Celestial Organization: Membangun Organisasi Berbasis Wahyu


Oleh Asih Subagyo

DALAM menghadapi kompleksitas dan dinamika dunia modern, banyak organisasi mencari landasan yang kokoh dan berkelanjutan untuk memandu langkah-langkah mereka.

Tidak sedikit organisasi yang kehilangan orientasi, hendak kemana mereka akan menuju. Sehingga organisasi ibarat mesin atau robot semata, yang berjalan tanpa prinsip-prinsip dan nilai-nilai moralitas yang dibawa.

Praktik semacam ini, jamak kita saksikan di sekitar kita. Tak terkecuali organisasi yang menyatakan dirinya berbasis Islam dengan berbagai ukuran dan skala gerakannya.

Pada saat yang bersamaan, dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu mencari pedoman dan panduan untuk mencapai kesuksesan dan keberhasilan, termasuk dalam mengelola organisasi, sebagaimana tersebut di atas.

Dalam Islam, wahyu dari Allah Subhanahu wa ta’ala (SWT) yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadis merupakan sumber utama pedoman bagi kehidupan manusia, termasuk dalam membangun dan mengelola organisasi.

Sehingga, salah satu pendekatan yang semakin diakui adalah membangun organisasi berbasis wahyu, yaitu mempergunakan konsep dan nilai-nilai yang terdapat dalam al Qur’an dan hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (SAW) sebagai pedoman utama dalam tata kelola organisasi. Istilah ini saya namakan sebagai Celestial Organization atau Organisasi langit.

Dalam tulisan yang singkat ini, akan dijelaskan bagaimana konsep ini diimplementasikan dalam praktik organisasi pada masa Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin, serta dalam kekhalifahan Islam sesudahnya. Selain itu, akan ditemukan titik temu dengan praktik organisasi modern beserta karakteristiknya dan prasyarat yang harus dipenuhi.

Belajar dari Sejarah

Pada masa Rasulullah SAW, konsep organisasi berbasis wahyu terwujud secara nyata dalam bentuk pemerintahan dan masyarakat Madinah.

Rasulullah tidak hanya berperan sebagai pemimpin spiritual, tetapi juga sebagai pemimpin militer dan politik yang mengatur kehidupan masyarakat berdasarkan wahyu yang diterimanya.

Pemerintahan didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan, persamaan di hadapan hukum, dan kesejahteraan bersama, sebagaimana yang tercantum dalam al Qur’an dan Sunnah Nabi.

Dengan kata lain, pemimpin dipilih berdasarkan kualitas kepemimpinan, kompetensi, integritas, moralitas, spiritualis serta kejujuran mereka, bukan atas dasar keturunan atau kekayaan apalagi dari proses yang curang.

Selanjutnya, pada masa Khulafaur Rasyidin, konsep organisasi berbasis wahyu terus diperkuat dan diterapkan dengan baik. Para khalifah memerintah dengan adil dan merujuk pada ajaran Islam sebagai panduan utama dalam mengambil keputusan.

Masyarakat didorong untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai Islam, termasuk dalam hal pelayanan publik, kegiatan ekonomi, keadilan sosial, dan kepatuhan terhadap hukum Allah. Prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan akuntabilitas diintegrasikan dalam semua aspek kehidupan masyarakat.

Kemudian, dalam kekhalifahan Islam sesudahnya, konsep ini terus diterapkan dengan variasi tergantung pada konteks dan kondisi waktu.

Pada masa kejayaan Islam di Andalusia atau pada masa kekhalifahan Utsmaniyah, nilai-nilai Islam tetap menjadi fondasi organisasi dan pemerintahan, meskipun dengan penyesuaian sesuai dengan perkembangan zaman.

Hingga kekhalifahan Turki Utsmani, tuntutan wahyu senantiasa mewarnai dalam praktik berorganisasi. Meski semuanya ada kelebihan dan kekurangannya.

Jika terjadi deviasi dalam praktik, bisa jadi “implementornya” yang tidak cakap dalam implementasinya, tetapi konsep dasarnya yang berbasis wahyu itu, tidak pernah salah.

Konsep Dasar Celestial Organization

Dengan melihat reaalitas sejarah yang ada, maka dapat dirumuskan bahwa konsep dasar dari “celestial organization” adalah gagasan dan model tentang membangun dan mengelola organisasi berdasarkan ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur’an dan Hadis, serta praktik-praktik organisasi yang diamalkan pada masa Rasulullah SAW, para Khulafa al-Rasyidin, dan kekhalifahan Islam setelahnya.

Istilah “celestial” mengacu pada dimensi spiritual dan ilahiah yang menjadi landasan utama dalam membangun dan menjalankan organisasi tersebut.

Secara lebih spesifik, “celestial organization” mengusung konsep bahwa prinsip-prinsip agama Islam dapat menjadi pedoman yang kuat dan diderivasikan dalam mengatur hubungan antara individu, membangun struktur organisasi dan kepemimpinan, serta menjalankan kegiatan operasional.

Dalam konteks ini, al-Qur’an dan Hadis merupakan sumber utama hukum dan pedoman etis serta operasional yang harus diikuti dalam semua aspek kehidupan, termasuk dalam mengelola sebuah organisasi.

Dalam konteks modern, konsep “celestial organization” dapat dilihat sebagai upaya untuk mengintegrasikan nilai-nilai agama Islam ke dalam praktik manajemen dan operasional organisasi secara menyeluruh.

Integrasi model tersebut melibatkan pembangunan struktur organisasi yang adil, transparan, dan partisipatif, penerapan kebijakan yang mencerminkan nilai-nilai keislaman seperti keadilan, kejujuran, dan kepedulian terhadap sesama, serta penerapan teknologi dan metodologi manajemen yang sesuai dengan prinsip-prinsip agama.

Dengan kata lain, bukan ajaran Islam yang menyesuaikan dengan manajemen modern, akan tetapi, bagaimana manajemen modern itu menyesuaikan dan sejalan serta tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

Karakteristik Organisasi Ilahiyah

Berdasarkan konsep dasar “celestial organization” yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat lima karakteristik utama yang dapat menjadi pedoman bagi organisasi untuk mengimplementasikannya:

Pertama, Kepemimpinan yang Visioner, Adil dan Bijaksana

“Celestial organization” menekankan pentingnya kepemimpinan yang visioner, adil, bijaksana, dan berintegritas. Pemimpin dalam organisasi harus mampu memiliki visi kedepan dengan kemampuan bashirah-nya, sehingga memimpin dengan teladan, mengedepankan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, dan menjalankan keputusan dengan kebijaksanaan dan keadilan.

Kedua, Berdasarkan Nilai-Nilai Islam yang Murni

Salah satu karakteristik utama dari “celestial organization” adalah landasannya yang kuat pada nilai-nilai Islam yang murni. Memiliki basis aqidah yang benar, ibadah yang baik, muamalah yang saling menguatkan serta pelaksanaan syariah yang ketat. Hal ini dapat diturunkan dalam prinsip-prinsip seperti keadilan, tolong-menolong, integritas, kejujuran, dan tanggung jawab sosial. Organisasi harus menerapkan nilai-nilai ini dalam kebijakan, praktik, dan budaya kerja mereka.

Ketiga, Integrasi Nilai-Nilai Keislaman

Salah satu karakteristik utama celestial organization adalah integrasi nilai-nilai keislaman ke dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam hal operasional dan budaya organisasi. Hal ini mencakup penerapan prinsip-prinsip etis Islam seperti kejujuran, kepedulian, kerja keras, dan tolong-menolong dalam setiap tindakan dan kebijakan organisasi.

Keempat, Keadilan dalam Distribusi Sumber Daya

Organisasi yang mengimplementasikan konsep “celestial organization” harus memastikan adanya keadilan dalam distribusi sumber daya. Ini mencakup distribusi pendapatan, peluang karier, akses terhadap pendidikan dan pelatihan, serta manfaat lainnya. Keadilan ini mencerminkan prinsip-prinsip Islam tentang keadilan sosial dan ekonomi.

Kelima, Partisipasi dan Keterlibatan Anggota yang Aktif

Celestial organization mendorong partisipasi aktif dan keterlibatan seluruh anggotanya dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan kegiatan organisasi. Setiap anggota dihargai dan didorong untuk berkontribusi sesuai dengan kemampuan dan potensi yang dimilikinya, sehingga tercipta iklim kerja yang inklusif dan penuh semangat kolaborasi.

Keenam, Transparansi dan Akuntabilitas

Organisasi yang mengadopsi konsep celestial dikenal dengan transparansi dan akuntabilitas yang tinggi. Setiap keputusan dan tindakan haruslah terbuka untuk ditinjau dan dievaluasi oleh seluruh anggota organisasi, sehingga memastikan adanya pertanggungjawaban atas setiap tindakan yang diambil

Ketujuh, Pembangunan Budaya Organisasi yang Berorientasi pada Kebaikan dan Kesejahteraan Bersama

Celestial organization membentuk budaya organisasi yang mengedepankan kebaikan, empati, dan kesejahteraan bersama sebagai nilai utama. Semua anggota didorong untuk saling mendukung, membantu, dan memperhatikan satu sama lain, sehingga tercipta lingkungan kerja yang harmonis dan berdampak positif bagi perkembangan pribadi dan profesional mereka.

Dengan menginternalisasi karakteristik-karakteristik ini, organisasi dapat mengembangkan dan menerapkan model “celestial organization” yang kuat, yang tidak hanya memberikan manfaat bagi anggotanya secara individual, tetapi juga berkontribusi positif terhadap masyarakat dan lingkungan di sekitarnya.

Prasyarat Celestial Organization

Untuk menerapkan konsep “celestial organization” dengan tingkat akurasi yang tinggi dalam konteks kekinian, maka organisasi harus memenuhi sejumlah prasyarat yang penting. Berikut adalah uraian sejelas-jelasnya tentang prasyarat-prasyarat tersebut:

Pertama, Pemahaman Mendalam tentang Ajaran Islam:

Organisasi harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang ajaran Islam, termasuk al-Qur’an, Hadis, serta prinsip-prinsip etis dan moral yang terkandung di dalamnya. Hal ini penting agar organisasi dapat mengintegrasikan nilai-nilai Islam ke dalam seluruh aspek kegiatan dan kebijakan organisasi.

Kedua, Komitmen Tinggi terhadap Nilai-Nilai Islam:

Komitmen yang kuat terhadap nilai-nilai Islam menjadi landasan utama dalam menerapkan “celestial organization”. Anggota organisasi, khususnya pimpinan, harus memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya mendasarkan segala tindakan dan keputusan pada prinsip-prinsip agama Islam.

Ketiga, Kepemimpinan yang Berkualitas dan Bertanggung Jawab:

Organisasi memerlukan pemimpin yang memiliki integritas tinggi, kepemimpinan yang adil, dan kesediaan untuk mengemban tanggung jawab dengan penuh tanggung jawab. Pemimpin yang memiliki sifat-sifat tersebut akan mampu menjadi teladan bagi anggota organisasi dalam menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari.

Keempat, Kultur Organisasi yang Inklusif dan Berorientasi pada Kesejahteraan Bersama:

Penting bagi organisasi untuk membangun budaya organisasi yang inklusif, di mana setiap anggota merasa dihargai, didukung, dan dihormati. Kultur ini juga harus berorientasi pada kesejahteraan bersama, di mana kebaikan bersama menjadi prioritas utama dalam setiap kegiatan dan keputusan organisasi.

Kelima, Keterlibatan Aktif dan Partisipasi Seluruh Anggota:

Seluruh anggota organisasi harus dilibatkan secara aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan kegiatan organisasi. Partisipasi ini memungkinkan terciptanya lingkungan kerja yang demokratis dan inklusif, serta memperkuat komitmen terhadap tujuan bersama organisasi.

Keenam, Penggunaan Teknologi dan Inovasi yang Bijaksana:

Organisasi harus mampu mengadopsi teknologi dan inovasi secara bijaksana, dengan memastikan bahwa penggunaannya tetap berlandaskan pada nilai-nilai Islam dan memberikan manfaat nyata bagi organisasi dan anggotanya. Teknologi harus digunakan untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan kesejahteraan bersama.

Ketujuh, Komitmen terhadap Pengembangan dan Peningkatan Diri:

Organisasi dan anggotanya harus memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan dan peningkatan diri secara terus-menerus. Ini melibatkan upaya untuk terus belajar, berkembang, dan meningkatkan kualitas pribadi dan profesional, sesuai dengan ajaran Islam tentang pentingnya ilmu pengetahuan dan peningkatan kualitas diri.

Dengan memenuhi prasyarat-prasyarat tersebut, organisasi akan memiliki fondasi yang kuat untuk menerapkan konsep “celestial organization” dengan sukses, yang pada gilirannya akan menghasilkan dampak positif bagi seluruh anggotanya dan masyarakat di sekitarnya.

Titik Temu dengan Organisasi Modern

Terdapat beberapa titik temu antara konsep celestial organization dan praktik organisasi modern, yang bisa menjadi landasan untuk menerapkan model tersebut dalam lingkungan kerja kontemporer.

Pertama, keduanya menekankan pentingnya kepemimpinan yang berbasis nilai. Baik dalam celestial organization maupun organisasi modern, kepemimpinan yang menonjol adalah mereka yang mampu menggabungkan keterampilan manajerial dengan integritas moral.

Kedua, baik celestial organization maupun organisasi modern menghargai partisipasi dan kolaborasi dari anggota organisasi dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan kegiatan. Praktik organisasi modern semakin mengadopsi model partisipatif dan kolaboratif dalam upaya untuk meningkatkan keterlibatan karyawan dan menghasilkan keputusan yang lebih baik.

Ketiga, keduanya menekankan pentingnya keadilan dan transparansi dalam pengelolaan organisasi. Baik Celestial Organization maupun organisasi modern menyadari bahwa praktik manajemen yang adil dan transparan merupakan landasan yang penting untuk membangun kepercayaan dan loyalitas di antara anggota organisasi.

Keempat, baik celestial organization maupun organisasi modern menggunakan teknologi dan inovasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas operasional. Namun, mereka juga semakin menyadari pentingnya mempertimbangkan implikasi etis dan moral dari penggunaan teknologi tersebut.

Kelima, keduanya menekankan pentingnya membangun budaya organisasi yang berorientasi pada kebaikan dan kesejahteraan bersama. Baik celestial organization maupun organisasi modern menyadari bahwa budaya organisasi yang positif dan inklusif dapat meningkatkan kinerja, retensi karyawan, dan reputasi perusahaan.

Dengan memperhatikan titik temu ini, organisasi modern dapat merencanakan dan menerapkan langkah-langkah konkret untuk mengadopsi prinsip-prinsip celestial organization dalam operasional mereka, sehingga mampu menciptakan lingkungan kerja yang harmonis, produktif, dan berdampak positif bagi seluruh anggotanya.

Penutup

Dengan melaksanakan prinsip-prinsip yang terkandung dalam wahyu Allah SWT, celestial organization dapat menjadi agen perubahan yang positif dan pasti solutif bagi organisasi, yang berimnbas kepada menciptakan lingkungan kerja yang adil, berintegritas, dan berorientasi pada kepentingan umat.

Dengan mengikuti teladan Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin, serta menerapkan prinsip-prinsip tersebut dalam praktik organisasi modern, kita dapat membangun organisasi yang berhasil secara spiritual dan materiil, serta menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia.

Dengan demikian, membangun organisasi berbasis wahyu bukan hanya tentang mengadopsi simbol-simbol keagamaan atau retorika religius, tetapi tentang mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam setiap aspek kehidupan organisasi. Dan ternyata konsep celestial organization ini, memiliki relevansi dan kompatibel dengan organisasi modern.

Akhirnya, dengan mengimplementasikan hal tersebut di atas, organisasi tidak hanya akan mencapai kesuksesan duniawi yang bersifat material semata, tetapi juga kesuksesan ukhrawi serta mendapatkan berkah dan keberkahan dari Allah SWT.

*) ASIH SUBAGYO, penulis peneliti senior Hidayatullah Institute (HI)
Sumber www.hidayatullah.or.id

Powered by Blogger.
close