Tak Hanya Komunis



Setiap datang bulan September, kita bangsa Indonesia-khususnya yang beriman dan bertakwa-akan mengenang kembali tra- gedi G30S yang digalang PKI. Mengenang untuk memantapkan ke- yakinan bahwa kita punya musuh yang nyata yang bernama komunisme dan para pengusung ideologi itu. Namun sebenarnya tak cuma komunisme yang membahayakan keimanan dan kehidupan kita. Ide- ologi tandingannya, yakni liberalisme dengan segala derivasinya, tak kalah bahayanya.

Dalam sejarahnya, ideologi yang memper- juangkan kebebasan ini muncul di Eropa sebagai aksi perlawanan terhadap para penguasa zalim yang menindas rakyatnya sendiri. Namun dalam perkem- bangannya para pengusung liberalisme menuntut kebebasan tanpa batas, termasuk membebaskan diri dari aturan Tuhan. Maka dari rahim liberalisme itu lahirlah paham sekularisme dengan gagasan utama menyingkirkan peran agama dalam kehidupan ber- bangsa dan bernegara. Dari liberalisme pula lahir pluralisme yang menganggap semua agama sama benarnya.

Karena itu, kewaspadaan kita terhadap komunis- me harus diiringi pula kewaspadaan terhadap berba- gai ideologi dan pemikiran yang merusak keimanan kita.

Kembali tentang komunisme, ada orang yang mengatakan tak perlu khawatir lagi pada komunisme, karena ideologi ini sudah bangkrut, tak lagi dipakai orang.

Ya, di sejumlah negara memang sudah bangkrut, seperti di Rusia dan negara-negara satelitnya di Eropa Timur. Namun ada juga negara-negara komu- nis yang tetap eksis, bahkan tetap teguh dalam me- nerapkan ideologi itu. Yang paling menonjol adalah Korea Utara.

Selain itu ada sejumlah negara yang masih mene- rapkan komunisme dengan sejumlah modifikasi. Re- publik Rakyat Cina (RRC) misalnya, masih teguh me- nerapkan komunisme dalam sektor politik. Namun sejak dipimpin Deng Xiaoping pada era 1980-an, negara Tirai Bambu ini telah merevisi sistem ekono- minya menjadi kapitalisme.

Di bawah komando Deng, RRC mengundang investor dari Barat untuk berinvestasi di sana, sehingga membangkitkan ekonomi RRC dengan pertumbuhan rata-rata 10% per tahun. Bersamaan dengan itu, RRC mengirim ratusan ribu pemudanya untuk belajar iptek ke berbagai negara industri maju.

Kerja keras rakyat Cina selama beberapa dekade telah menjadikan RRC sebagai negara super kaya dengan teknologi canggih dimana-mana. Meski be- gitu, sistem politiknya tetap seperti dulu.

Partai Komunis Cina tetap menjadi satu-satunya penguasa politik di negeri itu yang menjalankan pe- merintahan secara otoriter. Yang paling buruk adalah sikap permusuhan terhadap umat Islam. Komite PBB untuk Penghapusan Diskriminasi Rasial melaporkan bahwa pemerintah RRC telah memenjarakan sekitar satu juta orang dari komunitas Muslim Uighur. Laporan komite ini didukung oleh hasil investigasi LSM HAM Amnesty International dan Human Rights Watch.

Alhasil, fakta dan data ini mewajibkan kita untuk tetap waspada terhadap dua setan besar itu.

Sumber Majalah Hidayatullah Edisi Shafar 1445/ September 2023
Powered by Blogger.
close