Warga Singapura Lebih Stres Dibandingkan Rata-Rata Warga Dunia



Dikutip dari laman Hidayatullah.com—Tingkat stres di Singapura terus meningkat sejak tahun 2021. Sebanyak 87 persen penduduk negara itu melaporkan merasa stres, dan tahun ini – tujuh persen lebih tinggi dari rata-rata global, demikian menurut penelitian yang diterbitkan hari, Selasa (31/10/2023).

71 persen responden dalam penelitian tersebut mengatakan mereka “merasa stres namun dapat mengatasinya”. Sementara 16 persen “merasa stres dan tidak berdaya untuk mengatasinya”.

Sebanyak 13 persen lainnya mengakui bahwa mereka “tidak merasa stres sama sekali”.

Gen Z, kelompok berusia antara 18 dan 24 tahun, merupakan persentase tertinggi (90 persen) di antara seluruh responden yang mengaku merasa stres.

Semua temuan ini berasal dari Studi Keberlanjutan Layanan Kesehatan Cigna tahun 2023. 10.800 responden dari 12 pasar, termasuk 1.000 dari Singapura, ikut serta dalam survei antara Mei dan Juni 2023.

Pertanyaan yang diajukan dalam survei ini mencakup kesejahteraan mental dan fisik seseorang, serta tingkat stres dan pandangan mereka terhadap dukungan perusahaan terhadap kesehatan.

Menurut laporan tersebut, persentase warga Singapura yang melaporkan merasa depresi meningkat dibandingkan masing-masing sebesar 85 dan 86 persen pada tahun 2021 dan 2022.

Meskipun angka mereka yang merasa stres namun “bisa mengatasinya” tetap sebesar 71 persen sejak tahun 2021, mereka yang mengalami kesulitan mengatasi stres yang mereka hadapi terus meningkat – dari 14 persen pada tahun 2021, menjadi 15 persen pada tahun 2022 dan 16 persen tahun ini.

Jika dibandingkan dengan pasar Asia lainnya yang disurvei, persentase masyarakat Singapura yang “tidak mampu menangani” tekanan (stres) yang dihadapi pada tahun 2023, lebih rendah dibandingkan Hong Kong (19 persen).

Meski begitu, persentase penduduk Singapura dua kali lebih tinggi dibandingkan Tiongkok daratan (8 persen).  Peter, seorang peserta pelatihan manajemen berusia 26 tahun di sebuah perusahaan pelayaran, mengatakan kepada Mediacorp bahwa dia tidak terkejut dengan hasil penelitian tersebut.

“Di Singapura, kita diajarkan sejak kecil bahwa kita hanya punya sumber daya manusia. Jadi wajar jika kita memberikan tekanan pada diri kita sendiri untuk menjadi yang terbaik dalam apa pun yang kita lakukan,” kata Peter, sapaan akrabnya.

Gareth Tan, 28 tahun, setuju dengan pandangan Peter. Karyawan yang bekerja di sektor pendidikan percaya bahwa persaingan dan produktivitas identik dengan Singapura. Semua itu, kata dia, menumbuhkan “kebiasaan cepat merasa gelisah” yang terjadi di berbagai aspek masyarakat sehingga menyebabkan masyarakat merasa tertekan.

Tan menambahkan bahwa penggunaan media sosial, berita negatif, dan kenaikan biaya hidup juga merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terhadap hasil penelitian ini.*

Powered by Blogger.
close