MUI Mengklaim Tidak Pernah Tetapkan Kehalalan Produk Nabidz


Dikutip dari Hidayatullah.com— Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, Prof Dr Asrorun Niam Sholeh, menegaskan MUI tidak pernah menetapkan kehalalan atas produk Nabidz. MUI mengaku tidak bertanggung jawab atas terbitnya Sertifikat Halal produk tersebut.

“Sesuai pedoman dan standar halal yang dimiliki MUI, MUI tidak menetapkan kehalalan produk yang menggunakan nama yang terasosiasi dengan yang haram. Hal ini termasuk dalam hal rasa, aroma, dan kemasan seperti wine. Apalagi jika prosesnya melibatkan fermentasi anggur dengan ragi, persis seperti pembuatan wine,” terang Asroru Niam dikutip laman resmi MUI, Selasa (15/8/2023).

KH Niam menjelaskan Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standardisasi Fatwa Halal menyebutkan empat kriteria penggunaan nama dan bahan yaitu sebagai berikut:

  • Tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan nama dan/atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada kekufuran dan kebatilan
  • Tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan nama dan/atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada nama-nama benda/binatang yang diharamkan terutama babi dan khamr, kecuali yang telah mentradisi (‘urf) dan dipastikan tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan seperti nama bakso, bakmi, bakwan, bakpia dan bakpao.
  • Tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan bahan campuran bagi komponen makanan/minuman yang menimbukan rasa/aroma (flavour) benda-benda atau binatang yang diharamkan, seperti mie instan rasa babi, bacon flavour, dan lain-lain.
  • Tidak boleh mengkonsumsi makanan/minuman yang menggunakan nama-nama makanan/minuman yang diharamkan seperti whisky, brandy, beer, dan lain-lain.
  • Dia menambahkan, selain itu, yang juga perlu menjadi perhatian khusus untuk produk minuman adalah kadar alkohol/etanol dalam mminuman. Fatwa MUI Nomor 10 Tahun 2018 tentang Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung Alkohol/Etanol menyebutkan bahwa minuman beralkohol yang masuk kategori khamr adalah minuman yang mengandung alkohol/etanol (C2H5OH) minimal 0.5 persen. Minuman beralkohol yang masuk kategori khamr adalah najis dan hukumnya haram, sedikit ataupun banyak.

“Melihat dari dua fatwa tersebut, berarti ada persyaratan yang tidak terpenuhi pada produk Nabidz. Pertama, terkait dengan bentuk kemasan dan sensori produk. Kedua, produk minuman telah melalui serangkaian proses sehingga diperlukan uji etanol. Oleh karenanya, produk seperti ini seharusnya tidak bisa disertifikasi melalui jalur self declare,” ungkap Asroru Niam.

Pihaknya mengimbau agar seluruh masyarakat muslim tetap kritis terhadap produk yang akan dikonsumsinya.*

Powered by Blogger.
close