Heboh Film Dirty Vote tentang Kecurangan Pemilu, Kenapa Kubu Istana Bereaksi?


Film dokumenter berjudul ‘Dirty Vote’ membuat kubu istana bereaksi. Film ini menyimpulkan ada rencana kecurangan terstruktur dan sistematis yang sudah disusun selama 10 tahun terakhir  

Dikutip dari Hidayatullah.com—Publik dikejutkan sebuah film dokumenter berjudul ‘Dirty Vote’ yang tengah menjadi perbincangan. ‘Dirty Vote’ artinya suara kotor, dirilis hari Ahad (11/2/2024),  oleh rumah produksi WatchDoc di platform YouTube.

Film Dokumenter yang diunggah akun YouTube PSHK Indonesia, dibintangi tiga ahli hukum tata negara –Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari– menjelaskan potensi-potensi kecurangan untuk memenangkan pemilu 2024 dan akan merusak tatanan demokrasi.

Film yang berdurasi satu jam lebih 57 menit tersebut dikemas agar orang mudah dimengerti karena meyajikan banyak data, tentang bentuk kecurangan di balik pilpres 2024.

Topik tentang sebaran wilayah dan sebaran suara pada kemenangan pemilu juga dijelaskan dan analisa terkait siapa penguasa wilayah tersebut.

Dalam konten tersebut juga menyajikan data bagaimana hasil pemilu pada periode sebelumnya dan mengapa sebaran wilayah menjadi strategi yang penting dalam pemilu.

Di samping itu bukti-bukti kecurangan pada pemilu yang melibatkan kepala daerah juga ditampilkan. Seperti seorang gubernur dan bupati yang dengan sengaja mempromosikan salah satu calon presiden ketika berada di tengah-tengah masyarakat.

Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa pembagian bansos saat tahun-tahun Pemilu melonjak, kecuali pada saat Pandemi Covid-19 yang wajar terjadi kenaikan pada tahun 2020 sampai dengan 2022. Data tahun 2024 adalah yang tertinggi Bansos, yang hampir mencapai angka 500 T.

Di sisi lain, film membahas bagaina fasilitas negara disalahgunakan. Padahal, ada sebuah aturan menyatakan bahwa pejabat yang mencalonkan diri pada Pemilu 2024 tidak boleh menggunakan fasilitas negara.

Tetapi praktiknya banyak fasilitas negara digunakan kampanye, seperti penggunaan Heli, Pesawat TNI serta memakai akun resmi kementerian untuk kepentingan kampanye pribadi.

Pelanggaran pada konstitusi inilah yang menjadi topik dan dibahas ketiga ahli hukum tata negara dalam film dokumenter ini.

Gentong Babi

Dalam film ini, Bivitri Susanti juga menjelaskan dukaan pengerahan lembaga negara untuk membantu kemenangan salah satu Paslon melalui politisasi bantuan sosial (bansos).

“Di sini terdapat konsep yang disebut ‘Politik Gentong Babi’, yang mengacu pada politik di Amerika,” ungkap Bivitri yang dikutip dari YouTube Dirty Vote.

Bivitri Susanti menjelaskan konsep “Politik Gentong Babi’ di film Dirty Vote

Menurut Bivitri,  istilah politik gentong babi berasal dari Amerika terkait praktik dari masa perbudakan. Saat itu para budak harus bersaing mendapatkan daging babi yang diawetkan dalam gentong.

Ia menyebut konsep ‘gentong babi’ ini mirip dengan kondisi perpolitikan saat ini, yakni berpolitik kotor, menggunakan uang negara, dan menggelontorkan ke daerah-daerah pemilihan agar dirinya terpilih kembali.

“Tentu kali ini Jokowi tidak sedang meminta orang untuk memilih dirinya, melainkan penerusnya,” ucap Bivitri.

Bantahan Kubu Istana

Sementara itu, Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran mencurigai film dokumenter “Dirty Vote” sebagai alat yang bertujuan menurunkan muruah Pemilu 2024.

Selang beberapa jam setelah film itu tayang, ia pun meminta masyarakat jangan terpancing narasi-narasi dalam film tersebut, karena dia meyakini sebagian besar isinya sebatas asumsi.

“Sebagian besar yang disampaikan film tersebut adalah sesuatu yang bernada fitnah, narasi kebencian yang sangat asumtif, dan sangat tidak ilmiah. Saya mempertanyakan kapasitas tokoh-tokoh yang ada di film tersebut dan saya kok merasa sepertinya ada tendensi, keinginan untuk mendegradasi pemilu ini dengan narasi yang sangat tidak berdasar,” kata Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran Habiburokhman saat jumpa pers di Jakarta.

Ia menuduh, narasi-narasi tiga pakar hukum tata negara dalam film dokumenter itu berseberangan dengan pendirian rakyat.  “Jadi, tindakan-tindakan mereka yang menyampaikan informasi yang sangat tidak argumentatif, tetapi tendensius untuk menyudutkan pihak tertentu, berseberangan dengan apa yang menjadi sikap sebagian besar rakyat,” kata dia dikutip Antara.

Rencana Terstruktur

Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian yang juga ada Gus Dur, Alissa Wahid turut berkomentar di X mengenai film Dirty Vote.

Dirty Vote. Diisi oleh 3 Pejuang Demokrasi yang dihormati oleh para aktivis se-Indonesia. Rekam jejak dan kredibilitas jelas. Diproduksi oleh WatchDoc, produsen film-film dokumenter, penerima penghargaan Magsaysay Award yang dianggap sebagai Nobel Asia. Percaya? Ya iyalah,” cuitnya di media X.

Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/

Dandhy Dwi Laksono, sutradara film ini menyampaikan media ini adalah bentuk edukasi untuk masyarakat yang pada 14 Februari 2024 akan menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2024.

“Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres, tetapi hari ini saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara,” kata Dandhy dikutip Antara.

Dia menjelaskan film itu digarap dalam waktu sekitar 2 minggu, yang mencakup proses riset, produksi, penyuntingan, sampai rilis. Pembuatannya, dia menambahkan, melibatkan 20 lembaga, antara lain Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Perludem, Indonesia Corruption Watch, JATAM, Lokataru, LBH Pers, WALHI, Yayasan Kurawal, dan YLBHI.

Yang menarik, di akhir film dokumenter disimpulkan bahwa sebagaian besar rencana kecurangan yang terstruktur secara sistematis dan masif untuk mengakali. Menurutnya, ini semua tidak didesain dalam semalam.

“Pemilu ini sebenarnya sudah disusun selama 10 terakhir berkuasa, “ ujar Feri Amsari terkait semua rencana kecurangan Pemilu ini.

Sementara menurut Bivitri Susanti, model rekayasa kecurangan dan keculasan seperti ini bukan hanya kali ini, sudah dilakukan para penguasa sebelumnya –bahkan di banyak negara—yang menurutnya tak perlu kepintaran.

“Untuk menjalankan scenario kotor seperti ini tidak perlu kepintaran dan kecerdasan, yang diperlukan cuma dua; culas dan tahan malu, “ ujarnya menutup film.

Banyaknya antusias warganet, dalam waktu kurang hanya sehari, setelah siar di YouTube, film telah dilihat 2,809,006 orang dan dan disukai oleh 194 ribu pengguna YouTube.*

Powered by Blogger.
close