Pembantaian Umat Islam di Gaza dan Matinya Ghirah Kita


Liga Arab dan OKI hanya bungkam melihat umat dihabisi di negeri adalah tempat kelahiran Imam al-Syāfi‘ī dihancurkan dan warganya dibunuhi, termasuk kita hanya diam dan ghirah kita mati

Oleh: Qosim Nurseha Dzulhadi

Hidayatullah.com | APA yang dunia saksikan hari ini di Jalur Gaza adalah pembantaian terhadap umat Islam. Penulis sebut pembantaian karena Yahudi-Zionis tidak menerapkan etika perang.

Mereka membantai anak-anak, perempuan dan sipil. Dan apa yang mereka lakukan “direstui” oleh negara Barat.

Yang lebih memalukan lagi adalah Liga Arab dan OKI yang terus bungkam melihat umat dihabisi di negeri adalah tempat kelahiran Imam al-Syāfi‘ī (150-204 H).

Apa yang terjadi di Palestina sebenarnya mengafirmasi sabda Nabi bahwa umat ini memang “laksa buih di lautan”. Banyak, bahkan mayoritas, tetapi tidak punya kekuatan apapun. Padahal umat ini “satu tubuh”, kata Nabi. Tetapi, tubuh di Gaza sedang dicabik-cabik oleh Penjajah Islam ditonton dengan senang hati. Sungguh keji. Tak terasa, kita menyaksikan langsung pembantaian itu di gadget kita sendiri.

Bayangkan, menteri pendidikan Palestina sampai mengumumkan bahwa sekolah tutup, karena para siswa sudah habis dibantai Yahudi-Zionis yang berhati Iblis itu. Tapi, apakah negara-negara Islam yang punya kekuatan ekonomi, militer, bahkan tentara tetapi diam saja tidak lebih jahat dari Yahudi-Zionis.

Padahal Nabi sudah sejak lama mengingatkan, “… Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya, maka ia tidak boleh menzaliminya, menganiayanya, mendustakannya, danmerendahkannya. Takwa itu letaknya di sini –sambil menunjuk ke dada beliau sebanyak tiga kali. Cukuplah seseorang itu berada dalam kejahatan selama dia merendahkan saudaranya sesama Muslim. Setiap Muslim terhadap Muslim lainnya haram darahnya, hartanya dan kehormatannya.” (HR. Muslim [2564]).

Bukankah yang terjadi di Palestina (Gaza) adalah pembiaran umat Islam yang ada di dunia ini. Sehingga darah umat Islam dialirkan, kehormatan mereka dilecehkan, bahkan harta mereka dimusnahkan. Belum cukupkah ini sebagai “pemicu” kemarahan umat? Atau, memang “ghirah” umat ini tengah “mati”. Atau, apakah kita benar-benar “buih”. Ironis!

Memang, hidup ini adalah ujian, termasuk ujian hilang harta dan nyawa yang menuntut kesabaran (Qs.2:155-156). Tapi, membiarkan saudara seiman menjadi objek pembantaian penjajah Islam adalah sebuah kebodohan yang tak berobat. 

Semestinya ini tak boleh terjadi jika iman dan ghirah di dada masih terpatri.  Ghirah dan implementasi akidah kita saksikan saat ini berkumpul di Gaza.

Bukankah orang yang diam saja ketika agamanya dihina tetapi tak marah adalah keledai, kata Imam al-Syāfi‘ī. Orang model seperti ini, kata Buya Hamka, lebih elok mengganti pakaiannya dengan kain kafan.

Dapat dibayangkan berapa pengecutnya sebagian umat Islam di sini, di Indonesia. Ketika ada jurnalis yang mengenakan syal Palestina dituduh tak netral. Bahkan seorang suporter bola dilarang mengenakannya.

Bayangkan, saudara kita sedang dibantai di Gaza masih ada yang mengatakan syal Palestina sebagai bentuk pelanggaran etik jurnalistik. Yang melarang ini bahkan dapat dikatakan nir-etik, bahkan nir-otak.

Pilu rasanya, beberapa tahun yang lalu seorang anak kecil Palestina mengatakan, “Jangan bersedih melihat darah kami mengalir. Darah ini kami hadiahkan buat mereka yang sudah tidak punya darah.”

Sampai kapan kita diam?  Bilakah jiwa-jiwa seperti Shalahuddin al-Ayyubi lahir kembali? Bilakah mental mujahid seperti Saiduddin Quthuz datang lagi?

Karena aroma kemenangan sudah tercium harum di Bumi Gaza. Dan kemenangan itu memang bukan dihasilkan dari sosok, kekuatan ekonomi dan prajurit. Tapi, kata Allah berkali-kali, “wa mā al-nashru illā min ‘indillāh” (kemenangan datang dari sisi Allah).

Saudaraku di Gaza. Yang wafat dari kalian sudah gapai “syahādah” (mati syahid). Dan yang tengah berperang adalah para Mujāhid. Jadi, kalian tidak rugi diposisikan apa saja oleh Allah. Toh, dunia ini bukan tempat abadi. Tentu, kami yang belum pasti dipakai “sebagai apa” oleh Allah ketika kalian dibantai secara biadab oleh bangsa yang dikutuk sebagai “kera kudisan” oleh Allah dalam Al-Qur’ān (Qs.2:65; 5:79; 7:166).

Bangsa yang dulu “merengek” supaya kalian tampung di Palestina karena dibantai Nazi Hitler. Sekarang, mereka sewenang-wenang dan tidak tahu balas-budi. Sebentar lagi mereka akan menerima getirnya akhir nasib mereka. Allahu Akbar.*/Universitas Darussalam Gontor, Selasa, 31 Oktober 2023.

guru dan dosen di Pesantren dan Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Ar-Raudlatul Hasanah, Medan. Sedang menyelesaikan Program Doktor di Universitas Darussalam (Unida) Gontor

Powered by Blogger.
close