[Novel Sang Pangeran Cinta] : Bab 3 : Sisi lain Keluarga Subroto



Oleh : Tuswan Reksameja

Selepas kepergian Dinda, bisnis Pak Broto semakin menjadi. Karena tidak ada yang berani menghalangi bisnis Pak Broto, bisnis yang memang menjanjikan cepat mendapatkan uang. Bagaimana tidak cepat menghasilkan, ketika ada orang yang hutang ke Pak Broto sepuluh juta, maka dalam jangka waktu 12 bulan harus mengembalikan sebanyak enambelas juta. Jika tidak bisa mengembalikannya, maka siap-siap rumah atau tanah yang ia miliki akan lenyap menjadi milik Pak Broto.

Baca Bab 1 : Kami Mengambil Semua Resiko Itu

“Juned, hari ini ada tugas untuk kamu.” Kata Pak Broto kepada Junaidi, tangan kanan dan orang kepercayaan Pak Broto yang seluruh badannya penuh dengan tato.

“Siap bos.” Jawab Juned

“Siapkan mobil dan kita berangkat 5 menit lagi.” Seru Pak Broto sambil menyeruput secangkir kopi buatan Bibi Mirna, salah satu pembantu di rumahnya, yang tersisa sedikit.

“Siap bos.” Jawab Juned bergegas menuju garasi besar milik Pak Broto.

Puluhan mobil berjejer di garasi rumah Pak Broto. Terlihat mobil-mobil yang terjejer harganya ratusan juta rupiah bahkan ada yang miliaran rupiah.

Gurita bisnis Pak Broto memang ada di mana-mana, di tangan besi Pak Broto, semua bisnisnya berjalan dengan baik dan tentu menghasilkan keuntungan yang berlipat-lipat.

“Hati-hati ya pak, ingat usia kita sudah tidak muda lagi.” Kata Bu Broto berpesan kepada suaminya yang terlihat tidak sesegar ketika muda dulu.

“Iya bu, tenang saja. Ada Juned sopir andalan kita.” Jawab Pak Broto.

Beberapa tahun terakhir ini, ia begitu merindukan anak semata wayangnya yang sekarang entah di mana.

Baca Bab 2 : Bekerja Serabutan Demi Menghidupi Diri ...

“Kamu di mana nak? Ibu kangen sekali denganmu.” Gumam Bu Broto.

Pagi itu, mobil yang disopiri Juned melaju di ramainya kota menuju sebuah kota kecil. Pak Broto akan menagih salah satu nasabahnya yang hutangnya sudah jatuh tempo. Macetnya jalan saking banyaknya lalu Lalang kendaraan di kota itu membuat laju kendaraan Pak Broto terasa lamban. Bunyi klakson bersahutan ketika lampu hijau menyala di sebuah perempatan. Semua kendaraan seakan-akan ingin cepat sampai tujuan.

“Wah sial, jalanan begitu ramai.” Gumam Pak Broto. “Padahal kota tujuan kita bisa ditempuh lebih kurang 3 jam.” Kata Pak Broto.

Setelah berhasil melewati batas kota, baru laju kendaraan lancer, hingga memasuki kota kecil tujuan Pak Broto.

“Kita berhenti ngopi dan sarapan sebentar di restoran di depan sana Jun.” Kata Pak Broto kepada sopirnya, Juned.

“Siap bos.” Jawab Juned

Setelah memarkirkan kendarannya, Pak Broto bergegas masuk ke restoran dan terlihat sudah memesan secangkir kopi dan mengambil daftar menu dan harga di restoran itu. Pak Broto dan Juned menikmati sarapan yang dihidangkan oleh pelayan resto itu dengan lahap.

Tidak butuh waktu lama untuk sarapan, kemudian Pak Broto melanjutkan kembali perjalanannya.

“Masih berapa menit lagi jun untuk sampai ke kantor dia?” Tanya Pak Broto.

“Menurut google map, masih ada 30 menitan lagi bos.” Jawab Juned sambil memperhatikan layar ponsel yang dia tempelkan di dassboard mobil mewah Pak Broto.

“Baik Jun. kalau sudah sampai, tolong saya dibangunkan jika tidur.” Pesan Pak Broto ke Juned sambil berusaha memejamkan mata.

“Siap bos.” Jawab Juned sambil melaju tancap gas mobilnya.

****

“Tukang mie ayam sialan, hampir saja mobil ini menyerempet gerobak nya.” Gerutu Juned saat akan belok ke kantor tujuannya.

Terlihat, pedagang mie ayam itu tergesa-gesa mendorong gerobaknya dan ia juga meminta maaf kepada Juned karena hampir saja gerobaknya terserempet mobil bagus yang melintas tadi.

Mobil Pak Broto parkir dengan rapi di parkir yang disediakan oleh perusahaan. Banyak berjejer mobil-mobil mewah di parkiran tersebut.

“Bos, kita sudah sampai.” Kata Juned sambil menengok ke belakang dan terlihat Pak Broto memang terpejam karena lelahnya.

“Oke Jun, terimakasih.” Jawab Pak Broto.

Junaidi akhir-akhir ini merasakan perubahan yang besar dari bosnya, Pak Subroto. Beliau sudah tidak menggebu-gebu lagi diusianya yang seharusnya sudah pension. Bahkan dia pernah mengatakan sebuah penyesalan, puluhan tahun lalu mengusir anak gadisnya. Mungkin saat ini, Pak Broto sudah mempunyai cucu, jika anak semata wayangnya tidak diusir waktu itu.

Memang Dinda pernah kembali ke rumahnya, Bersama seorang laki-laki yang kata Dinda waktu itu akan menjadi suami pilihannya. Laki-laki yang terlihat miskin waktu itu dipandang sebelah mata oleh Pak Broto sehingga Dinda kembali diusir jika tetap memilih lelaku itu.

Dinda yang melihat Ayahandanya belum berubah waktu itu akhirnya memilih pergi, dan hingga kini tidak pernah Kembali. Bu Broto menangis sepanjang hari waktu itu. Rasa rindu yang beberapa tahun dipendamnya harus kembali merelakan ditinggal pergi oleh anak tercintanya.

“Kamu hati-hati ya nak,” Kata Bu Broto sambil memeluk erat Dinda ketika hendak pergi kembali. “Tolong jaga anak saya, Dinda dengan baik. Jangan sampai dia menangis.” Pesan Bu Broto kepada lelaki yang mengantar Dinda waktu itu.

Pak Broto disambut oleh jajaran direksi di kantor tersebut. Mereka begitu hormat begitu tahu yang datang adalah salah satu investor terbesar kantor tersebut.

“Selamat datang di kantor kami Bapak Subroto.” Kata salah satu orang yang memakai seragam rapi, berjas dan berdasi.

Setelah berbasa-basi, akhirnya Pak Broto memasuki ruangan yang cukup luas, yang di sana akan diadakan sebuah rapat para pimpinan perusahaan dan pemilik saham terbesar di perusahaan ini.

****

Hampir 3 jam, Juned menunggu bos nya rapat di kota kecil ini. Sehingga dia bisa keluar dari area perkantoran untuk menikmati sejuknya udara kota kecil. Ketika jalan-jalan keluar kantor, Juned masih bisa melihat pedagang mie ayam yang tadi hampir diserempet oleh mobil yang dia sopiri.

Akhirnya Juned memutuskan untuk membeli mie ayam pedagang tadi sambil menunggu bos rapat.

“Sudah lama jualan mie ayam nya pak.” Tanyanya basa-basi kepada pedagang mie ayam.

“Sudah mas, mungkin sudah 20 an tahun saya jualan.” Jawab pedagang mie ayam sambil menyodorkan semangkok mie ayam ke Juned. 20 an tahun, tentu bukan waktu yang sebentar, wajar sehingga racikan mie ayam buatan lelaki ini terasa sangat nikmat.

“Mie ayamnya enak banget Pak.” Kata Juned sambil mengulurkan selembar uang lima puluh ribuan kepada pedagang mie ayam tersebut.

“Ini kembaliannya Pak.” Kata penjual mie ayam sambil mengulurkan uang tiga puluh lima ribu kepada Juned yang hendar ngloyor pergi.

“Kembaliannya diambil saja pak.” Seru Juned sambil menyalakan sebatang rokok kretek nya dan berjalan menjauh menuju kantor yang didatangi bos nya. Terdengar handphone yang dia bawa berdering.

****

“Kita mau kemana pak bos?” Tanya Juned kepada Pak Broto setelah dia beberapa jam menunggu bos nya rapat mendadak.

“Kita akan mendatangi vila saya di kota ini.” Jawab Pak Broto. “Saya kirim sharloc nya ke hp mu, Jun.” Lanjut Pak Broto. “Saya ingin beristirahat sejenak di sana.” Kata Pak Broto sambil berjalan menuju ke halaman kantor.

“Siap bos.” Jawab Juned.

****

Baru 20 menitan keluar dari kantor, tiba-tiba mobil yang dikendarai oleh Pak Broto menyerempet seorang anak yang berseragam sekolah SMA. Terlihat anak tersebut terpental dan jatuh tidak sadarkan diri.

“Aduh, kamu kenapa nggak hati-hati, Jun.” Teriak Pak Broto. “Ayo, cepat cek keadaan anak sekolah tersebut.” Lanjut Pak Broto.

Terlihat, gadis berseragam SMA tergelatak pingsan di depan mobil mewah Pak Broto. Banyak orang sekitar yang berhamburan keluar untuk melihat tragedi tabrakan tersebut.

“Cepat bawa ke rumah sakit, Jun.” Teriak Pak Broto.

Juned begitu cekatan membawa membobong gadis berseragam SMA tersebut masuk ke mobil Pak Broto. Terlihat Pak Broto begitu cemas melihat gadis berseragam SMA tersebut. Memang tidak terlihat ada luka, namun benturan tadi terasa begitu keras, tentu itu yang membuat gadis ini jatuh dan pingsan.

“Minta tolong tas anak itu diambilkan.” Teriak Pak Broto kepada orang-orang yang masih berkerumun.

****

Bersambung Bab 4 yaa
Powered by Blogger.
close