Poligami KH Ahmad Dahlan dan Hubungan Indah Anak-Cucunya


Untuk merekatkan hubungan NU dan Muhammadiyah, Kiai Ahmad Dahlan dinikahkan dengan Ny Romiyah, adik KH. Muhammad Munawwir (Ponpes Krapyak), meski jarang bertemu madunya, Nyai Ahmad Dahlan menyangi anak-anak madu-nya seperti anak sendiri.

Dikutip dari Hidayatullah.com | TIDAK banyak masyarakat umum yang mengetahui bahwa pendidi Persyarikatan Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan ternyata memiliki 4 orang istri, bahkan anggota organisasi Islam tertua dan terbesar di Indonesia inipun banyak kurang tahu. Inilah kisah kehidupan dan hubungan indah keluarga Kiai Ahmad Dahlan bersama para istri-istrinya dan anak-cucunya.

***

Kiai Dahlan memulai kehidupan pribadinya sebagai seorang suami ketika berusia 20 tahun. Tahun 1889, Kiai Ahmad Dahlan menikahi Siti Walidah yang pada saat itu berusia tujuh belas tahun.

Sejarah mencatat bahwa Siti Walidah, yang kemudian akrab dipanggil Nyai Ahmad Dahlan dikenal seorang perempuan yang sangat cerdas. Sebagai seorang putri ulama, dia juga mengalami masa pingitan sehingga dia tidak mengikuti pendidikan formal.

Hal ini tidak dapat dilepaskan dari budaya masyarakat saat itu yang menganggap perempuan cukup di rumah dan tidak perlu belajar di luar rumah. Namun kecerdasan Siti Walidah tidak dapat dibendung setelah menikah.

Sebab, Kiai Dahlan memberinya peluang mengembangkan diri. Nyai Ahmad Dahlan juga sangat mendukung Kiai Dahlan dalam mendirikan dan mengembangan Muhammadiyah dan dalam perjalanannya dikarunia enam orang anak.

Anak pertama, Johanah (lahir pada 1890), anak kedua dan ketiga, Siradj Dahlan dan Siti Busjro (lahir pada 1889 dan 1903), anak keempat, Siti Aisyah (lahir pada 1905), anak kelima dan keenam, Irfan Dahlan (lahir pada 1907), serta Siti Zuharah (lahir pada 1908).

Menyambung Hubungan dengan NU

Selain dengan Siti Walidah, Kiai Ahmad Dahlan juga menikahi tiga wanita lain karena alasan dakwah dan penyebaran Islam. Pernikahan tersebut dilakukan setelah mendirikan organisasi Muhammadiyah.

Istri kedua Kiai Ahmad Dahlan adalah R.A.Y Soetidjah Windyaningrum, dikenal juga dengan nama Nyai Abdulah. Pernikahan tersebut didasari oleh permintaan dari Keraton Yogyakarta.

Secara hati-hati, kabar ini disampaikan Kiai Dahkan kepada istrinya, Nyai Walidah. “Ngarso Dalem, memintaku menikah seorang janda muda, namanya R.A.Y Soetidjah Windyaningrum, “ kata Kiai A Dahlan ditirukan KH. Agus Tri Sundhani (Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah), dalam podcast “Poligami & Muhammadiyah | KH. Ahmad Dahlan Untold Story” yang diunggah Kasta Project.

Nyai Walidah terhenyak mendengar penuturan Kiai Dahlan. Wanita yang lembuh dan ayu itu diam dan tiba-tiba wajahnya basah dengan air mata. “Pelan-pelan aku menarik tubuhnya dan membiarkan dia menangis dalam pelukanku, “ kata Kiai A Dahlan seperti diceritakan KH.Agus.

Setelah Nyai Walidah berhenti menangis, barulah Kiai Ahmad Dahlan mengatakan, “Keputusanku juga keputusanmu.” Yang lebih kaget bagi Kiai Ahmad Dahlan, ternyata Nyai Walidah mendukung keputusan sang suami menerima lamaran Ngarso Dalem.

“Dengan menikahi R.A.Y Soetidjah Windyaningrum, aku bisa mempererat hubungan dengan Ngarso Dalem,” ujar Nyai Walidah.

Nyai Walidah yakin, pernikahan ini akan membawa warna Muhammadiyah di Keraton Yogyakarta Keraton, dan sebagai bukti Sultan Yogyakarta merestui berdirinya organisasi Muhammadiyah yang berbasis di Kampung Kauman.

Sekitar satu bulan setelah restu Nyai Walidah, Kiai Dahlan menikahi Raden Ayu Soetidjah Windyaningrum. Perayaan dilakukan secara sederhana dan bertindak sebagai wali nikah itu dati pihak perempuan adalah Kang Mas Noor (Kiai Noor).

Usai menikah,  Raden Ayu Soetidjah Windyaningrum diminta secara aktif ikut pengajian bernama Wal ‘Ashri (yang kemudian menjadi cikal-bakal organisasi ‘Aisyiyah, yang dipimpin Nyai Walidah). Namun atas takdir Alah Swt, pernikahan Kiai Ahmad Dahlan dengan RA Soetidjah Windyaningrum berujung perpisahan dan dikaruniai seorang putra bernama R. Dhurie.

Pernikahan Ahmad Dahlan ketiga dilakukan atas permintaan sahabatnya dari Krapyak, Yogyakarta, KH Munawwir (Kiai NU). Kiai Munawwir meminta Kiai Ahmad Dahlan menikahi adik kandungnya, Ny Romiyah (Dikenal panggilan Nyai Rum, red).

Untuk diketahui, Nyai Rum adalah salah satu puteri KH. Abdullah Rosyad bin KH. Hasan Bashori. Seperti diketahui, Kiai Abdullah Rosyad memiliki 4 orang istri, hasil pernikahan dengan salah satu istrinya yang bernama Ny. Khadijah dikaruniai 8 putra; KH. Mudzakkir (ayah Prof. Abd. Kahar Mudzakkir, tokoh Muhammadiyah, Pahlawan Nasional dan penggagas Piagam Jakarta); KH. Muhammad Munawwir (Ponpes Krapyak); KH. Muhdi; KH. Amiruddin (wafat 16-7-1941); KH. Abd. Rahman; Ny. Ma′shum; Ny. Romiyah (dikenal Nyai Rum, red); dan Ny. Kubrodini (wafat tahun 1957).

Tidak banyak diulas tentang kisah cerita pernikahan Kiai Dahlan dengan Nyai Rum ini. Dalam dalam sebuah tulisan pernah disebut, pernikahan Kiai Dahlan dengan Nyai Rum sempat punya anak laki-laki, sayangnya meninggal dunia saat bayi.

Pernikahan Kiai Ahmad Dahlan yang keempat bersama seorang gadis asal Cianjur, Jawa Barat. Kisahnya, dalam salah satu perjalanan dakwah Kiai Dahlan singgah di Cianjur.

Kala itu, seorang Penghulu Ajengan Cianjur (penghulu bangsawan) merasa kagum dengan kepandaian dan pemikiran Kiai Dahlan sehingga ingin menikahkan putrinya yang bernama Aisyah dengan Kiai Dahlan.

Penghulu Ajengan ini hanya menginginkan adanya keturunan dari Kiai Dahlan di Cianjur. Karena itu, dia tidak menuntut Kiai Dahlan bertempat tinggal di Cianjur setelah menikahi putrinya. Pernikahan keempat ini menghasilkan seorang putri bernama Siti Dandanah.

Pernikahan kelimat KH Ahmad Dahlah dengan Nyai Solihah, masih sekerabat dengan KH. Yasin Pakualaman. Namun kisah ini kurang banyak diulas.

Hubungan Manis

Kiai Dahlan sangat memahami bahwa poligami akan sangat menyakitkan perempuan. Meski Nyai Ahmad Dahlan tidak pernah melarangnya untuk menikah lagi, tapi Kiai Dahlan sangat menjaga perasaan istri pertamanya.

Salah satu caranya adalah tidak menempatkan istri-istrinya itu dalam satu kampung, apalagi satu rumah. Nyai Abdullah tetap berada di Namburan, Nyai Aisyah tetap di Cianjur, dan Nyai Rum tetap bertempat tinggal di Krapyak.

Tampaknya Kiai Dahlan tetap menghargai posisi Nyai Ahmad Dahlan (Nyai Siti Walidah) sebagai istri tertuanya yang memang mendampinginya selama berjuang mendirikan dan mengembangkan Muhammadiyah, hingga mengembangan organisasi perempuan Muhammadiyah, ‘Aisyiyah.

Cicit KH Ahmad Dahlan Diah Purnamasari kepada pwmu.co,  mengatakan, poligami KH Ahmad Dahlan ini termasuk sukses. Misalnya, istri pertama Kiai Dahlan, Nyai Walidah, merima semua anak-anak dari madunya seperti anak sendiri.

“Meskipun sulit untuk bertemu madunya. Tapi itu reaksi yang wajar. Normal. Namanya manusia juga punya hati. Manusiawi sekali,” ungkap Diah. Menurutnya, Nyai Walidah menerima anak-anak madunya. Bahkan sempat mengasuhnya.

Sebagai seorang yang bergerak dalam pergerakan, Nyai Ahmad Dahlan sangat menyadari bahwa kematangan usia dalam pernikahan akan menentukan kualitas anak yang akan dilahirkan. Karena itu, kedua anak hasil pernikahan Kiai Dahlan dengan Raden Ayu Windyaningrum dan Nyai Aisyah akhirnya dirawat oleh Nyai Ahmad Dahlan.

Perhatian Nyai Ahmad Dahlan kepada anak-anak itu, sampai mereka tidak tahu kalau ibu yang selama ini mengasuhnya adalah bukan ibu kandungnya.

Diah Purnamasari adalah cicit KH Ahmad Dahlan dari jalur Nyai Walidah. Ia anak Chayatul Huriyah, putri Siti Zuharo, anak ke-6 KH Ahmad Dahlan. Kisah-kisah kehidupan keluarga KH Ahmad Dahlan ia dapatkan dari Siti Zubaidah anak ke-7 Raden Dhurie, yang merupakan anak tunggal KH Ahmad Dahlan dari istri keduanya, RA Sutidjah Windyaningrum alias Nyai Abdullah. “Beliau (Siti Zubaidah, red) adalah saksi hidup perjalanan rumah tangga KH Ahmad Dahlan dan istri-istrinya,” tutur Diah kepada pwmu.co.

Kedekatan Diah dengan Siti Zubaidah membuat ia sering mendapat cerita hal-hal pribadi tentang KH Ahmad Dahlan dan 4 istrinya. Sesuatu yang tidak pernah diunggah oleh penulis mana pun. “Beberapa rahasia lain, masih saya simpan,” ungkap Diah yang juga mendapat cerita dari neneknya melalui ibunya.

“Nenek saya kan baru menikah setelah usia 25 tahun. Jadi beliau tahu banyak tentang ayah ibunya (KH Ahmad Dahlan-Nyai Walidah, red) daripada saudara-saudara kandungnnya, yang menikah lebih dulu di usia muda. Rata-rata anak KH Ahmad Dahlan menikah di usia 15-17 tahun,” jelas Diah.

Kedekatan Diah (cicit dari Nyai Walidah, istri pertama) dengan Siti Zubaidah (cucu dari RA Sutidjah Widyaningrum, istri kedua) adalah salah satu bukti bahwa keluarga besar KH Ahmad Dahlan selalu rukun dan damai. Bahkan sejak tahun 2000 telah didirikan Yayasan Keluarga Besar KH Ahmad Dahlan.

“Yayasan ini didirikan oleh ayah saya. Bertujuan untuk memererat silturahim keluarga besar yang waktu itu di level cicit, canggah, apalagi wareng, sudah tidak saling mengenal. Ini memprihatinkan. Akur mosok hanya sampai level cucu. Makanya saya usul ke ayah untuk dibentuk yayasan,” ujar Diah yang juga menjelaskan bahwa sisilah KH Ahmad Dahlan kini sudah sampai udeg-udeg.

“Selain menjalin silaturahmi, kami saat ini juga sedang merawat peninggalan-peninggalan KH Ahmad Dahlan serta menghidupkan lagi kegiatan di dalamnya,” ujar Diah.

Keberhasilan lain Kiai Ahmad Dahlan memimpin istri-istrinya terlihat tidak adanya kericuhan di dalam urusan waris. “Jadi, kesuksesan poligami KH Ahmad Dahlan bisa dilihat dari tidak adanya kericuhan dalam soal pembagian warisan. Warisan itu kami jaga bersama. Dan kami selalu rukun dan saling sayang. Tidak membedakan dari keturunan istri yang mana,” jelas Diah.

Kisah poligami KH Ahmad Dahlan sudah diangkat dalam sebuah buku berjudul “Kenangan Keluarga terhadap KH Ahmad Dahlan dan Nyai Ahmad Dahlan”, ditulis Widiyastuti, canggah Kiai Ahmad Dahlan, anak Siti Hadiroh, putri dari Djuwariyah, putri Siti Busro, anak ketiga KH Ahmad Dahlan.

Terkait sejarah hubungan antar istri-istri Kiai Ahmad Dahlan ada beberapa perbedaan penafsiran data antara Widiyastuti dengan Diah Purnamasari. Dalam buku “Kenangan Keluarga terhadap KH Ahmad Dahlan dan Nyai Ahmad Dahlan”,  dijelaskan bahwa dua anak saudara madunya yang diasuh Nyai Walidah tidak tahu kalau ibu yang mengasuhnya selama ini, yaitu Nyai Walidah, adalah bukan ibu kandungnya.

Namun menurut Diah, sebenarnya mereka tahu kalau Nyai Walidah bukan ibu kandungnya. “Itu berkat kebesaran jiwa Nyai Walidah,” kata Diah. Menurut cerita yang didapat Diah, Raden Dhurie ikut Nyai Walidah setelah RA Sutidjah Widyaningrum menikah lagi.

Hal ini dikarenakan calon suami RA Sutidjah Widyaningrum tidak mau mengasuh Raden Dhurie. Kemudian oleh KH Ahmad Dahlan, Raden Dhurie yang saat itu berusia antara 8-9 tahun dibawa ke Kauman.

Setelah KH Ahmad Dahlan wafat, Raden Dhurie disekolahkan ke Prancis oleh eyangnya (ayah dari RA Sutidjah Widyaningrum). Sementara itu, Siti Dandanah (anak KH Ahmad Dahlan dari istri keempat Nyai Aisyah) ikut Nyai Walidah itu ketika sudah remaja.

Tinggal di Thailand

Kini, hasil pernikahan istri-istri KH Ahmad Dahlan berbuah keturunan yang menyebar mulai Indonesia, Thailand, Inggris, dan negara lainnya. Kini semua keturunannya: anak, cucu, cicit, canggah, wareng, dan kini udeg-udeg, tetap hidup rukun dan menjalin silaturrahmi, meski jarak dan kewarganegaraan memisahkan mereka.

Anak cucu KH. Ahmad Dahlan di Thailand berkunjung ke Yogyakarta (JP)

Seorang putra Kiai Ahmad Dahlan bernama Jumhan, kini tinggal di Pattani, Thailand Selatan (sejak 1933). Masyarakat Thailand lebih mengenal Jumhan dengan nama Irfan Dahlan (sering ditulis dengan Erfaan Dahlan).

Menurut laman Suara Muhammadiyah, awalnya, Irfan disekolahkan oleh Kiai Dahlan ke Pakistan (1924). Akan tetapi, karena situasi politik di Indonesia yang tidak memungkinkan, Irfan tidak dapat pulang dan berinisiatif untuk mengembangkan ilmunya ke Thailand.

Kala itu,  Lautan Hindia menjadi medan tempur Perang Dunia II antara sekutu dan Jepang. Jadilah ia terdampar di Thailand.

Di sana Irfan bersama temannya tinggal di sebuah masjid Jawa. Masjid tersebut masih bagus dan masih bertahan hingga saat ini.

Irfan menikah dengan Zahrah, aktivitas perempuan muslim Thailand yang juga memiliki garis keturunan dari Jawa Tengah. Mereka memiliki 10 orang anak.

Salah satu cucu Kiai Ahmad Dahlan dari Irfan Dahlan, yaitu Prof, Dr. Winai Dahlan, pendiri Halal Science Center di Chulalongkorn University, Bangkok, Thailand, dan bersahabat dengan raja Thailand, yaitu Raja Maha Vajiralongkorn.

Winai adalah lulusan Pascasarjana Internasional dari studi Pangan dan Nutrisi, Faculty of Allied Health Sciences, Chulalongkorn University. Namanya masuk dalam daftar 500 Muslim paling berpengaruh.

Sebelumnya, Winai Dahlan telah menjadi orang kepercayaan Raja Bhumibol Adulyadej (ayah dari Raja Maha Vajiralongkorn). Pada saat Winai Dahlan datang ke Yogyakarta karena diundang oleh UMY untuk penandatanganan buku Ensiklopedi Muhammadiyah (2013), ia mengatakan, “It’s my hero” dan sangat bangga dengan Kiai Dahlan.* (dari berbagai sumber)

Powered by Blogger.
close