Ketika Bom berarti Cuan
Oleh dr. Erta Priadi Wirawijaya, Sp.JP
Selama 45 hari terakhir, langit Gaza diterangi oleh cahaya merah dari kilatan rudal yang membawa kematian dan kehancuran bagi 2,3 juta penduduknya. Serangan Zionist Israel di Jalur Gaza hingga kini telah mengakibatkan lebih dari 14.000 korban jiwa, diantaranya 5.840 anak-anak dan 3.920 wanita. Masih banyak yang hilang atau tertimbun di bawah reruntuhan.
Menurut organisasi hak asasi manusia yang berbasis di Jenewa, Euro-Med Human Rights Monitor hingga 7 Oktober 2023, Israel telah menjatuhkan lebih dari 25 kilo ton bahan peledak di Jalur Gaza. Sangat mungkin pada hari ini, angka-nya sudah lebih dari 30 kilo ton bahan peledak. Itu setara dengan 2 kali ledakan bom nuklir di Hiroshima. Perlu diingat bahwa wilayah kota Hiroshima di Jepang adalah 900 kilometer persegi, sementara luas Gaza tidak lebih dari 360 kilometer persegi. Dengan luas sekecil itu dan jumlah penduduk 2,3 juta orang, Gaza adalah sebuah tempat yang sangat padat. Kemanapun anda pergi di jalur Gaza, suara ledakan bom pasti akan terdengar, bayangkan 45 hari sulit tidur karena suara pesawat jet, misil dan dentuman bom yang meledak di Gaza. Sekolah, rumah sakit, tempat pengungsian, turut menjadi sasaran. Wartawan, dokter, paramedis, sukarelawan, turut menjadi korban.
Euro-Med Monitor juga menyebutkan bahwa penggunaan senjata yang dilarang secara internasional dalam serangan Israel terhadap Jalur Gaza telah didokumentasikan, khususnya penggunaan bom kluster dan fosfor. Ini tentunya turut berkontribusi pada tingginya angka kematian di Gaza.
Serangan Israel yang merusak dan sewenang-wenang ini melanggar hukum kemanusiaan internasional, yang menyatakan bahwa perlindungan terhadap warga sipil wajib dalam semua kasus dan dalam segala keadaan, serta menekankan bahwa pembunuhan warga sipil dianggap sebagai kejahatan perang dalam konflik bersenjata internasional maupun non-internasional, dan dapat dianggap sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Konvensi Jenewa 1949 dan Konvensi Den Haag 1899 serta 1907 mengatur hak asasi manusia dasar di masa perang untuk mencegah efek kesehatan mematikan dari senjata yang dilarang oleh hukum internasional.
Banyak pemimpin dan politisi negara barat membiarkan hal ini terjadi. Banyak diantaranya tidak mengutuk, bahkan hanya bilang: "Israel berhak membela diri, kita berada dibelakang 100%" - Ini sesuatu yang aneh, karena kita tahu di Gaza saat ini ada Warga Israel yang jadi tawanan. Bukankah ada dengan mengebom membabi-buta, sangat mungkin warga mereka sendiri menjadi korban. Dari sini kita saya rasa kita bisa melihat bahwa niat lain dari Israel dalam melakukan pengeboman di Gaza.
Niatan tersebut sedikit banyak terjawab Benjamin Netanyahu yang dalam sebuah pernyataan terkait konflik dengan Hamas, merujuk pada tokoh Alkitab Amalek, dengan mengatakan, "Anda harus ingat apa yang telah Amalek lakukan kepada Anda, kata Alkitab. Dan kita memang ingat." Konteks rujukan ini terkait dengan salah satu ayat paling keras dalam Perjanjian Lama, di mana Tuhan memerintahkan Raja Saul melalui nabi Samuel untuk menghukum orang Amalek karena tindakan mereka terhadap Israel selama eksodus dari Mesir. Perintah dalam Kitab Pertama Samuel sangat jelas: "Sekarang pergilah, seranglah orang Amalek dan hancurkanlah segala sesuatu yang mereka miliki. Jangan mengampuni mereka; bunuhlah laki-laki dan perempuan, anak-anak dan bayi, ternak dan domba, unta dan keledai." - Pernyataan Netanyahu ini tentunya memperkuat niat Israel untuk melakukan genosida di Gaza. Saat pernyataan ini muncul, tidak ada komentar keras dari politusi barat: "Israel berhak membela diri" ucap mereka
Menteri Kebudayaan Israel Amihai Eliyahu menyebutkan dalam sebuah wawancara radio "Penggunaan Bom Nuklir menjadi salah satu pilihan untuk mengatasi masalah Gaza" - yang artinya bukan saja Israel memiliki senjata nuklir (sesuatu yang selama ini selalu disangkal) tapi juga bisa (dan mau) menggunakannya. Federation of American Scientist, sebuah lembaga think-tank di AS menyebutkan Israel diperkirakan memiliki 90 senjata nuklir. Tapi anehnya hingga kini tidak pernah menjalani inspeksi International Atomic Energy Agency (IAEA), sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh setiap negara (non teroris) yang memiliki arsenal nuklir.
Kenapa Israel bisa sekuat ini?
Hanya beberapa menit setelah David Ben Gurion mendeklarasikan berdirinya negara Israel pada 14 Mei 1948, AS dibawah Presiden Harry Truman menjadi negara pertama yang mengakui berdirinya Israel. Persenjataan yang didapat Zionist Israel saat itu juga didapat terutama dari dari komunitas Yahudi di AS. Tanpa modal logistik dan persenjataan awal dari pemodal di AS sulit untuk Israel bisa mendirikan negara zionist pada 1948.
Bantuan AS ke Israel terus mengalir dan membengkak pada tahun 1973 ketika Suriah dan Mesir menyerang Israel, Amerika Serikat mengirimkan pengiriman besar peralatan militer, senjata, tank, dan jet ke Israel saat negara tersebut mengalami banyak korban dan kehilangan peralatan. Operasi Nickel Grass, diluncurkan oleh AS untuk membantu Israel, mengirimkan 22 ribu ton amunisi yang membantu Israel memenangkan perang. Setelah perang Yom Kippur pada 1973, bantuan AS untuk Israel menjadi lebih masif dan terstruktur, melalui sebuah program yang disebut Bantuan Keuangan Militer Asing atau Foreign Military Financing (FMF).
Dalam program Foreign Military Financing (FMF) yang diberikan oleh AS, negara penerima tidak menerima dana langsung secara tunai. Dana FMF seperti sebuah 'voucher' atau kredit, yang dapat digunakan oleh negara penerima untuk membeli peralatan militer, pertahanan, jasa, dan pelatihan yang diproduksi di Amerika Serikat. FMF memacu ekspor peralatan militer AS ke negara-negara penerima. Karena FMF mengharuskan dana tersebut digunakan untuk pembelian peralatan dan jasa dari Amerika Serikat, ini secara langsung mendukung industri pertahanan AS. Program ini membantu mempertahankan dan meningkatkan industri pertahanan AS, yang merupakan sektor penting dari ekonomi nasional. Dengan adanya pesanan yang konsisten dan besar dari negara-negara penerima FMF, produsen peralatan pertahanan AS dapat mempertahankan operasional mereka dan bahkan menciptakan lebih banyak lapangan kerja, baik langsung maupun tidak langsung.
Hal ini mustahil dipertahankan jika dunia tenang-tenang saja tanpa adanya perang…
Israel membeli misil, amunisi dan bom dari Amerika Serikat melalui program "advance placement," yang berarti mereka dapat dengan mudah memperoleh amunisi ini selama atau setelah konflik. Jadi, semakin banyak bom yang digunakan oleh Israel dalam konflik di Gaza, semakin besar kemungkinan mereka akan membeli lebih banyak amunisi dari AS untuk mengganti stok yang telah digunakan. Karena itulah banyak politisi AS memilih diam ketika terjadi genosida di Gaza.
Pada 17 Januari 1961, Presiden Amerika Serikat Dwight D. Eisenhower menyampaikan pidato perpisahannya setelah dua periode kepemimpinan. Dalam pidato tersebut, Eisenhower menyoroti berbagai isu, namun yang paling berkesan adalah peringatannya mengenai pertumbuhan "kompleks industi militer". Istilah ini merujuk pada hubungan erat antara pemerintah, militer, dan industri pertahanan.
Eisenhower mengungkapkan kekhawatirannya bahwa hubungan ini, jika tidak dikendalikan, berpotensi mengarah pada peningkatan pengaruh yang tidak sehat dalam pemerintahan. Dia khawatir bahwa kekuatan dan pengaruh ekonomi dari kompleks militer-industri dapat membahayakan kebebasan demokratis dan proses demokrasi di Amerika Serikat. Eisenhower percaya bahwa hubungan simbiotis antara militer dan industri pertahanan dapat mendorong keputusan yang lebih berfokus pada keuntungan ekonomi daripada kepentingan keamanan nasional yang sebenarnya.
Kini Amerika Serikat telah menjadi donor terbesar bantuan militer bagi Israel. Secara historis, Israel telah menerima bantuan lebih dari $158 miliar sejak 1948. Setelah adanya kejadian 7 Oktober 2023 dan timbul konflik baru, kembali bertambah AS kembali menyetujui bantuan militer tambahan sebesar $14.5 miliar melalui FMF. Apa yang diputuskan oleh kongres bertentangan dengan apa yang menjadi keinginan sebagian besar warga AS, yang menurut jejak pendapat terakhir sebanyak 62-75% menolak bantuan tambahan tersebut. Jauh berbeda dengan anggota senat yang mayoritasnya 75% menyetujui pemberian bantuan militer tambahan. Apa yang disebutkan oleh Eisenhower terwujud, pengaruh dari kompleks industri militer telah mengalahkan demokasi di AS. Bagi mayoritas warga AS, perang artinya akan lebih banyak manusia tidak berdosa yang menjadi korban. Tapi bagi banyak politisi AS saat ini, perang berkepanjangan artinya akan lebih banyak uang yang akan dibelanjakan Israel untuk membeli berbagai macam senjata, pesawat terbang, misil, bom dari industri militer AS. Semakin lama perang belanjut, tidak perduli berapa banyak korban-nya, AS akan semakin untung.
Karena itulah kalau kita lihat data agregat nilai saham 10 perusahaan militer terbesar di AS, sejak dimulai konflik ini, nilainya rata-rata sudah naik sekitar 10%. More Bombs - More money for American Industrial Complex.
Hillary Clinton ketika ditanya sudah banyak korban jiwa, apa sudah saatnya gencatan senjata : "Ini bukan waktunya gencatan senjata, Hammas perlu terus diberantas" - tapi apa itu mungkin? Elon Musk, orang terkaya di dunia dalam sebuah wawancara berpendapat "Untuk setiap anggota Hammas yang anda bunuh, berapa banyak lagi yang akan anda ciptakan? Ketika anda menciptakan lebih banyak dari yang anda bunuh, anda gagal" - dan memang ini menurut sesuatu yang mustahil, kecuali anda ingin membunuh seluruh warga Gaza.
Setelah anda mengetahui hal ini, apakah anda masih mau membeli produk-produk perusahaan AS? Semakin banyak keuntungan mereka, semakin besar pajak yang mereka setorkan ke pemerintah AS, uang itu pada akhirnya digunakan untuk pembuatan senjata yang digunakan di Gaza. Usahakan lah membeli produk yang 100% Indonesia.
Post a Comment