100 Tahun Gontor Mendidik Umat


Didirikan 3 bersaudara– KH. Ahmad Sahal, KH. Zainuddin Fannanie, KH. Imam Zarkasyi – Pondok Gontor berkembang dan menjadi aset umat hingga berusia 100 tahun melalui wakaf

Oleh: Henri Salahuddin

Dikutip dari Hidayatullah.com | MAULID NABI tahun ini terasa lebih istimewa bagi Gontor. Sebab hari ini, seratus tahun lalu tepatnya pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal 1345, dalam suasana peringatan kelahiran Baginda Nabi ï·º, diproklamirkan pembukaan kembali Pondok Gontor.

Pendirian Pondok Gontor yang baru tidak lepas dari tekad Ibu Nyai Santoso yang mengantarkan ketiga puteranya – KH. Ahmad Sahal, KH. Zainuddin Fannanie, KH. Imam Zarkasyi – untuk memperdalam ilmu ke beberapa lembaga pendidikan Islam. Harapan beliau agar kelak mereka itu dapat menghidupkan kembali Pondok Gontor Lama yang telah mati.

Pondok Modern (PM) Darussalam Gontor didirikan oleh tiga pemuda adik beradik yang saat itu masih muda belia. KH. Ahmad Sahal berusia 25 tahun, KH. Zainuddin Fanani berusia 18 tahun, dan KH. Imam Zarkasyi berusia 16 tahun.

Sulit dibayangkan dalam usia sebelia itu alam pikiran mereka sudah melampaui zaman dan lingkungan tempat tinggalnya yang jauh dari perkotaan dan informasi.

Pada tahun 1958 begitu pondok yang mereka dirikan sudah bertumbuh membesar, tiba-tiba secara resmi diwakafkan untuk umat Islam. Artinya para pendiri dan keturunannya tidak bisa mengklaim lagi bahwa pondok adalah aset kekayaan mereka.

Susah payah mendirikan pondok dengan uang pribadi dan aset warisan keluarga, tetapi setelah berkembang dan terkenal langsung diwakafkan. Inilah makna zuhud hakiki yang sulit dinalar kecuali bagi mereka yang dikarunia kejernihan qalbu.

Di sisi lain terdapat pelajaran penting bahwa mewakafkan aset berharga untuk tujuan mulia harus dikelola dengan penuh kesungguhan, tidak boleh asal-asalan, apalagi sekedar untuk menarik sumbangan dan simpati masyarakat.

Wakaf aset tidak akan berjalan fungsinya jika tidak ditopang dengan wakaf diri. Dalam tradisi Turki Utsmani, istilah ini biasa disebut “Insan Vakfı”. Yaitu manusia-manusia yang mewakafkan dirinya, pikirannya, dan jiwanya fi sabilillah, demi menggapai Ridho dan SurgaNya.

Segera setelah diwakafkan, disusunlah pengurus Badan wakaf yang merupakan lembaga yang secara umum bertugas untuk melaksanakan visi dan misi pondok (amanat Trimurti Pendiri PM. Gontor).

Di antara adalah mewujudkan agar Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) menjadi Universitas Islam yang bermutu dan berarti. Amanah ini sekaligus merupakan visi seorang kiai dari pelosok desa yang jauh ke depan melintasi zamannya.

Di tahun 1958 atau 13 tahun setelah Indonesia merdeka, sudah tercetus visi bahwa pendidikan tingkat menengah saja tidaklah cukup untuk memperbaiki kualitas umat dan bangsa.

Syeikh Hasan Al-Baquri, Menteri Wakaf Mesir tahun 1952, saat datang PMDG mengatakan bahwa yang menjamin kelestaraian pondok bukanlah gedung-gedung yang megah, santri-santri yang banyak, guru-gurunya yang hebat tetapi falsafahnya.

Maka tidak heran jika Syeikh Syaltut (Rektor Al-Azhar thn 1958) pernah mengatakan supaya di Indonesia ini ada 1000 Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG).

Nah, apa falsafah hidup Trimurti Pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG)?

Berikut adalah sekilas contoh saja:

  • “Andaikata muridku tinggal satu, akan tetap kuajar, yang satu ini sama dengan seribu, kalaupun yang satu ini pun tidak ada, aku akan mengajar dunia degan pena.“ (KH. Imam Zarkasyi)
  • “Ya, Allah dari pada aku melihat bangkai pondokku, pundutlah (matikanlah) aku lebih dahulu.” (KH. Ahmad Sahal)
  • “Kalau makan, minum dan tempat tidur saya lebih baik daripada makan, minum dan tempat tidur anak-anak saya (santri saya), supaya anak-anak protes.” (KH. Ahmad Sahal)
  • “Saya malu kalau rumah saya lebih baik dari pada masjidnya.” (KH. Ahmad Sahal)
  • “Sebesar keinsyafanmu sebesar itu pula keuntunganmu.” (KH Imam Zarkasyi)
  • “Berdiri diatas dan untuk semua golongan.” (TRIMURTI )
  • Motto pendidikan PMDG: “Berbudi tinggi berbadan sehat, berpengetahuan luas, berpikiran bebas.” (TRIMURTI)
  • Panca Jiwa Pondok, yaitu; Keikhlasan, kesederhanaan, berdikari, ukhuwah Islamiyah, kebebasan.” (TRIMURTI)
  • “Hidup sekali hiduplah yang berarti.” (KH. Imam Zarkasyi)
  • “Jadilah ulama yang intelek, bukan intelek yang tahu agama.” (KH. Imam Zarkasyi)
  • “Berjasalah tapi jangan minta jasa.” (KH. Imam Zarkasyi)
  • “Berani hidup tak takut mati, takut mati jangan hidup, takut hidup mati saja.” (KH. Ahamad Sahal)

Maka tidak heran jika Prof. Said Yuce, mantan DPR Turki selama dua periode di bidang penguatan keluarga, mempunyai kesan yang sangat mendalam sekali selama mengunjungi PMDG putra dan putri sejak 7 September 2023 lalu.

Di depan santriwati, Yuce mengatakan bahwa meskipun sudah lebih dari 100 negara yang dikunjungi, tapi tidak pernah didapati kesan yang sangat mendalam seperti yang dialaminya selama mengunjungi Pondok Modern Darussalam Gontor. “Saya seperti berada di tengah-tengah ribuan malaikat,” katanya.

Saat berkeliling melihat area pondok putri, melihat koperasi pelajar, unit-unit usaha pondok hingga peternakan milik pondok, beliau berkata: “Henribey, saya berkeluh kesah padamu, sejak kemarin di Gontor Putra, saya hanya diajak melihat, tapi tidak ada yang menjelaskan tentang apa yang saya lihat,” katanya lagi.

Lalu pelan-pelan saya jelaskan tentang apa yang sudah, sedang dan akan beliau lihat. Intinya itu adalah unit-unit usaha wakaf milik pondok, bukan aset pribadi kiai atau pengasuh pondok.

Unit-unit usaha wakaf ini untuk meningkatkan kesejahteraan guru dan santri. Guru tidak digaji dari SPP santri, jadi guru tidak perlu merasa canggung mendidik santri.

Sehingga tidak ada santri yang mengatakan pada guru: “Kamu saya gaji!”

Inilah salah satu bentuk kemandirian balai pendidikan berbasis wakaf yang hari ini tengah memperingati kesyukuran 100 tahun miladnya. Pondok Modern Darussalam Gontor adalah ladang keikhlasan, semuanya ‘rebutan’ beramal.

Kiainya menjadi contoh, bukan hanya memberi contoh. Dari sekian banyak unit usaha wakaf milik pondok yang di-manager-i oleh santri dan guru itu, tidak ada setoran khusus sedikit pun dari hasilnya untuk keluarga para pendiri pondok.

Ini terjadi karena semuanya sudah diwakafkan untuk umat. Maka tidak mengherankan jika tidak sedikit dari anak dan cucu pendiri PMD Gontor yang belum mempunyai rumah pribadi hingga sekarang, tapi hanya mewarisi amanah, bukan aset kekayaan pondok.

Selamat Milad 1 Abad, Gontorku, Gontor ayahku, Gontor anakku, dan semoga Gontor cucu cicitku. Kami tiga generasi telah merasakan manfaat pendidikanmu dari para kiai dan guru-guru yang ikhlas menjalankan kiprahnya sebagai “munzirul qaum”.

Sepi ing pamrih rame ing gawe, inilah salah satu kunci 100 Tahun perjalanan Pondok Modern Darussalam Gontor, hingga akhir zaman, in sya’Allah.*/Depok, 12 Rabi’ul Awwal 1445

Alumni Kulliyyatul Mu’allimin al-Islamiyyah (KMI) Pesantren Modern Gontor Ponorogo, peneliti Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS)

Yuk bergabung dengan dakwah media melalui BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH)

Powered by Blogger.
close