Merilis Emosi Tanpa Menyakiti
Oleh : Jamil Azzaini
Tahukah Anda bahwa dalam diri manusia ada satu bagian yang paling sensitif dan mudah berubah-ubah? Bagian tubuh manusia yang apabila baik kondisinya maka baik pula keseluruhan tubuhnya. Dan apabila bagian tubuh tersebut rusak, maka rusak pula keseluruhan tubuhnya. Sudah tahu jawabannya? Ya, jawabannya adalah hati.
Bukan sensitif secara fisik seperti mata yang sangat sensitif pada cahaya ataupun ujung jari yang sensitif pada sentuhan. Namun, hati sering dikaitkan dengan kepekaan emosional dan psikologis, karena hati memiliki peran penting dalam mengendalikan perasaan dan emosi manusia.
Mungkin kita sering mengalami kondisi mood yang berubah-ubah dalam waktu yang sangat singkat. Sewaktu-waktu Anda bahagia, lalu tak sampai lima menit berselang karena kejadian tertentu perasaan Anda berubah menjadi sedih. Semua itu bersumber dari hati, karena hati berperan mengatur segala emosi manusia seperti senang, sedih, marah, kecewa, takut, perasaan tidak nyaman dan emosi lainnya.
Menjaga kondisi hati agar selalu bersih sama saja menjaga agar mental kita selalu sehat. Emosi negatif yang ditumpuk terlalu banyak tanpa dikeluarkan dapat berpengaruh pada kesehatan mental kita. Kesehatan mental yang terganggu membuat kita melakukan tindakan yang kontraproduktif bahkan berpotensi menyakiti orang lain. Bukan hanya itu, kesehatan mental yang terganggu juga bisa mengganggu kesehatan fisik seseorang.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Profesor Fazel Seena dari Oxford University menunjukan bahwa orang dengan gangguan mental memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terlibat dalam kejahatan. Hal ini tentu selaras dengan berita yang kita baca atau kita dengar beberapa waktu ini, ada kisah tentang ibu yang tega membunuh anaknya sendiri. Atau kisah tentang ayah yang tega mencabuli anak kandungnya. Setelah ditelisik, kejadian tersebut disebabkan karena adanya gangguan mental berupa luka batin yang tersimpan cukup lama dalam diri sang pelaku.
Luka batin yang tersimpan timbul dari kumpulan emosi negatif yang tidak tuntas dikeluarkan semenjak masa kanak-kanak, baik luka dari pengasuhan atau lingkungan yang sangat membekas. Untuk itu sangat penting bagi kita untuk mengenali emosi yang ada pada diri kita dan merilisnya dengan cara yang tepat tanpa menyakiti diri sendiri maupun menyakiti orang lain.
Ada banyak penelitian yang menjelaskan tentang terapi untuk merilis emosi negatif yang menumpuk dalam diri kita. Salah satunya dengan teknik expressive writing. Teknik ini dipopulerkan oleh James W. Pennebaker, seorang psikolog sosial dan profesor di University of Texas. Teknik ini sudah terbukti diujicobakan pada berbagai penelitian.
Teknik expressive writing ini dapat kita implementasikan sendiri di rumah, nama teknik atau formulanya EBIT. Ini bukan EBIT yang populer dalam istilah keuangan ya, Earning Before Tax. Tetapi EBIT dalam kacamata psikologi. Apa itu EBIT? Harap bersabar.
Untuk memulai langkah ini kita perlu mengkondisikan diri di tempat yang tenang dan membuat kita rileks. Hanya butuh 6 langkah untuk kita melakukan teknik expressive writing untuk healing ini.
Langkah pertama, identifikasi satu masalah yang kurang menyenangkan atau paling menyakitkan bagi kita. Boleh kejadian yang baru terjadi atau kejadian lama yang sangat mengganggu hidup kita. Kejadian yang membuat kita terluka, tersakiti, merasa direndahkan, dipermalukan atau masalah lain yang membuat kita sangat tidak nyaman.
Langkah kedua hingga langkah kelima, kita mengunakan fomula EBIT. huruf E dalam EBIT mewakili kata Emotion. Apa maksudnya? Sembari kita menuliskan kejadian di langkah pertama, kita ungkakan pula bagaimana perasaan yang kita rasakan. Segala bentuk emosi dapat kita tuangkan dalam tulisan tersebut. Apapun emosi yang ada tuliskan, bisa jadi kita marah, sedih, bahagia, kecewa ataupun emosi apapun kita bisa tuliskan sesuai dengan perasaan kita.
Langkah ketiga, B yang berarti Body. Setelah kita menuliskan bagaimana perasaan kita, lanjutkan dengan mengingat-ingat bagaimana reaksi tubuh kita pada saat kejadian itu berlangsung. Apakah tubuh kita bergetar, menggigil, berkeringat, detak jantung semakin cepat atau apapun yang menggambarkan kondisi fisik yang terjadi dalam diri kita.
Langkah ketiga, Imagination. Sambil menulis tentang kejadian itu, bayangkan apa saja kemungkinan-kemungkinan yang ada di benak kita jika kejadian itu terjadi dan tidak terjadi. Misalnya pada kejadian dimana kita dipukul oleh orang tua, terbayang pula dalam benak kita bahwa kita akan sering dipukul walaupun sebenarnya tidak terlalu sering. Kita bayangkan juga seandainya tidak sering dipukul. Apa yang terjadi?
Langkah keempat Thinking. Sambil menuliskan dan mengingat kejadian itu, kita dapat pula menuangkan apa pemikiran rasional yang muncul pada saat kejadian tersebut, sehingga memungkinkan kita untuk mengevaluasi dan menentukan solusi dari masalah yang kita alami. Apa manfaat dari kejadian tersebut? Bagaimana agar hal tersebut tidak terulang?
Langkah keenam, setelah memastikan semua hal yang tertahan dalam diri kita telah tertuang secara sempurna pada tulisan kita melalui EBIT (emotion, Body, Imagination, Thinking) maka selanjutnya kita bisa mengingat hal-hal baik apa saja yang muncul dari kejadian tersebut? Bisa berupa hikmah, pelajaran, sudut pandang baru yang itu membuat kita sampai pada titik saat ini.
Keenam teknik ini terlihat sederhana namun cukup powerfull untuk kita praktikkan dalam keseharian setiap kita mengalami kejadian yang menguras emosi atau menorehkan luka di hati kita. Melalui langkah ini, perlahan-lahan luka batin dan emosi negatif yang kita miliki akan hilang dan kita akan terhindar dari stress dan rasa cemas.
Dengan merilis luka batin, dan memaknai setiap luka batin yang dimiliki kita akan berubah menjadi sosok yang baru. Sosok yang lebih bahagia dan lebih berdaya. Kita menjadi The New Me, manusia baru. Mau? Segera praktikkan 6 langkah di atas.
Jamil Azzaini, Penulis Buku dan Motivator Sukses Mulia
Sumber www.jamilazzaini.com
Post a Comment