuk menetralisir bumi kepada kesuciannya agar menjadi pemukiman yang nyaman bagi penghuninya.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

فَأَمَّا مَن طَغَىٰ . وَءَاثَرَ ٱلۡحَيَٰوةَ ٱلدُّنۡيَا. فَإِنَّ ٱلۡجَحِيمَ هِيَ ٱلۡمَأۡوَىٰ . وَأَمَّا مَنۡ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِۦ وَنَهَى ٱلنَّفۡسَ عَنِ ٱلۡهَوَىٰ. فَإِنَّ ٱلۡجَنَّةَ هِيَ ٱلۡمَأۡوَىٰ .

“Maka adapun orang yang melampaui batas,”
“dan lebih mengutamakan kehidupan dunia,”
“maka sungguh, nerakalah tempat tinggalnya.”
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya. “maka sungguh, surgalah tempat tinggal(nya).”

(QS. An-Nazi’at (79) : 37-41).

Dan firman-Nya pula:

وَجَزَيهُم بِمَا صَبَرُواْ جَنَّةً وَحَرِيرًا

“Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabarannya (berupa) surga dan (pakaian) sutera,”. (QS. Al-Insan 76: Ayat 12)

3. Pintu Taubat masih Terbuka

رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ فَمَنْ تَبِعَنِي فَإِنَّهُ مِنِّي وَمَنْ عَصَانِي فَإِنَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Ya Tuhan-ku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia, maka barang siapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barang siapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang“ (QS.Ibrahim : 36).

Nabi Ibrahim sangat menginginkan umatnya mengikuti jejaknya dalam bertauhid kepada Allah dan menjauhi kesyirikan, karena kesyirikan ini telah menyesatkan banyak manusia. Oleh karena itu, beliau memohon kepada Allah agar pintu taubat dibukakan lebar-lebar kepada mereka yang pernah terjebak dalam kesyirikan dan ingin kembali kepada Tauhid.

Beliau ingin agar orang-orang yang dahulu menentang dakwah tauhid, diberikan hidayah ke jalan yang lurus, sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.

Pernyataan Nabi Ibrahim di atas menunjukkan betapa sayangnya beliau kepada umatnya dan betapa beliau sangat menginginkan mereka kembali kepada jalan Allah dan hidup tenang di bawah naungan tauhid. Dakwah kepada tauhid adalah dakwah kepada ketenangan hidup dan kebahagiaan hati dunia dan akherat.

4. Mendirikan Shalat Faktor Turunnya Rezeki

رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim : 37).

Kekuatan Tauhid yang dimiliki Nabi Ibrahim sangat terlihat ketika beliau diperintahkan Allah untuk membawa istri dan anaknya di tengah-tengah lembah padang pasir yang tidak ada air dan tumbuh-tumbuhan, beliau tetap tegar, bahkan istrinyapun ikut tegar dan tabah menghadapi ujian ini.

Bagi Nabi Ibrahim, kebutuhan hidup setiap manusia dari sandang, papan, dan pakan sudah ditanggung oleh Allah, tidak mungkin luput maupun berkurang. Oleh karenanya, beliau tidak pernah khawatir sedikitpun terhadap nasib dirinya dan keluarganya yang ditinggal di lembah tidak berpenghuni gersang tersebut. Ini sebagaimana firman-Nya,

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfuz).” (Qs. Hud: 6).

Ini juga sesuai dengan hadist Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إنَّ رُوح القُدسِ نَفَثَ في رُوعي أنه لن تَمُوتَ نفس حتى تستكمل رِزْقها وأجَلَها

“Sesungguhnya Malaikat Jibril (Ruhul Quds) membisikan pada diriku, bahwa jiwa seseorang tidak akan mati sampai rezeki dan ajalnya disempurnakan.“ (HR. Baihaqi, Shahih) 

Yang menarik, justru yang dirisaukan oleh Nabi Ibrahim ini adalah bagaimana anak dan keturunannya bisa melaksanakan perintah Allah dengan sebaik-baiknya, terutama perintah shalat yang merupakan inti dari seluruh ibadah dan bukti kehambaan mutlak kepada Allah.

Ini sesuai dengan firman Allah,

وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَابَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Yakub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”. (QS. al-Baqarah:132).

Yang menjadikan perhatian Nabi Ibrahim bukan hanya shalat, tetapi juga Ka’bah yang merupakan kiblat umat Islam dalam shalat. Beliau memohon kepada Allah agar manusia di dunia ini rindu dan senang berkunjung ke Ka’bah untuk melaksanakan ibadah Haji dan Umrah, atau sekedar thowaf dan mengerjakan shalat di sana.

Kemudian Nabi Ibrahim memohon kepada Allah agar mereka yang selalu menegakkan shalat, dan selalu menjadikan Ka’bah sebagai pusat perhatiannya, baik yang tinggal di sekitarnya, maupun yang jauh darinya, diberikan kepada mereka rezeki berupa buah-buahan yang berasal dari berbagai penjuru dunia.

Nabi Ibrahim dalam do’a ini mengisyaratkan kepada umat Islam, bahwa ibadah shalat, haji dan umrah serta ibadah-ibadah yang lainnya, akan membawa kepada keberkahan hidup dan melimpahnya rezeki, maka hendaknya setiap muslim tidak khawatir kehilangan rezeki. Tugas manusia adalah beribadah dan menyembah Allah, jika itu dilaksanakan dengan baik, maka Allah akan menanggung seluruh keperluan hidupnya.

Dalam hal ini Allah berfirman,

ومَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (56) مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ (57) إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ (58)

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan.Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” ( QS. adz-Dzariyat : 56-58)

Allah juga berfirman,

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kami lah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS. Thaha : 132)

5. Merasakan Muraqabatullah (Monitoring Allah Swt)

 رَبَّنَا إِنَّكَ تَعْلَمُ مَا نُخْفِي وَمَا نُعْلِنُ وَمَا يَخْفَى عَلَى اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengetahui apa yang kami sembunyikan dan apa yang kami lahirkan; dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit.” (QS.Ibrahim :38).

Nabi Ibrahim sangat menyakini bahwa Allah mengetahui segala sesuatu di bumi dan di langit, baik yang nyata maupun yang tersembunyi, maka Beliau tidak pernah khawatir sedikitpun ketika meninggalkan anak dan istri di lembah yang kering, tiada air dan tumbuh-tumbuhan.

Beliau juga tidak pernah khawatir terhadap apa yang akan terjadi di masa mendatang, karena semuanya dalam pengawasan Allah. Dengan demikian hidupnya menjadi tenang, tidak pernah gelisah. Keyakinan seperti ini yang mestinya dimiliki setiap muslim yang mengaku dirinya pengikut Nabi Ibrahim.

Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallampun diperintahkan secara tegas untuk mengikuti ajaran nabi Ibrahim sebagaimana di dalam firman-Nya:

ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif.” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (QS. an-Nahl : 123).

Selain itu, keyakinan tentang Ilmu Allah, menyebabkan seorang muslim selalu menjauhi segala bentuk maksiat dan kejahatan, karena dia tahu Allah selalu melihatnya. Inilah yang disebut al-Ihsan, tingkat keimanan yang paling tinggi dalam diri seorang muslim. Sebagaimana disebutkan di dalam hadist Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallahu ‘alahi wa sallam bersabda:

الإِحْسَانُ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

“Al-Ihsan adalah engkau menyembah Allah, seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya, maka Allah melihat engkau“ ( HR. Bukhari)

6. Selalu bersyukur terhadap Nikmat Allah

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَهَبَ لِي عَلَى الْكِبَرِ إِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِنَّ رَبِّي لَسَمِيعُ الدُّعَاءِ (39) رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ

“Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishak. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa. Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan salat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku“ (QS. Ibrahim : 39-40)

Nabi Ibrahim bertahun-tahun memohon kepada Allah agar dikaruniai keturunan yang akan meneruskan perjuangan dan dakwahnya, tetapi keturunan tersebut tidak kunjung datang sampai di hari tuanya. Tetapi walupun begitu, beliau tidak pernah putus asa terhadap Rahmat Allah.

Dan ketika beliau berumur 80 tahun, menurut sebagian literatur, lahirlah Ismail dari istrinya Siti Hajar dan sesudah itu ketika berumur 98 tahun, lahirlah Ishaq dari istrinya Siti Sarah.

Di hari hari tua seperti itu, baru lahir anak yang selama ini ditunggu-tunggu, Nabi Ibrahim tidak mengeluh, atau mengatakan sudah terlambat, beliau tetap bersyukur mendapatkan keturunan walau di hari tua, sebagaimana yang tersebut pada ayat di atas.

Ketika kedua anaknya lahir, Beliau memohon kepada Allah agar keduanya di masa mendatang menjadi anak sholeh yang taat kepada Allah dengan memperbanyak ibadah kepada-Nya dengan bersujud dan shalat.

7. Beristighfar atas Segala Dosa

رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ

“Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)”. (Qs. Ibrahim : 41).

Di dalam perjalanan dakwah selama hidupnya, Nabi Ibrahim merasa banyak hal yang kurang berkenan dengan kehendak dan keinginan Allah, ataupun usaha dakwahnya belum maksimal, maka beliau di akhir hayatnya berusaha untuk memperbanyak istighfar dan memohon ampun atas segala dosanya, dosa kedua orangtuanya, dan dosa orang-orang beriman secara umum agar nanti di hari hisab, di hari perhitungan dipermudah urusannya.

Ayat ini juga memberikan pesan kepada kita umat Islam, agar selalu mendoakan dan memintakan ampun kepada saudara-saudaranya sesama muslim, khususnya di waktu-waktu tertentu, seperti saat khutbah Jum’at, Idul Fitri dan Idul Adha. Ini sesuai dengan firman-Nya,

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa: “Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang” ( QS. al-Hasyr : 10).

Ini menunjukkan bahwa umat Islam tidak boleh ada kedengkian diantara mereka, justru sebaliknya mereka harus saling berlapang dada, meminta maaf satu dengan yang lainnya, bahkan saling memintakan ampun kepada Allah atas dosa-dosa yang dikerjakan, sehingga mereka semua bisa beribadah kepada Allah dengan hati bersih.

Sehingga, yang terjadi di dalam kehidupan dunia ini bagi setiap muslim, hati mereka bersih, dan di dalam kehidupan akherat, ketika mereka masuk surgapun hati mereka tetap bersih, sebagaimana firman-Nya,

وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الْأَنْهَارُ وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka; mengalir di bawah mereka sungai-sungai dan mereka berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini.  Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami, membawa kebenaran”. Dan diserukan kepada mereka: “Itulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan.” ( QS.al-A’raf : 43).

Inilah salah satu makna dari do’a sapu jagad yang sering diucapkan seorang muslim, sebagaimana firman-Nya,

وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS. al-Baqarah : 201).

Mudah-mudahan kita semua menjadi orang-orang yang mendapatkan kebaikan di dunia, dan kebaikan di akherat serta dijauhkan dari api neraka. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

*) Ust. Sholih Hasyim, penulis adalah pengasuh Pondok Pesantren Hidayatullah Kudus, Jawa Tengah. Naskah diedit oleh Yacong B. Halike, Sumber www.hidayatullah.or.id

Powered by Blogger.
close