Bertahan



Manusia, ketika diserang, cenderung bertahan. Tak mau langsung menyerah. Bahkan, jika mereka merasa berada di atas angin, mereka akan melawan.

Lalu bagaimana jika hati dan pikirannya yang diserang? Sama! Manusia akan bertahan. Beruntunglah manusia yang dianugerahi akal oleh Allah Ta'ala dan dengan akal tersebut ia gunakan untuk menelaah "serangan" yang datang kepadanya. Apakah "serangan" tersebut masuk akal?

Jika semuanya masuk akal, maka manusia yang hatinya lembut akan menerimanya sebagai sebuah kebenaran. Sebaliknya, jika tak masuk akal, maka ia akan terus bertahan dengan pendapatnya semula.

Namun, banyak manusia yang justru berhati keras. Meskipun akalnya telah mengakui kebenaran yang datang padanya, hatinya sering kali belum. Boleh jadi ada kepentingan yang menghijab hatinya. Ada hawa nafsu yang tak mampu ia kendalikan sehingga membuat hatinya buta. Atau, ada rasa dengki sebagaimana dengkinya iblis kepada Adam AS ketika Allah Ta'ala memintanya bersujud kepada "ciptaan baru" yang disebutnya "kurang sempurna" ini. Sebagaimana difirmankan oleh Allah Ta'ala dalam surat al-A'raf [7] ayat 12.

Sesungguhnya, pertarungan antara yang haq dan yang bathil akan selalu ada di muka bumi. Keduanya saling serang dan bertahan. Bahkan, pertarungan teknologi informasi membuat pertarungan antara keduanya kian dahsyat, terbuka, dan ramai.

Logikanya pertarungan antara haq dan bathil tak akan imbang. Sebab, fitrah manusia tentu condong kepada yang haq. Allah Ta'ala telah berfirman: "Kebenaran telah datang dan yang bathil telah lenyap. Sungguh, yang bathil itu pasti lenyap." (Surat al-Isra' [17] ayat 81)

Tapi, mengapa pertarungan tersebut justru semakin seru dan seperti tak ada ujungnya? Mengapa pula jumlah penghuni neraka pada akhirnya jauh lebih banyak ketimbang jumlah penghuni surga?

Jawabnya, karena sifat bertahan manusia tadi. Lihatlah Abu Sufyan dan Abu Jahal. Keduanya orang pintar namun tak pernah bisa membantah kebenaran risalah yang disampaikan oleh Rasulullah Keduanya tetap bertahan dengan kekafirannya hanya karena alasan Rasulullah telah merusak tatanan lama yang dibawa oleh nenek moyang mereka. Beruntunglah Abu Sufyan diselamatkan oleh Allah Ta'ala sebelum ajal datang menjemputnya.

Bertahan tentu tak selamanya buruk. Bertahan pada kebenaran tentu saja mulia. Seseorang yang bergeming dengan segala godaan dan rayuan untuk meninggalkan kebenaran, sudah pasti baik. Ia berhasil mengekang hawa nafsunya sehingga bertahan kepada kebenaran.

Lalu di mana letak kuncinya? Jawabnya ada pada firman Allah Ta'ala surat Ali 'Imran [3] ayat 101. "Dan bagaimana kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan rasul-Nya (Mu- hammad) pun berada di tengah-tengah kamu? Barang siapa berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sungguh, dia diberi petunjuk kepada jalan yang lurus." Wallahu a'lam.

Sumber Majalah Hidayatullah Edisi Oktober 2023
Powered by Blogger.
close